Revolusi Mental dan Kemajuan Bangsa

Kalista Setiawan
320 dibaca
Kalista Setiawan

teknokra.co: Urgensi revolusi mental perlu diterapkan masyarakat Indonesia. Dalam pidatonya,  Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani mengatakan revolusi mental tak bisa lepas dari peran pancasila. “Revolusi mental adalah bagian dari proses pembentukkan karakter bangsa. Agar kita dapat mewujudkan cita-cita kemerdekaan, yaitu merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, berdasarkan pancasila,” kata Puan. Terpilihnya pancasila sebagai landasan, bukan hal asing, mengingat pancasila sendiri adalah ideologi bangsa. Kebesaran dan kekuatan Indonesia kemudian dikaitkan dengan peran pancasila sendiri. Keberagaman yang ada di Indonesia tetap memersatukan rakyat. “Ini penting untuk saya sampaikan, karena hari-hari ini keberagaman Indonesia ada yang berusaha memecah belah. Sekali lagi saya sampaikan, kita tidak boleh terpecah belah,” terang Puan.

Mengapa kemudian revolusi mental yang dipilih sebagai priorotas utama membangun bangsa, Puan mengatakan bahwa bangsa besar dibangun oleh sumber daya manusia yang baik. Dan menurutnya, disitulah peran revolusi mental bekerja, menciptakan sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik. Bukan tanpa alasan, ia menyebutkan contoh di lapangan. Pungutan liar (pungli) kemudian menjadi percontohan di awal pidatonya, mengapa Indonesia membutuhkan revolusi mental. “Maraknya praktek-praktek yang tidak jujur, tidak memegang etika dan moral, tidak bertanggung jawab dan tidak dapat diandalkan serta tidak dapat dipercaya dalam pelaksanaan berbangsa dan bernegara,” ucapnya. Karena pungli ada, pemerintah kemudian mengeluarkan sapu bersih pungli (saber pungli). Pungli menggambarkan perilaku doyan memakan hak orang lain dan berimbas merusak kemajuan Indonesia di masa kini dan mendatang. Puan menegaskan bentuk korupsi tak bisa dinilai dari besar kecilnya rupiah. Dalam hal ini, pungli tidak bisa ditoleransi di Indonesia.

Setelah pungli, puan membahas perekonomian Indonesia yang tertinggal jauh dengan negara lain. Hal ini, menurut Puan ada kaitannya dengan etos kerja, daya juang, daya saing, semangat mandiri, kreativitas dan inovasi. “Kita sudah larut atau tenggelam dalam budaya instan,” ucapnya. Ia kemudian mengambil contoh perilaku mahasiswa Kuliah Kerja Nyata yang memesan lokasi KKN.

Krisis identitas sebagai bangsa Indonesia pun disinggung Puan. Karakter kuat sebagai bangsa Indonesia yang mempunyai semangat gotong royong, saling bekeja sama demi kemajuan bangsa, dirasanya kini mulai memudar. Tidak ada lagi kebersamaan dan persatuan yang dijunjung. “Semua orang sepertinya larut ke jalan sendiri-sendiri dalam ego dan urusannya masing-masing, padahal bersatu kita teguh bercerai kita runtuh,” ungkap Puan. Soal berkiblat ke bangsa yang lebih maju, Puan menyatakan bahwa tidak perlu bangsa Indonesia ke-barat-baratan sehingga melupakan budaya sendiri. Menurutnya bangsa Indonesia memiliki jati dirinya sendiri.

Revolusi mental kemudian menjadi gerakan yang bisa menggugah semangat kemajuan bangsa. Puan mengambil contoh mahasiswa Indonesia harus berdedikasi penuh terhadap Indonesia. Salah satu caranya dengan bekerja di negeri sendiri. “Banyak orang-orang Indonesia yang berkompeten, kemudian meninggalkan Indonesia karena perbedaan gaji yang didapatkan,” terangnya.

“Gerakan nasional revolusi mental sebagai gerakan pondation and character building harus digalakan untuk memperkuat kedaulatan politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan oleh karena itu, harus ditanamkan dalam diri sendiri,” tegas Puan. Puan memberikan contoh sederhana bagi mahasiswa yang sering disepelekan namun berdampak lebih. Seperti tidak membuang sampah sembarangan dan tidak berdesak-desakan dalam mengantri.

Dengan gerakan ini, akan terjadi perubahan mindset (cara berpikir) dan cara bekerja, sehingga bangsa Indonesia akan menjadi lebih produktif. Sebenarnya, adanya MEA menguntungkan bagi Indonesia. Karena masyarakat dituntut untuk bisa berkompetisi dengan negara lain. Jika, gerakan ini berjalan dengan baik maka dampaknya adalah menciptakan sumber daya yang berkualitas dan bisa membantu Indonesia dalam pembangunan yang lebih maju dan lebih baik.

“Perguruan tinggi harus menjadi garda terdepan dalam implementasi gerakan nasional revolusi mental,” tutur Puan. Dia juga menambahkan, perguruan tinggi sebagai wadah agent of changes harus menggalakkan pembangunan karakter terhadap mahasiswanya. “Pembangunan karakter merupakan never ending process sepanjang kehidupan berbangsa dan bernegara,” tambah Puan.

Puan menuturkan, Unila perlu ikut berperan dalam hal menciptakan sumber daya yang berkualitas dan harus tampil paling depan dalam membangun generasi yang bermartabat, berdaya saing dan berbudaya. Tak luput juga soal kualitas dari setiap program studi (prodi) yang ada di Univeristas. Menurutnya Setiap perguruan tinggi perlu melakukan evaluasi atas prodi-prodi yang ada dan perlu menyesuaikan dengan perkembangan dan tantangan yang dihadapinya. “Perlu dirumuskan tenaga professional apa yang ingin diunggulkan, apa jenis pekerjaan atau kompetisi apa yang ingin diunggulkan,” tambah Puan.

Gerakan nasional revolusi mental dirancang sebagai langkah terobosan untuk menghadapi permasalahan-permasalahan yang ada. “Tidak mungkin akan ada kedaulatan dalam politik dan berkepribadian dalam kebudayaan, bila tidak berdikari dalam ekonomi dan sebaliknya,” katanya mengutip ucapan Bung Karno. Pernyataan ini mengartikan bahwa ketiga prinsip Trisakti ini, tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Ketiganya harus berjalan beriringan.

Mengenakan batik coklat, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani didampingi Rektor Universitas Lampung Prof. Hasriadi Mat Akin memasuki ruangan Aula Fakultas Pertanian, Kamis (3/11/2016).

Tepuk tangan 300 mahasiswa pecah menyambut kehadirannya dalam kuliah umum yang bertemakan Peran Perguruan Tinggi dalam Mewujukan Revolusi Mental. Kuliah umum ini dihadiri juga oleh Anggota DPR X, Kapolda Lampung, Hj. Eva Annisa Herman HN, Prof. Dr.  Bujang Rahman (Wakil Rektor Bidang Akademik), Prof. Dr. Ir. Muhammad Kamal (Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum dan Keuangan), Prof. Dr. Mahatma Kufepaksi (Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerjasama, dan Teknologi Informasi dan Komunikasi) dan Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa (Dekan Fakultas Pertanian).

 

Laporan: Kalista Setiawan

Editor: Yola Septika

Exit mobile version