Teknokra.co : Menanggapi kasus pelecehan seksual verbal yang terjadi pada salah satu Mahasiswa Universitas Lampung (Unila), yang diduga dilakukan oleh salah satu Satuan Pengamanan (Satpam) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unila, mendapat respon dari pihak lembaga advokasi perempuan dan anak, yakni Perkumpulan Damar.
Menurut pihak Damar, sanksi yang tepat untuk memberikan efek jera kepada pelaku ialah melalui jalur hukum. Hal ini disampaikan oleh Eka Tiara Chandrananda selaku Direktur Eksekutif Perkumpulan Damar pada Senin, (11/12).
“Untuk memberikan efek jera kepada pelaku maka penegakan hukum adalah cara yang tepat agar perbuatan serupa tidak terulang lagi dikemudian hari,” ungkapnya.
Eka menuturkan, sebagai upaya perlindungan atas tindakan kekerasan atau pelecehan, setiap lembaga termasuk Perguruan Tinggi harus memiliki aturan perlindungan internal bagi seluruh civitas akademika, termasuk mengatur hukuman bagi pelaku tindakan kekerasan atau pelecehan seksual.
“Perlindungan atas tindakan kekerasan penting, setiap lembaga termasuk perguruan tinggi memiliki aturan perlindungan internal yang mengikat bagi seluruh civitas akademika. Dimana dalam kebijakan tersebut juga mengatur hukuman bagi pelaku,” tuturnya.
Ia menyampaikan, bahwa pelecehan seksual verbal merupakan bentuk kekerasan psikis yang berakibat luka atau derita psikologis hingga penderitaan psikis yang berat pada korban.
“Kekerasan verbal merupakan bentuk kekerasan psikis, yang berakibat pada luka atau derita psikologis bagi korban, hingga mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, atau penderitaan psikis berat pada seseorang,” katanya.
Menurutnya, perbuatan yang dilakukan diduga pelaku cukup mengakibatkan luka psikologis bagi korban. Dirinya juga menyinggung, jabatan yang dimiliki diduga pelaku seorang petugas keamanan kampus, justru seharusnya memberikan ruang aman bagi seluruh civitas akademika kampus terkhusus mahasiswa.
“Padahal seharusnya pihak keamanan kampus menjadi pihak terdepan yang memberikan perlindungan bagi seluruh civitas akademika kampus, khususnya mahasiswa,” ujarnya.
Ia juga menjelaskan, bahwa adanya hubungan yang tidak setara antara pelaku dan korban juga menjadi faktor penyebab. Di mana diduga pelaku berada di posisi superior dan korban di posisi inferior.
“Sementara penyebab kekerasan sendiri adalah adanya hubungan yang tidak setara antara pelaku dan korban. Pelaku berada pada posisi superior dan korban berposisi inferior,” jelasnya
Eka menyebutkan, bahwa kelompok yang rentan mengalami kekerasan adalah perempuan dan anak, di mana diduga pelaku adalah seorang laki-laki.
Selain itu, ia menyinggung peran Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Perguruan Tinggi sangat dibutuhkan dalam upaya pencegahan dan penanganan bagi korban.
“Satgas PPKS perguruan tinggi juga harus berperan dalam upaya pencegahan dan penanganan bagi korban kekerasan,” pungkasnya.