Makanan dari Tumpukan Sampah

296 dibaca

teknokra.co : Panas terik siang itu, tak membuat Yani (45 th) menyerah. Meski keringat mulai membanjiri wajahnya, ia terus mengayuh gancunya untuk memilah-milah sampah.Sesekali ia memasukkan plastik, kertas, kardus, beling dan logam ke dalam keranjang bambu yang ia pikul.  Truk sampah terus hilir mudik memasuki kawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bakung, Teluk Betung Barat. Kali ini kendaraan yang berwarna kuning ini dipenuhi sampah sayuran yang berasal dari pasar. Saat sampah ditumpahkan, Yani berlari, berebut dengan ratusan pemulung lainnya mengambil sayur-sayuran, bumbu atau apapun yang masih layak dimakan menurut mereka. Saat Yani sedang memilah-milah, ia menemukan jeroan ayam yang dibungkus plastik bening, bergegas ia ambil.

Takut jeroan ayamnya busuk bila dibiarkan sampai sore, ia bergegas menepi dari tumpukan sampah seluas 14 hektar itu dan meletakkan keranjangnya di dekat gubuk yang biasanya ia gunakan untuk berteduh dan beristirahat. Sesaat ia rebahkan badan, lalu ia mulai membersihkan jeroan ayam yang di dapat tadi dengan air derigen yang sudah dibawanya. Setelah dirasa bersih ia masukkan jeroan ayam tersebut ke dalam kaleng dan ia rebus dengan sedikit tambahan garam. “Direbus dulu, jadi pas sore sampai rumah masih segar, gak busuk,” ungkap Ibu lima anak itu.

Selain jeroan ayam, biasanya Yani juga mengambil sayur-sayuran seperti kangkung, sawi dan kol, bumbu masak juga tak ketinggalan seperti cabai, bawang, rampai. Buah-buahan pun sering ia temukan seperti jeruk, rambutan dan apel.

Memakan makanan dari hasil mengambil di tempat pembuangan sampah ini tak pernah membuat Yani dan keluarganya sakit. Profesi sebagai pemulung sudah ia lakoni sejak 16 tahun lalu, ia tak pernah mengeluh sakit. “Saya gak pernah sakit, ya ngambilinnya yang masih bagus, kalau sudah busuk jangan dimakan lah,” ujar istri Sahlan yang bekerja di dinas pasar itu sambil sibuk memilah rongsokan.

Hampir semua pemulung di Bakung mendapat makanan untuk kebutuhan pokok seperti sayur-sayuran dan buah-buahan dari tempat pembuangan ini. Mereka jarang membeli kebutuhan pokok di pasar, karena truk pengakut sampah selalu membawakannya untuk mereka. Namun mereka tak pernah mengeluhkan sakit.

Hal serupa juga diungkapkan Maryam (40 th), ia tak pernah mengeluh sakit meski ia sering mengambil makanan di tempat pembuangan ini. Maryam sengaja datang ke Bakung dari kampung halamannya Way Kanan untuk bekerja sebagai pemulung, ia diajak saudaranya. Hampir setiap harinya ia dapatkan makanan dari tumpukan sampah, siang itu (28/2) ia dapatkan setumpuk labu siam dan bawang merah. Biasanya ia juga sering mendapatkan sayuran seperti kangkung, sawi, kacang panjang dan kol.

Ia mengaku tak pernah sakit perut meski setiap harinya mengonsumsi makanan tersebut. “ Gak pernah sakit perut, kalau sakit atau teler sudah lama kita berhenti gak ngambil makanan ini lagi”, tegas Bu delapan anak itu.

Maryam juga menambahkan, kalau ingin mengambil makanan di sini juga dilihat terlebih dahulu, seperti roti dari supermarket sudah kadaluarsa belum.  “ Pinter-pinter kita saja, cari yang masih bagus jangan milih yang busuk”, ujar Maryam menimpali. “Dapat yang gratis kan lumayan, ya walaupun keliatannya gimana gitu kalau orang yang gak biasa,” tambahnya.

Berbeda dengan Siti (33 th) yang baru bekerja dua bulan sebagai pemulung, ia tidak diperbolehkan suaminya mengambil makanan dari tempat pembuangan ini. Tak ada alasan ataupun komentar dari suaminya, setiap Siti pulang dan memasak makanan dari hasil mulungnya, suaminya tak pernah menyentuh makanan tersebut. Berulang-ulang hal tersebut terjadi membuat Siti malas mengambil makanan dari tumpukan sampah tersebut.

