14 Mahasiswa Unila Kecewa Batal Wisuda Periode I

385 dibaca

Teknokra.co : 14 Mahasiswa Universitas Lampung (Unila) batal wisuda periode I tahun akademik 2024/2025 pada Sabtu,(21/9). Diketahui, 14 mahasiswa berasal dari program studi (prodi) Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Unila.

14 mahasiswa merasa sangat kecewa dan dirugikan, sebab mereka telah mempersiapkan wisuda dari waktu yang cukup lama. Salah satunya, Delsafina (Sosiologi’20). Delsafina menyebut, persiapan wisuda-nya harus batal dan info pembatalan tersebut didapatnya secara mendadak.

“Kaget, sangat amat kecewa, kecewa banget, Kami jelas dirugikan secara materil secara psikis, rasanya sangat rugi, ngerasa gak adil. Kami mempersiapkan ini sebulan terus siapin wisuda kan gak gampang di Unila, karena baru dihubungi H-3 padahal prepare sudah 100 persen, keluarga besar sudah tau, kenapa baru ngasih taunya H-3,padahal mereka sudah tau seminggu yang lalu, jadinya kita harus reschedule banyak hal, rugi banyak hal” katanya.

Ia mengatakan, dalam hal ini pihak kampus tidak bertanggung jawab, karena mahasiswa diarahkan untuk meminta solusi ke BAN-PT dan kementrian soal akreditasi. Padahal menurutnya, pihak kampus lah yang seharusnya menjadi perpanjangan tangan dan lidah untuk melakukan hal tersebut.

“Kalo karna akreditasi harusnya di-stop dulu untuk meluluskan, jangan kayak gini. Gak ada tanggung jawab bayangin aja 14 pasang orang tua yang dipatahkan hati-nya. Harusnya kampus lebih bertanggung jawab, apalagi ketika  kami komplain bilangnya begini “ya coba minta konpenasasi ke BAN-PT aja” padahal kan perpanjangan tangan dan lidah kampus itu ya di kampus ya para staf kampus para petinggi kampus, kami gak punya kapasitas untuk itu ya tolong bijaksana lagi dalam menyikapi hal seperti ini,” tegasnya.

Ia juga mengakui, bahwa tak ada surat edaran resmi terkait pembatalan wisuda pihaknya. Info yang didapatkan pihaknya hanya melalui pertemuan dan diinfokan secara lisan oleh pihak Fisip Unila.

“Gak ada surat edaran resmi dan bahkan saat kemarin itu, hanya diberitahukan untuk kami kumpul pukul 8.30 di Fisip di gedung A 3.1, kemudian diucapkan secara lisan sampai detik ini belum ada surat edaran, kami gak bisa jelasin ke orang tua karna ini H-3, kemudian nanti akan dibuatkan surat permohonan surat tertulis-nya, tapi gak dikasih tapi sampai detik ini,” tuturnya.

Tak hanya itu, terlebih pihaknya tak mendapat permintaan maaf dari pihak kampus, hal itu semakin membuat dirinya merasa sangat sedih.

“Karna keputusan ini bukan hal kecil 14 orang dan orang tua yang dikecewakan, bahkan permintaan maaf saja tak keluar, kemudian konpensasi gak ada, kerugianya setara sama bayar UKT, sakit hati dong,” tuturnya.

Ia juga mengatakan, bahwa pihak kampus tak memberikan solusi untuk pihaknya tetap diwisuda periode ini. Bahkan, pihak kampus tak memberi opsi keringanan dan  menolak solusi yang ditawarkan mahasiswa dengan wisuda secara seremonial tanpa ijazah.

“Tidak memberikan solusi, saya ada tanya ada gak konpensasi, gak ada. Kami banyak ngasih solusi, tapi ternyata tidak menemukan solusi bahkan menurut kami mereka cuci tangan, katanya “kalian itu masih di proses jadi pasrah aja” kaya gini, tapi jadi kami gak ngerasa dirangkul, katanya “coba komplain aja di sana, Rektor selalu terbuka, tapi jangan demo” waduh masalah kaya gini kan fatal,” imbuhnya.

Menurut Delsafina, pihak kampus telah melakukan advokasi, namun hal itu tak diinformasikan kepada pihaknya.

