Hasil, Buah Dari Proses

Efrida Warganegara
542 dibaca

1.-Hasil,-Buah-Dari-Proses

teknokra.co : Rabu, 23 Maret 2011 sekitar pukul 09.00, berjejer mobil-mobil elit di pelataran Gedung Serba Guna Unila. Persis di depan pintu utama terpampang karangan bunga “Selamat Atas Pengambilan Sumpah Dokter”.

Seorang wanita turun dari mobilnya dan berjalan masuk ke dalam gedung. Ia kenakan setelan baju coklat dengan jilbab krem. Selendang coklat menenteng di bahunya.

Seorang karyawan Fakultas Kedokteran Unila memanggilnya, mengajaknya keluar untuk berfoto bersama. Karyawan itu menyeru ”Ayo ikut foto, jarang-jarang foto bareng prof.” Ia menurut, dan berpose bersama 30 orang dokter muda dan beberapa karyawannya.

Di dalam gedung, 30 calon dokter berjalan rapi memasuki ruangan dengan iringan lagu Godeamus lantunan Paduan Suara Mahasiswa Fakultas Kedokteran Unila.

Prof. dr. Efrida Warganegara akrab disapa Prof. Efrida. Siang itu ia terharu dan merasa bangga setelah untuk kedelapan kalinya, mahasiswa kedokteran diambil sumpah. Terlebih karena ia sudah sembilan tahun menjabat Kepala Jurusan Persiapan Fakultas Kedokteran kini Fakultas Kedokteran, sejak 2002.

Prosesi pengambilan sumpah dokter di bawah kepemimpinannya sebagai kepala jurusan, sudah mencapai angkatan ke-8 sejak Program Studi Pendidikan Dokter berdiri tahun 2002. Saat ini Fakultas Kedokteran telah meluluskan 165 dokter dengan 128 dokter telah lulus Uji Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI).” Seorang dokter harus mengikuti UKDI ini agar dapat melakukan praktik dokter sebagaimana yang diatur dalam undang-undang praktik kedokteran Indonesia,” tutur Efrida saat memberi sambutan.

***

Efrida lahir di Tanjungkarang, 23 Desember 1950. Ia anak dari pasangan R. Oesmoei Warganegara dan Armalia Alamsyah. Ayahnya seorang polisi sehingga ia pun sering berpindah tempat tinggal.

Sejak kelas 6 sekolah dasar, Efrida sudah bercita-cita ingin menjadi dokter. Semua berawal saat ia mengidap penyakit tipus selama beberapa minggu. Saat itu, ia ditangani seorang dokter dari India hingga berangsur sembuh. “Saya kagum dengan dokter itu, bisa menyembuhkan saya. Dari situ saya bercita-cita ingin menjadi dokter,” ujarnya mengenang.

Usai menamatkan pendidikan sekolah dasar, ia bersama keluarga hijrah ke Palembang. Masa kecil hingga remaja ia jalani di Kota Pempek. Gelar Sarjana Kedokteran, ia raih dari Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, Palembang. Karena prestasi dan ketekunannya, ia langsung diangkat menjadi dosen di tempatnya menimba ilmu itu.

Ia lalu dipersunting Dirwansyah Sesunan dan kini dikaruniai empat orang anak, satu laki-laki dan tiga perempuan. Efrida hijrah lagi ke Banjarmasin, Kalimantan Selatan mengikuti suami yang dipindahtugaskan ke daerah tersebut.

Di tempat barunya itu, ia mengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat. Tahun 1992, ia mendapat beasiswa dari Departemen Pendidikan Nasional untuk melanjutkan studinya di Universitas Padjadjaran, Bandung. Gelar Magister Kedokteran dilaluinya dengan cepat, tak sampai empat semester. Tak hanya itu, S-3 nya pun ia lalui dengan cepat di universitas yang sama dengan predikat cumlaude.

Nasib mempertemukannya kembali dengan tanah kelahirannya, Lampung, setelah suaminya pindah tugas. Kepindahan itu sesuai dengan keinginannya. Terlebih saat itu, Unila dibawah kepemimpinan Rektor Prof. Muhajir Utomo tengah membuka pendaftaran dosen. “Mendengar itu, saya coba mendaftar. Alhamdul ilahlangsung diterima,” ujarnya.

Januari 2001, Efrida langsung mendapat kepercayaan dari Unila. Ia dilibatkan dalam pembentukan Tim Teknis Persiapan Penyelenggaraan Pendidikan Fakultas Kedokteran Unila. Ia ditunjuk sebagai sekretaris tim.

Ia ditugasi membuat draf kurikulum. Pertengahan Januari 2001, ia ambil bagian dalam pemaparan proposal pembukaan Fakultas Kedokteran Unila bersama rektor dan tim dihadapan Tim Komisi Disiplin Ilmu Kesehatan di Jakarta.

