Teknokra.co : Usai pelantikan resmi Badan Eksekutif Mahasiswa tingkat Universitas Lampung (BEM-U) bersama Organisasi Mahasiswa (Ormawa) lainnya, sejumlah spanduk protes penolakan bertebaran pada Senin, (19/2). Spanduk berisi penolakan tersebut akibat dari dugaan kecurangan dalam proses Pemira Unila tahun 2024.
Selain bertebaran di lingkungan Unila, spanduk tersebut terpampang di luar kampus, tepatnya di Jembatan Penyebrangan Orang (JPO) Universitas Bandar Lampung (UBL).
Usai melantik, Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Unila, Anna Gustina Zainal turut merespon. Menurut Anna, hal itu merupakan salah satu dinamika dalam demokrasi yang harus saling menghargai.
“Dinamika dalam demokrasi tentu saja kita tetap menghargai. Itu hak setiap orang untuk menyampaikan pendapatnya, tapi tentu saja pada saat hak kita dihargai oleh orang lain maka kita juga harus menghargai orang lain itu baru namanya demokrasi,” ujarnya.
Dirinya berujar, bahwa dalam hal ini pihaknya juga harus mengambil keputusan untuk melantik BEM-U.
“Kita harus mengambil keputusan dan harus disadari bahwa tidak semua keputusan itu akan menyenangkan semua pihak,” tuturnya.
Ia mengimbau mahasiswa untuk belajar menjadi pemenang sekaligus belajar menerima kekalahan.
“Kita sama-sama belajar untuk bagaimana jadi pemenang sekaligus kita harus belajar untuk menerima kekalahan,” katanya.
Proses demokrasi di Unila yang sudah dilalui akan menjadi catatan evaluasi pihaknya untuk lebih baik di tahun berikutnya.
Tentu sorotan mahasiswa juga tak lepas, salah satunya Wahyu Romadhon (Ilmu Hukum’20). Menurut Wahyu, pihak Rektorat sengaja tutup mata dan telinga di tengah dugaan proses kecurangan Pemira, sehingga tetap melantik Ketua dan Wakil Ketua BEM-U terpilih secara resmi.
“Buta dan tulinya gitu Rektorat yang sampai hari ini tidak mengindahkan itu semua begitu kan dan hari ini tetap melantik ketua yang jelas dari proses dan status yang problematik,” tegasnya.
Spanduk protes penolakan yang bertebaran sangat diwajarkan Wahyu, lantaran dugaan kecurangan dalam proses Pemira Unila tahun ini sangat jelas terlihat. Mulai dari dugaan penggelembungan suara Pemira, hingga status non-aktif Ketua BEM-U terpilih sebagai mahasiswa disebut Wahyu sudah tak layak dilantik, untuk mengemban jabatan sebagai pemimpin BEM di tingkat universitas.
“Wajar-wajar saja karena emang prosesnya sudah kayak gitu. Ini merupakan buntut dari proses pemira yang curang kemarin yang mana sudah jelas-jelas secara naluri dan segala macemnya sudah bisa dibuktikan,” tegasnya.
Ia berkeyakinan, bahwa sampai saat ini civitas akademika Unila terutama mahasiswa sangat mendambakan sosok pemimpin yang berasal dari proses dan status yang baik.
“Saya yakin mahasiswa Unila itu mau dipimpin oleh orang-orang yang berasal dari proses yang baik dan dari status yang baik juga,” ujarnya.
Sepantauan Teknokra, beberapa spanduk tersebut sudah dicopot di lingkungan Fakultas Unila, kecuali Gedung Lama Graha Kemahasiswaan Unila dan JPO UBL.