Bandarlampung Disandera Macet

Foto: Wawan Taryanto
297 dibaca
Foto: Wawan Taryanto
Foto: Wawan Taryanto

teknokra.co : Rizal cemas dengan wacana pengalihan rute angkutan kota dari jalan protokol ke lokasi pinggiran kota. Ia khawatir, pendapatannya sehari-hari sebagai sopir angkutan kota jurusan Tanjung Karang-Rajabasa tak cukup memenuhi kebutuhan hidup atau sekadar membayar uang setoran pada pemilik mobil.

“Saya dan teman-teman sesama sopir angkot tidak setuju dengan adanya pemindahan rute karena beroprasinya Bus Trans Bandar Lampung. Di jalan utama saja kita susah cari penumpang, apalagi dipindah rute ke jalan-jalan pinggiran,” ungkap Rizal.

Menurut Rizal, kemacetan bukan hanya disebabkan oleh angkutan kota, melainkan semakin menjamurnya kendaraan pribadi. “Liat saja perbandingan antara angkot dengan kendaraan pribadi, satu angkot berbanding berapa? Kendaraan pribadi yang mestinya dibatasi,“ tegasnya.

Rizal yang sudah 15 tahun menjadi sopir angkutan kota ini menuturkan, lalu lintas kendaraan di Kota Bandarlampung memang mengalami peningkatan drastis. Seiring dengan itu, minat masyarakat untuk menggunakan angkutan umum sebagai sarana transportasi kota pun semakin menurun dan umumnya beralih pada kendaraan pribadi. “Tahun 2005, saya sampai harus menolak penumpang, tapi sekarang susah,” keluhnya.

Walikota Bandar Lampung Herman HN menuturkan, Bus Rapid Transit (BRT) merupakan solusi tepat untuk mengurai kemacetan. Daya tampung satu bus sama dengan 4-5 angkot, dengan demikian jumlah kendaraan akan berkurang signifikan. Selain itu dari segi kenyamanan, BRT dilengkapi dengan AC, kursi jok dengan posisi saling berhadapan. Salah satu maharnya yakni mengalihkan rute angkutan kota dari jalan-jalan protokol ke jalan ranting.

Kepala bidang angkutan jalan Dinas Perhubungan Kota Bandarlampung, Hujatullah mengatakan, pengadaan BRT telah melalui koordinasi dengan berbagai pihak seperti Organda, Dinas Perhubungan, Dinas Pekerjaan Umum, Polisi, serta para sopir angkutan umum di Bandarlampung.

Pengelolaan BRT akan diserahkan sepenuhnya kepada pengusaha bus, karena keterbatasan anggaran pemerintah kota. Rencananya sebanyak 200 bus akan dioperasikan. Saat ini sudah tercatat 26 perusahaan otobus (PO) yang sudah diproses untuk izin prinsip ke Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung. Pemerintah kota juga telah menetapkan tujuh trayek yang akan dilalui BRT.

Ketujuh trayek itu adalah Rajabasa-Sukaraja dengan warna bus hijau muda, Korpri-Sukaraja dengan bus berwarna biru, Rajabasa-Panjang dengan bus berwarna biru muda, Kemiling-Ir Sutami dengan bus kuning, Kemiling-Sukaraja dengan bus orange, Rajabasa-Pasar Cimeng dengan bus warna hijau, dan bus warna merah untuk jurusan Panjang-Lempasing. Terkait tarif, Dinas perhubungan akan menetapkan satu tarif untuk satu rute yang dilalui BRT. “Pertengahan tahun, sekitar Juli Insyaallah bisa direalisasikan,” ujar Hujatullah.

