Rusunawa Unila Menuai Keluh

Dok.
593 dibaca
Dok.

teknokra.co: Saat menaiki tangga, pandangan langsung disuguhi setumpuk sampah yang berada tepat di depan anak tangga lantai dua.Banyak pakaian penghuni menggantung di pagar besi yang biasa dipakai untuk menjemur pakaian.

Di lantai dua, deretan kamar-kamar tertutup rapat. Banyak sepatu yang berserakan di depan pintu setiap kamar.  Tak lama, seorang penghuni kamar nomor 109 keluar kamar. Ahmad Surya namanya. Ia baru menghuni Rusunawa sejak Oktober 2010. Satu kamar dengan rekannya dari jurusan Akuntansi FE 2009, Richard.

Ahmad adalah salah satu mahasiswa penerima beasiswa bidik misi yang menetap di Rusunawa. Namun bukan berarti ia gratis menempati gedung berlantai  4 itu. Ia mesti membayar biaya Rp1,5 juta per tahunnya. Biaya sebesar itu dikenakan pada masing-masing individu, bukan hitungan kamar.

Ahmad mengajak saya mengunjungi kamarnya. “Ya beginilah fasilitasnya, enak gak enak tinggal di sini,“ ujar Ahmad sambil duduk di kursi belajar.Sebuah ranjang tingkat , dua buah meja belajar dan satu lemari kayu besar mengisi kamar berukuran 3×6 meter itu.

Ahmad mengeluhkan masalah kebersihan yang kurang terjaga. “Awalnya teras depan selalu disapu dan dipel oleh petugas kebersihan, tapi sekarang sudah nggak berjalan lagi jadi ya kotor.”

Penghuni lainnya, Rini Handayani (Kimia ’10) mengeluhkan saat datangnya malam. “Keadaan pada malam hari masih gelap dan sangat memprihatinkan. Padahal lampu jalan kan ada, kenapa nggak dihidupkan saja.”

Ia juga mengeluhkan fasilitas kantin yang belum tersedia. “Kantin sangat diharapkan oleh para penghuni. Kalau ada kantin masalah makan atau kalau ada tamu nggak susah cari makannya.

Menurut Rini, pihak pengelola pernah menjanjikan akan memasang fasilitas hotspot di lingkungan Rusunawa. Bila tak ada jaringan hotspot mahasiswa jadi kerepotan untuk mengakses internet karena akses keluar yang jauh.

Tak hanya itu, Ahmad dan Rini juga mengeluhkan tak tersedianya fasilitas untuk menjemur pakaian. Menurutnya, pihak pengelola pernah menjanjikan akan membagikan fasilitas untuk menjemur pakaian, tapi hingga sekarang belum terlaksana. “Susah kalau mau jemur baju di sini, kalo nggak jemur di jendela ya pagar depan. Jemuran sering jatuh, jadi baju harus dibilas lagi. Mungkin cukup satu tahun aja di sini,” kata Ahmad sembari mengumbar senyum.

Namun untuk soal keamanan, Ahmad dan Rini mengaku tak ada masalah. Empat orang petugas satpam, siang-malam menjaga kemanan di gedung tersebut. Posisi Rusunawa yang jauh dari keramaian juga membuat penghuni nyaman dalam belajar.

Saat dikonfirmasi, Manajer Rusunawa Suarno Sadar, menampik adanya keluhan dari para penghuni Rusunawa. “Namun, ia mengatakan pihaknya akan mengusulkan untuk menambah gedung dan fasilitas baru, seperti kantin.

Menurut Suarno, Rusunawa memang diprioritaskan untuk mahasiswa penerima beasiswa bidik misi Unila. Namun untuk tahun ini, penghuni masih sepi. Itu karena sosialisasi yang kurang. Penghuninya sekitar 25 persen termasuk mahasiswa asing asal Kamboja dan Madagaskar. “Untuk tahun yang akan datang (2011), mahasiswa yang mendaftar Bidik Misi harus tinggal di Rusunawa. Kalau tidak mau tinggal di Rusunawa ya nggak perlu mengajukan beasiswa Bidik Misi.

Exit mobile version