Lakukan Konsolidasi, BEM Unila Bahas Dugaan Kriminalisasi Mahasiswa Fisip

Foto : Teknokra/ M Farrel Dwi Athaya
166 dibaca

Teknokra.co: Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) Universitas Lampung (Unila) lakukan konsolidasi membahas dugaan kriminalisasi yang dilakukan Polresta Bandar Lampung terhadap mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Unila. Kegiatan berlangsung di Balai Rektorat Unila pada Sabtu, (11/10).

Konsolidasi ini dilatarbelakangi oleh penetapan mahasiswa Fisip sebagai tersangka atas laporan pengeroyokan. Hal tersebut disampaikan oleh Desi Latifatulhawa (Biologi ’22), anggota BEM Unila yang turut hadir dalam kegiatan tersebut.

“Latar belakangnya tentu karena adanya teman kita dari Fisip yang seharusnya menjadi penolong malah dijadikan tersangka oleh Polresta Bandar Lampung. Kami menilai adanya diskriminalisasi, dan melalui konsolidasi ini kami ingin mengangkat isu tersebut agar segera direalisasikan,” ujarnya.

Desi juga berharap agar konsolidasi ini dapat menghadirkan keadilan bagi semua pihak.

“Kami menginginkan keadilan bagi korban maupun pelaku. Harapannya, kasus ini dapat ditanggapi secara serius oleh Polresta Bandar Lampung serta Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan,” tambahnya.

Kasus dugaan penganiayaan terhadap perempuan ini dinilai menimbulkan ketimpangan dalam proses hukum. Mahasiswa yang berniat membantu korban justru ditetapkan sebagai tersangka.

Salah satu mahasiswa, Farhan Dwi Putra (Hubungan Internasional ’21) menyebutkan, terdapat sejumlah kejanggalan selama proses pemeriksaan berlangsung.

Menurut Farhan, kejanggalan tersebut antara lain:

1. Kasus awalnya ditangani oleh Unit Jatanras, namun kemudian dialihkan ke Unit 5 Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA).

2. Dalam proses pemeriksaan, penyidik menanyakan “apakah siap ditahan?”, yang dinilai Farhan sebagai bentuk intimidasi dan tidak sesuai asas praduga tak bersalah.

3. Saat pendamping hukum korban, Zahra Adellia Dewi Jimny, datang untuk mencabut laporan, penyidik sempat menolak sebelum akhirnya menerima berkas setelah menerima panggilan telepon.

Farhan menambahkan, laporan pencabutan tersebut tidak jadi dilakukan karena masih tercantum nama korban kedua, Ananda Della Citra, yang tidak menyetujui pencabutan laporan.

“Zahra mau mencabut laporan, tapi tidak bisa sepihak karena di situ juga ada nama Della sebagai korban kedua. Della masih di pihak kami,” jelasnya.

Hasil dari konsolidasi tersebut menghasilkan lima poin tuntutan, yaitu:

1. Menuntut Polresta Bandar Lampung melakukan penyidikan yang adil, profesional, dan transparan tanpa memandang status sosial atau afiliasi politik.

2. Meminta Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri mengawasi proses hukum agar tidak terjadi dugaan penyalahgunaan wewenang.

3. Menuntut penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap laporan yang menetapkan lima mahasiswa sebagai tersangka.

4. Meminta Komnas Perempuan dan lembaga perlindungan korban memberikan pendampingan kepada perempuan yang menjadi korban kekerasan.

5. Meminta Polresta Bandar Lampung melanjutkan penyelidikan terhadap dugaan penganiayaan, penyekapan, dan penculikan yang dialami mahasiswi Unila.

Poin-poin tuntutan tersebut akan dibahas kembali dalam konsolidasi lanjutan yang dijadwalkan berlangsung pada Minggu sore di Balai Rektorat Unila.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

two × one =