“Sebenernya mereka sudah advokasi dari seminggu lalu, tapi informasi itu yang gak dikasih tau ke kita, jadi kita merasa dirugikan,” tegasnya.

Menurut Wakil Dekan I Bidang Akademik Fisip Unila, Dedy Hermawan membenarkan persoalan tersebut. Menurut Deddy, pembatalan tersebut disebabkan karena status akreditasi prodi Sosiologi tak terdeteksi, sehingga nomor ijazah 14 mahasiswa tersebut tak bisa muncul.

“Penundaan dari pihak universitas ya dan pihak yang menangani itulah, itu penundaan gak bisa di periode ini, ini penyebabnya itu status akreditasnya itu masih strip dan sekarang ini proses pendaftaran wisuda itu kan berjenjang mahasiswa per fakultas, per fakultas ke universitas, universitas terakhir itu di kementrian,” jelasnya.

Dirinya juga mengakui bahwa informasi yang disampaikan kepada mahasiswa, sesuai dengan informasi yang didapat dan tanpa adanya surat edaran resmi.

“Ya itu yang kita dapat informasi, kan ngikutin aja, kan kita dapet informasinya sesuai aja,” tuturnya.

Lebih lanjut Dedy menerangkan, bahwa akreditasi Sosiologi belum eligible, serta tak ada solusi lain untuk mempertahankan wisuda di periode ini, dan menurutnya lebih baik tak wisuda sementara, ketimbang harus memaksakan wisuda tanpa ijazah.

“Yang status akreditasi-nya merah, maka tidak mendapat nomor ijazah, ngapain dia wisuda kalo enggak dapat ijazah kan, Gak ada (solusi tetap wisuda periode ini), saya sudah sampaikan gak ada. Karena kalo dapet ijazah itu sudah satu paket dengan prodi akreditasi, mau apa wisuda aja dateng, tapi gak dapet ijazah?,” imbuhnya.

Dirinya juga belum mengetahui lebih lanjut mengenai penyebab masalah akreditasi Sosiologi yang tidak terdeteksi. Ia mengatakan, bahwa persoalan tersebut ada di pihak BAN-PT untuk dugaan sementara. Bahkan, pihak kampus juga sudah membantu dengan melakukan advokasi ke pihak PDDikti untuk menyampaikan hal tersebut kepada BAN-PT, dan sedang dalam penanganan.

“Nah apa penyebabnya kok sampe akreditasi prodi tidak terakreditasi, nah itu prosesnya di BAN-PT. Karena hal itu menyangkut mekanisme di BAN-PT jadi setiap program studi yang akan berakhir akreditasinya ada mekanisme pemantauan melalui mesin. Bagi yang tidak standar itu dia tidak lolos, kalo dia tidak lolos berarti turun akreditasinya,” lanjutnya.

Pihaknya juga telah mencoba mengikuti semua prosedur terkait persoalan ini melalui tim akreditasi universitas, namun kendala ada di sistem BAN-PT.

“Karena memang bukan di fakultas ini problemnya di kementrian. Ini soal akreditasi, kami sudah mengikuti semua prosedurnya dan panduan tim akreditasi universitas ya akreditasi, yang pemantauan dan macam-macam, semua sudah dijalani nah rupanya kendalanya ada di BAN-PT,” katanya.

Dedy menolak bahwa kerugian mahasiswa adalah tanggung jawab pihak kampus, karena menurutnya kerugian yang menimpa mahasiswa tersebut adalah proses di luar persoalan dan kewajiban kampus.

“Namun mereka harus ingat bahwa status mereka adalah pendaftar, itu kan otomatis belum diterima, makanya jangan langsung memastikan akan diwisuda. Ada yang mau salon, katering itu kan sudah keluar dari universitas. Sampai bilang, “ini pak nanti ganti rugi” dan ya mana ada ganti rugi itu kan proses di luar, kecuali kerugiannya yang terkait kewajiban di universitas,” jawabnya.

Nantinya 14 mahasiswa tersebut akan diagendakan wisuda di bulan November mendatang. Namun dirinya tak bisa memastikan, bahwa 14 mahasiswa ini harus melalukan pendaftaran kembali wisuda, atau langsung mengikuti upacara wisuda.

Exit mobile version