LMID Gugat UU Sisdiknas: Pendidikan Harus Jamin Hingga Perguruan Tinggi

Foto : Rilis/ LMID Bandar Lampung
66 dibaca

Teknokra.co : Gugatan uji materi terhadap Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) kembali menggema di Mahkamah Konstitusi. Liga Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (LMID) tampil sebagai pemohon utama dalam sidang perdana yang digelar pada selasa, (22/7).

LMID menilai bahwa ketentuan yang hanya mewajibkan negara membiayai pendidikan hingga jenjang dasar (usia 7–15 tahun) adalah bentuk ketimpangan struktural yang mencederai amanat konstitusi. Pasal ini dinilai secara terang-terangan menutup peluang generasi muda dari keluarga kurang mampu untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang menengah dan tinggi.

“Negara seolah berkata, ‘Kecerdasanmu cukup sampai usia 15 tahun saja,'” tegas Tegar Afriansyah selaku Ketua Umum Eksekutif Nasional LMID yang juga menjadi pemohon pertama.

Gugatan ini menyasar akar persoalan ketidakadilan pendidikan di Indonesia, dimana tanggung jawab negara nyaris berhenti setelah pendidikan dasar. Pembiayaan pendidikan lebih banyak ditanggung oleh individu dan lembaga non-negara, terutama di jenjang menengah dan perguruan tinggi.

“Padahal, kebutuhan belajar tidak berhenti di usia 15 tahun. Justru pada usia itulah masa depan seorang anak mulai ditentukan,” lanjutnya.

Menurut LMID, sistem pendidikan nasional saat ini terlalu bergantung pada sektor swasta, sementara negara justru mundur dari kewajiban konstitusionalnya. Hal ini bertentangan dengan amanat Pembukaan UUD 1945 yang menegaskan bahwa mencerdaskan kehidupan bangsa adalah tugas utama negara.

LMID juga mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam menyongsong visi Indonesia Emas 2045 dan bonus demografi. Jika akses pendidikan masih dibatasi oleh kemampuan ekonomi, maka gagasan tentang “sumber daya manusia unggul” hanya akan menjadi slogan kosong.

“Bagaimana mungkin kita bicara pembangunan manusia unggul kalau negara hanya membiayai pendidikan sampai SMA?” ujarnya.

Kuasa hukum LMID yaitu Bram, menambahkan bahwa para pemohon dalam perkara ini datang dari latar belakang beragam seperti seorang ibu rumah tangga pelaku UMKM, dua mahasiswa, dan seorang pelajar.

“Ini bukan isu eksklusif, ini menyentuh semua lapisan masyarakat. Maka pasal diskriminatif ini layak untuk diuji secara konstitusional,” ujarnya.

LMID menilai bahwa hingga 27 tahun pascareformasi, Indonesia belum mengalami transformasi sistemik dalam sektor pendidikan. Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 yang hanya menekankan tanggung jawab negara pada pendidikan dasar pun dianggap memuat bias struktural yang berbahaya.

“Konstitusi kita seolah menjamin pendidikan, tapi sekaligus membatasi siapa yang layak mendapatkannya,” tuturnya.

Melalui gugatan ini, LMID ingin mendorong hadirnya sistem pendidikan yang gratis, adil, dan inklusif untuk seluruh rakyat Indonesia tanpa diskriminasi kelas sosial. Gerakan ini bukan sekadar soal pasal, tapi soal masa depan bangsa.

“Kami ingin pendidikan tidak hanya untuk mereka yang mampu, tapi untuk semua. Untuk anak petani, buruh, ojek online, dan pedagang kecil. Karena kecerdasan tidak mengenal status sosial, dan negara tidak boleh pilih kasih,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

14 + five =