Diseminasi Liputan Investigasi, Soroti Kerusakan Hutan Lampung

Foto : Teknokra/ Dhefalia Choirunisa
105 dibaca

Teknokra.co : Adakan diseminasi liputan investigasi kolaborasi, The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) Simpul Lampung bersama Teknokra Unila, Taman Diskusi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Lampung (Unila), Pojok Fisip Unila, Aliansi Pers Mahasiswa Lampung (APML), dan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sosiologi Unila menggelar nonton bareng dan diskusi publik Mentawai-Lampung dengan tema “Menjaga Hutan Pulau Kecil Dati Penjarahan” di Gerha Kemahasiswaan Unila pada Kamis, (25/5).

Kondisi hutan di Provinsi Lampung kian memprihatinkan. Data mencatat sekitar 37 persen atau 330 ribu hektare hutan mengalami degradasi. Hal ini memicu penurunan kualitas lingkungan hidup, banjir, hingga konflik agraria yang berkepanjangan.

Perwakilan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung, Annisa Despitasari atau Puja, menyampaikan bahwa kerusakan hutan Lampung tidak hanya berdampak pada ekologi, tetapi juga menyumbang emisi karbon lebih dari 161 megaton.

“Alih fungsi hutan menjadi perkebunan sawit dan tebu mempercepat kerusakan serta memperburuk krisis iklim,” ujarnya.

Ia menekankan, hutan memiliki nilai spiritual dan ikatan batin dengan masyarakat, bukan sekadar aset ekonomi.

Senada dengan itu, Koordinator SIEJ Simpul Lampung Derri Nugraha, menilai perusahaan kerap menghabiskan Hak Guna Usaha (HGU) tanpa melakukan reboisasi.

“Hujan sedikit saja langsung banjir, karena hutan habis dan tidak ditanam kembali. Logika kapital hanya menekan biaya produksi, tanpa peduli dampaknya,” tuturnya.

Pemerintah daerah pun tidak menutup mata. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, Yanyan Ruchyansyah, mengakui terjadinya kerusakan hutan sebesar 37 persen.

“Kami tidak memungkiri kondisi kawasan hutan yang mengkhawatirkan. Aturan jelas melarang budidaya di hutan lindung, namun praktik di lapangan masih banyak pelanggaran,” ungkapnya.

Sementara itu, Arif Ridho Tawakal, perwakilan Staf Divisi Sipil dan Politik Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)–Lembaga Bantuan Hukum (LBH), menyoroti konflik agraria dan mafia tanah yang semakin merajalela.

“Mafia tanah di Lampung terstruktur, melibatkan oknum sipil hingga aparat. Ironisnya, petani yang memperjuangkan tanahnya justru dikriminalisasi,” tegasnya.

Salah satu kasus yang disorot adalah konflik antara warga tiga kampung di Lampung Tengah dengan PT BSA. Perusahaan melaporkan delapan petani dengan tuduhan penyerobotan lahan. Kasus tersebut naik ke penyidikan hanya dalam waktu kurang dari 24 jam.

LBH mendesak pemerintah melakukan pengukuran ulang HGU perusahaan untuk mengurangi konflik agraria yang terus meluas.

Jurnalis Tempo, Fachri Hamzah, yang mengikuti diskusi secara daring dari Sumatra Barat, menyoroti bahwa fenomena serupa juga terjadi di Mentawai. Banyak kawasan hutan yang dikelola pemerintah secara besar-besaran justru menimbulkan kerusakan.

Ia mengimbau agar pemerintah lebih memprioritaskan kebutuhan masyarakat daripada kepentingan korporasi yang berorientasi pada ekonomi semata.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

11 − five =