Bustami Zainudin Kritisi Minimnya Penggunaan Bahasa Daerah Lampung

Senator sekaligus Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Lampung, Bustami Zainudin saat menjadi pembicara dalam ruang diskusi “Satu Malam 27 an” oleh Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung (Unila) di Graha Kemahasiswaan Unila Lt.1 pada Kamis,(27/7). Foto : Teknokra/ Rara Maharani Bintang Lampung.
453 dibaca

Teknokra.co : Senator sekaligus Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Lampung, Bustami Zainudin mengutarakan kritiknya pada penggunaan bahasa daerah Lampung yang minim di kalangan masyarakat Lampung. Hal itu ia sampaikan saat menjadi pembicara dalam ruang diskusi “Satu Malam 27 an” oleh Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung (Unila) di Graha Kemahasiswaan Unila Lt.1 pada Kamis,(27/7).

Dalam kritiknya, ia mengeluhkan penggunaan bahasa daerah di sejumlah kalangan masyarakat Lampung yang kini sudah mulai luntur, hal itu ditandai dengan penggunaan bahasa daerah Lampung yang hanya digunakan pada saat kegiatan hari besar tertentu.

“Sayang kalau identitas budaya Lampung hilang dan hanya dipakai saat acara besar saja,” keluhnya.

Ia menuturkan, bahwa Lampung memiliki Piil Pesenggiri yang harus dilestarikan serta terbuka, terutama untuk masyarakat daerah Lampung bahkan di luar suku daerah Lampung.

“Orang Lampung itu Nemui Nyimah atau terbuka, terbuka dalam hal suku lain selain Lampung,” tuturnya.

Ia juga berpesan kepada masyarakat, khususnya daerah Lampung untuk bisa terus menyesuaikan bahasa terhadap penggunaan bahasa daerah di tempat tinggal atau singgah.

“Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Kalau kita menginginkan sebuah budaya lestari, maka kita harus menyesuaikan di mana kita berada. Bisa dimulai dengan pemakaian bahasa Lampung setiap hari Senin dan Jum’at atau biasa disebut dengan Hari Berbudaya,” pesannya.

Selaras dengan Bustami Zainudin, Pemerhati Budaya Lampung, Ari Pahala Hutabarat  juga menyampaikan, bahwa dalam melestarikan budaya Lampung dengan minimnya populasi penduduk asli Lampung, hal itu menjadi tantangan bagi masyarakat.

“Dalam ilmu statistik, populasi penduduk asli Lampung hanya 13% yang menjadi tantangan untuk melestarikan budaya Lampung itu sendiri,” ujarnya.

Ari juga memberi sebagian ilmu antropologinya, bahwa dalam hal ini masyarakat Lampung juga harus berbaur sesuai dengan keberadaannya.

“Dalam ilmu Antropologi, yang asing dibuat dekat, yang dekat dibuat berjarak. Artinya kita yang berada di Lampung, maka kita harus mendekatkan jarak dengan budaya kita sendiri,” katanya.

Aktivis Lampung, Neri Juliawan juga ikut mengomentari soal kondisi nilai kebudayaan dan peradaban Lampung saat ini.

“Kebudayaan selalu disandingkan dengan kata perabdaban, ketika disandingkan maka seluruhnya menjadi nilai kebudayaan dan peradaban itu. Objek kebudayaan kita sekarang lebih kreatif, hasil budaya banyak dikembangkan,” ucapnya.

Sebuah ruang diskusi ini merupakan program UKMBS Unila, yang dilangsungkan rutin pada tanggal 27 di setiap bulannya. Pada bulan ke-tujuh ini, mengusung tema diskusi ”Kebudayaan Lampung dengan Perspektif Senator,” yang dihadiri oleh sejumlah senator Lampung sebagai pembicara pada ruang diskusi malam itu.

Reporter : Rara Maharani Bintang Lampung

Penyunting : Sepbrina Larasati

Penulis: Rara Maharani Bintang LampungEditor: Sepbrina Larasati

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

two + three =