Berbagai upaya dilakukan untuk menggolkan proposal usulan. Ia mencari dukungan sampai ke Pemerintahan Daerah Provinsi Lampung, DPRD Provinsi Lampung, Pemerintah daerah dan DPRD Kabupaten/Kota se-Provinsi Lampung.

Maret 2002 dilakukan revisi susunan tim teknis karena kepindahan Ketua Bidang Akademik, Wahyu Purwaganda ke Jakarta. Jabatan ketua tim pun disematkan padanya. Pekerjaan berat mulai dipikulnya, namun ia tak mau putus asa. “Jalani saja seperti air mengalir, pasti semua ada jalan keluarnya,” tuturnya.

Tim asuhannya lalu mendapat saran dari Komisi Disiplin Ilmu Kesehatan, untuk menyelenggarakan serangkaian kegiatan lokakarya atau rapat kerja. Rapat perdana pun mulai dilakukan April 2002 yang membahas Rencana Kurikulum Program Studi Pendidikan Dokter Unila. Disusul rapat kedua, Mei 2002 yang membahas tentang Rencana Pengembangan Jangka Pendek, Menengah. dan Panjang. Tak bosan, dilakukan lagi rapat ketiga yang membahas tentang Rencana Persiapan Pembukaan Program Pendidikan Dokter Unila.

Proposal tak kunjung mendapat tanggapan. Lagi-lagi, tak putus semangat, ia dan tim teknis mencari dukungan ke pemerintah daerah hingga mendapatkan dana untuk pengembangan Program Studi Pendidikan Dokter Unila selama lima tahun sejak tahun 2002-2007.

Gayung bersambut. Izin operasional Program Studi Pendidikan Dokter yang ditunggu-tunggu dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi dilayangkan pada 25 Oktober 2002, dan diterbitkan Surat Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas RI Nomor: 3195/D/T/2002. Sejak itulah, tim teknis mulai menyiapkan program penerimaan mahasiswa baru angkatan pertama tahun akademik 2002/2003.

Dari tahun ke tahun mulai terjadi peningkatan. Tahun 2007, berkat usaha ia dan timnya PSPD mendapatkan akreditas B hingga sekarang. Tak kalah menarik, di tahun 2008 PSPD sudah dapat meluluskan puluhan dokter.

Tak hanya sebagai ketua PSPD, ia juga mendapat amanah sebagai Koordinator Dokter Klinik di Unila. Ia juga mendapuk jabatan Wakil Ketua Tim Pendirian Rumah Sakit Pendidikan Unila.

***

Terbentuknya Program Studi Pendidikan Dokter ini masih dibawah naungan FMIPA. Niat Efrida bulat, ia dan teman-teman tim menginginkan status PSPD berubah menjadi fakultas, dan otonom dari FMIPA.

Pembentukan tim pembentukan Fakultas Kedokteran kembali disusun, hingga terjadi empat kali revisi. Efrida kembali menukangi tim bersama empat anggota, Waluyo Rudiyanto, Jhons Fatriadi, Dyah Wulan, Medi Indrasiswanto.

Awal Febuari 2011, tim beserta Pembantu Rektor II, Sulastri Ramli, berangkat ke Jakarta menghadap Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Men-PAN) untuk presentasi kelayakan PSPD menjadi fakultas.

Efrida menuturkan, banyak kendala yang dihadapi timnya. Mulai dari Sumber Daya Manusia, fasilitas, hingga perubahan kurikulum dari konvesional menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Namun sikap optimis telah tertanam dalam diri Efrida dan timnya.

Usai presentasi, perasaan dilingkupi kecemasan. Berharap semua sesuai keinginan. Hingga hari bersejarah pun tiba. Selasa 15 Maret 2011, Efrida mendapat telpon dari Jhons Fatriyadi Suwandi yang mengabarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional tentang pengesahan Fakultas Kedokteran yang ditunggu-tunggu pun datang. “Perjuangan selama ini akhirnya membuahkan hasil,” tutur Efrida sumringah.

Efrida tak lantas jumawa. Prestasi ini menurutnya buah dari proses. “Semua tak lepas dari kerja sama semua civitas akademika, para dokter, klinik, dosen-dosen, dan batuan serta support dari semua pihak. Akibat kerja tim dan kompak, semua dapat terselesaikan,” ujarnya mantap.

Saat disinggung mengenai siapa nantinya yang akan menjadi Dekan Fakultas Kedokteran, dengan tegas ia berujar “Penentuan ada di tangan rektor. Saya hanya menjalankan amanah sesuai yang ditugaskan.”

Laporan : Rukuan Sujuda

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

fifteen + fifteen =