teknokra.co: Seorang jurnalis profesional harus mampu dan paham bagaimana cara memverifikasi suatu mis/disinformasi. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Aghnia Adzkia, Data Journalist BBC dalam Webinar Series dengan tema “Melawan Infodemi Covid-19” seri keenam yang diadakan oleh AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Indonesia, Senin (22/2).
Webinar yang diadakan melalui aplikasi Zoom Meeting dan disiarkan lewat kanal Youtube AJI Indonesia dengan tajuk ”Bagaimana Memverifikasi Pseudosains Covid-19?” ini mengupas tuntas tentang langkah yang harus dilakukan oleh jurnalis dalam memverifikasi pseudosains di masa pandemi saat ini.
Aghnia menyederhanakan pseudosains sebagai mitos. Ia kemudian memberikan beberapa contoh mitos tentang Covid-19 yang beredar luas di masyarakat.
“Menggunakan masker terlalu lama bisa menghambat oksigen yang masuk ke tubuh, narasi yang dibangun itu terdengar sangat ilmiah, tapi sebenarnya itu adalah mitos,” ujarnya.
Aghnia memberikan enam cara yang bisa dilakukan oleh jurnalis untuk melakukan pengecekan suatu informasi yaitu mengecek klaim per klaim, mewawancarai ahli, mengulik profil penyebar mis/disinformasi, merumuskan video atau teks penjelasan melalui grafis, mendengarkan cerita orang pertama, dan melakukan riset mendalam.
”Kita sebagai garda terdepan dalam tanda kutip menyajikan informasi harus membudayakan banyak membaca jurnal ilmiah, karena yang kita hadapi itu bukan politisi yang asal plan tapi ini adalah satu ilmu pengetahuan yang masih dikembangkan,” pesannya untuk para jurnalis.
Senada dengan Aghnia, Dyna Rochmyaningsih selaku Direktur Eksekutif Society of Indonesia Science Journalists juga memberikan strategi dalam meliput pseudosains.
“Langkah yang harus kita lakukan yaitu memahami apa itu sains, memahami metode ilmiah, membaca berita-berita sains, membaca jurnal ilmiah, dan membangun jejaring dengan ilmuwan,” tuturnya.
Ia juga menekankan bahwa kolaborasi dengan ilmuwan adalah hal yang penting karena seringkali ada gap antara ilmuwan dan jurnalis. Menurutnya, dalam perkembangan ilmu pengetahuan terutama di masa pandemi ini seringkali kebenaran sains itu berubah.
“Jadi, seringkali tidak ada jawaban pasti ya atau tidak. Sedangkan kita jurnalis ingin menampilkan sesuatu yang sederhana dari penjelasan yang diungkapkan oleh ilmuwan,” pungkasnya.
Penulis: Antuk Nugrahaning Pangeran