Kampus  

Aktivitas Baru Anak Sahabat Pulau

210 dibaca

Pahawang

Riuh tawa anak sahabat pulau membuat gaduh lapangan pahawang, disebuah podok yang tak jauh dari bibir pantai, mereka berkumpul untuk mengikuti training motivasi dari Mahasiswa anak sahabat pulau.

Sesaat suasana hening ketika Herdizal mulai membuka training motivasi dengan menawarkan uang lima ribuan kepada anak-anak sahabat pulau. “siapa yang mau uang ini?”, anak – anak sahabat pulau tidak berkomentar. Lalu Herdizal pun menawarkan uang sepuluh ribu yang sebelumnya telah diinjaknya terlebih dahulu, tetap tidak ada yang mau mengambil uang itu. Terakhir ia menyodorkan uang lima puluh ribu dengan harapan ada yang mau maju mengambil uang tersebut, alhasil sama saja, tidak ada ada yang maju untuk mengambilnya kendati setiap tawaran nilai uang ditambah.

Dari sedikit gambaran training motivasi tersebut, Herdi sapaan akrabnya dapat menyimpulkan betapa rendahnya mental anak- anak pulau pahawang. Keceriaan memang tidak pernah terenggut, setiap hari nya mereka lalui dengan bermain bersama teman-teman sebayanya, laut yang berada di depan rumah menjadi makanan mereka sehari-hari, bahkan kulit mereka pun tak ada nampak putih atau setidaknya sawo matang, semua hitam keling. Namun, belajar yang seharusnya menjadi tanggung jawab utama sering mereka lalaikan.

“M. Rosyid guru mengaji anak-anak pulau pahawang , mengeluhkan kondisi pendidikan anak-anak pulau. tidak hanya pendidikan di sekolah, dalam hal keagamaan pun sangat kurang. “anak-anak semangat belajarnya kurang, lebih suka bermain dan mencari ikan.” Keluh pria 52 tahun ini.

Tenaga pendidik yang sedikit menjadi sebab lemahnya tingkat pendidikan di pulau yang memiliki luas 1020 hektar ini. Dari 200 siswa SD hanya ada 3 orang PNS, selain itu sebagai guru honorer dan sukarelawan. Letak sekolah yang sulit dijangkau serta minimnya sarana dan prasarana membuat Novia Larasati siswa yang baru saja lulus kelas 3 SMP harus memutar otak untuk memilih sekolah yang sedikit berkualitas. Ia pun berniat melanjutkan pendidikan di daerah Hanura, jauh dari tempat tinggalnya.

Sekolah satu atap yang berjarak 4 KM dari perkampungan warga membuat aksesnya sedikit sulit. Sebagian siswa memilih mengendarai motor untuk menuju sekolah tersebut. Namun siswa yang tidak memiliki kendaraan biasanya harus menggunakan jasa ojek dengan merogoh kecek dua ribu rupiah setiap harinya.

oleh : Yurike, desvi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

5 × two =