Untuk tahap awal, BRT akan dioprasikan di dua trayek terlebih dahulu yakni trayek Rajabasa-Sukaraja dan Korpri-Sukaraja. Pada setiap trayek juga akan dibangun beberapa halte sebagai tempat transit penumpang. Penetapan titik-titik halte dilakukan dengan survei yang dinilai dari lokasi naik dan turunnya penumpang bus dan kelayakan tempat. Untuk tahap awal disediakan 70 halte untuk mendukung dua trayek. Sedangkan untuk menunjang ketujuh trayek diperlukan sekitar 218 titik halte.

Ketua Angkutan Orang Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung, Bambang mengatakan, pengalihan angkutan kota dari jalan protokol dilakukan untuk menertibkan angkutan kota yang kerap melakukan pelanggaran lalu lintas. “Angkutan kota sering menaikkan dan menurunkan penumpang secara sembarangan,” ujarnya.

Bambang menegaskan, kebijakan pengalihan rute bukan untuk menggeser keberadaan angkutan kota. Angkot akan tetap beroperasi dengan trayek baru. Lima trayek untuk angkot pun sudah disiapkan, yakni Kemiling-Sukarame, Waykandis-Kemiling, Waykandis-Batu Putu, Sukarame-Sukaraja, dan Kemiling- Ir Sutami.

Ketakutan sopir angkot menurut Hujatullah lebih pada kondisi psikologis, karena sopir belum tahu pasti trayek yang akan dilalui. Adanya rute baru justru akan melebarkan daya jelajah angkutan dan bisa menguntungkan calon penumpang. “Para sopir angkot bisa jemput bola jika ingin mengambil penumpang. Jadi penumpang tidak harus ke pinggir jalan raya,” tuturnya.

Iwan Gunawan, Kepala Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandar Lampung, mengatakan, pihaknya akan melakukan upaya perbaikan infrastruktur jalan untuk mendukung program BRT. “Setelah survei lokasi calon trayek akan dilakukan perbaikan jalan-jalan yang rusak.”

Menanggapi rencana pengadaan BRT, pemerhati transportasi, Sasana Putra mengatakan, BRT belum menjadi solusi terbaik untuk mengurai kemacetan. Hal paling penting yang harus dilakukan pemerintah adalah mengubah prilaku disiplin masyarakat dan membatasi penggunaan kendaraan peribadi. Kualitas pelayanan dan fasilitas angkutan umum juga harus ditingkatkan guna memberi kenyamanan sehingga memiliki daya tarik untuk masyarakat.

Kondisi jalan di Bandarlampung juga belum memadai untuk dioperasikannya BRT. Dari segi geometrik, radius tikungan di jalan kota Bandarlampung belum mampu dilewati oleh kendaraan besar seperti bus. Hal ini akan menyebabkan rawan terjadi kecelakaan dan memperlambat arus lalu lintas. Pemerintah juga harus mempertimbangkan prediksi demand (permintaan), frekuensi layanan, jenis bus serta infrastruktur jalan.

Pemerintah juga harus mempertimbangkan rute utama dan rute pendukung. BRT memerlukan jalur khusus seperti bus way yang beropreasi di Jakarta. Nantinya jalur tersebut hanya akan dilewati oleh BRT. “Kalau jalan yang digunakan BRT juga dilalui oleh kendaraan lain maka BRT tidak akan menangani masalah kemacetan,” tutur pengajar Teknik Sipil Unila ini.

Sementara itu, Benyamin selaku pemerhati perkotaan mengatakan, setuju dengan solusi kemacetan yang ditawarkan pemerintah melalui program BRT, namun pemerintah mesti melakukan evaluasi mendasar. Pemerintah harus memikirkan cara yang realistis untuk menangani kemacetan. Jangan sampai kebijakan seperti pengadaan BRT dan pembangunan fly over malah menimbulkan masalah baru. Pemerintah juga harus mempertimbangkan agar kebijakan yang dipilih tidak merugikan pihak lain seperti berkurangnya pendapatan sopir angkutan kota bila rute dialihkan dari jalan protokol ke jalan ranting.

Laporan :  Agnes Lisdiani, Lutfi Yulisa

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

3 × four =