Namun, saat Siti kepepet mau tak mau ia tetap mengambil makanan dari tempat ini. Jadi kadang ia memasak dua jenis masakan yang berbeda, nanti suaminya memilih sendiri. Sama dengan teman-teman pemulung lainnya, Siti tak merasa jijik. Menurutnya, pilih yang masih layak dan masih bagus.

Para pemulung tak hanya mengambil makanan dari tempat sampah saja, mereka juga sudah berkawan dengan lalat-lalat yang tak mau kalah mengerumuni setiap makanan yang terbuka di tempat tersebut. Ratusan lalat selalu menyerbu di mana ada makanan yang terlihat. Sering saat mereka sedang santap siang, ke dua tangan mereka bekerja. Tangan kanan untuk makan dan tangan kiri mereka gunakan untuk menggibas-gibas lalat yang mengganggu.

Biasanya para pemulung membuka bekalnya masing-masing yang sengaja mereka bawa dari rumah bila waktu siang tiba. Mereka makan bergerombol di gubuk-gubuk yang berjejer di sepanjang tepi pembuangan. Rasa lapar membuat mereka tak peduli bila harus berbagi dengan lalat-lalat hijau itu.

Bila dilihat dari nilai gizinya, sudah tentu makanan yang dikonsumsi para pemulung belum memenuhi kandungan gizi yang baik. Makanan yang memenuhi nilai gizi yang baik bila makanan tersebut mencukupi makanan gizi seimbang, seperti terpenuhinya karbohidrat yang berasal dari padi, jagung ataupun gandum, protein  hewani berasal dari telur dan susu, protein nabati berasal dari kacang-kacangan, dan mineral berasal sayur-sayuran dan buah-buahan.

Menurut Dewi Sri Sumardilah selaku Ketua Jurusan Gizi Poltekes, makanan yang ada di tempat pembuangan bisa dikatakan sudah tidak layak dikonsumsi. Bila ditinjau dari teori makanan, jika makanan tidak sesuai dengan kondisinya maka sudah tidak layak dikonsumsi.

Dewi menambahkan, contohnya bila dilihat dari fisiknnya makanan tersebut sudah berubah warna, bau dan rasanya maka nilai gizinya sudah menurun dan seharusnya jangan dikonsumsi.   “ misal tekstur awalnya kenyal jadi lembek, warnanya berubah dari yang awalnya kuning jadi kemerah-merahan, baunya juga sudah tidak sedap,” tegas wanita 49 tahun ini.

Selain itu juga pola makan yang salah, bila mengambil buah-buahan di tempat pembuangan. Buah-buahan biasanya disuntik formalin, meskipun kadarnya sedikit. Contohnya saja jeruk paling lama bertahan seminggu, lima hari pun sudah jelek, tapi kalau di supermarket bisa sampai 2 minggu. Nah jeruk dari supermarket ini lari ke tempat pembuangan dan dikonsumsi para pemulung. Akan sangat berbahaya bila terus menerus dilakukan.

Lebih berbahaya lagi bila mengambil makanan yang mengandung kadar air tinggi, seperti ikan ataupun jeroan ayam. Seharusnya makanan yang kadar airnya tinggi disimpan pada suhu di bawah 1000 C, bila dalam waktu lebih dari 5 jam di biarkan dalam suhu kamar atau tempat terbuka sudah pasti ada bakteri atau mikroba yang dapat menyebabkan penyakit. “ memang secara kasat mata bersih, tapi itu sudah terkontaminasi”, tegas Dewi.

Memang setiap orang memiliki daya tahan tubuh yang berbeda-beda, namun bila terus mengonsumsi makanan-makanan yang sudah tidak layak biasanya daya tahan tubuh akan menurun. Efek sampingnya baru terlihat 10 s.d 20 tahun yang akan datang, seperti terkena kanker, jantung dan hipertensi. Kalau efek samping yang langsung biasanya muntah ataupun diare. Namun, bila alasan para pemulung itu adalah kebutuhan ekonomi, kita tidak bisa mencegahnya. Hanya menyarankan untuk lebih teliti memilih makanan seperti jangan memakan makanan kadaluarsa.

Laporan : Rukuan Sujuda

Exit mobile version