Imbas Gelar Pahlawan Soeharto, Mahasiswa Lampung Lakukan Aksi Pencerdasan

Foto : Teknokra / Aulia R.A.
28 dibaca

Teknokra.co: Kolektif mahasiswa Lampung lakukan aksi pencerdasan sebagai bentuk penolakan atas gelar pahlawan Soeharto di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Lampung pada Kamis, (13/11).

Tepat pada tanggal 10 November 2025, Soeharto secara resmi digelari pahlawan nasional Indonesia. Hal ini menjadi keputusan kontroversional yang memicu banyak reaksi di kalangan masyarakat dan mahasiswa. Salah satu bentuk reaksi kontra akan penyematan gelar ini adalah aksi pencerdasan yang diadakan oleh kolektif mahasiswa Lampung yang diadakan di depan kantor DPRD. Aksi ini dihadiri oleh beberapa organisasi seperti Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), dan unit kegiatan mahasiswa (UKM) yang ada di universitas di Lampung.

Jane Elizabeth selaku koordinator lapangan (korlap) mengatakan bahwa aksi ini didasari oleh luka yang masih terawat sampai hari ini.

“Pertanggal 10 November kemarin, Soeharto diangkat menjadi pahlawan nasional. Itu merupakan suatu kekeliruan dan pengkhianatan terhadap rakyat. Karena seperti yang kita ketahui, Soeharto merupakan penjahat kemanusiaan,” ujarnya.

Ia pun menyoroti betapa pentingnya aksi pada tanggal 13 November ini.

“Sangat penting dan genting menurut saya dan kawan-kawan. Karena gelar pahlawan nasional adalah gelar tertinggi, tetapi, malah diberikan kepada penjahat kemanusiaan,” ujarnya.

Ravael Simanjuntak yang merupakan peserta aksi dari Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) cabang Bandar Lampung memutuskan bergabung dengan massa karena menganggap Soeharto merupakan pelanggar HAM dan ia berpendapat bahwa isu mengenai gelar kepahlawanan kepada Soeharto ini penting untuk ke depannya.

“Karena kita pahami sendiri, Soeharto itu merupakan seorang yang melanggar HAM dan mencederai kepercayaan rakyat Indonesia saat itu,”

“Walau banyak orang yang mengira tidak penting, itu tetap berefek untuk masa depan kita. Emang mau kalau anak-anak kita nanti mencap Soeharto sebagai pahlawan?” Tambahnya.

Pada saat waktu maghrib menjelang isya, sekitar pukul 18.30 WIB. Massa mulai mencoba untuk masuk lebih jauh setelah berhasil melewati pagar kawat serta portal yang diatur oleh aparat. Akan tetapi, pihak kepolisian yang semula hanya menyusun barikade akhirnya mulai bergerak mendorong massa.

“Sempat ada sedikit gesekan dengan polri, karena kita memaksa untuk masuk untuk melakukan diskusi, aksi pencerdasan di pelataran gedung DPRD. Namun, polri menghalangi kita. Kita sudah melakukan konsolidasi dan negosiasi tapi tetap tidak bisa. Dan terjadi dorong-dorongan sampai ada dorongan yang keras,” ujar Jane Elizabeth selaku korlap.

Jane berharap pihak polri maupun pemerintahan bisa lebih menerima aspirasi rakyat serta memohon supaya kebijakan yang dikeluarkan berpihak kepada rakyat. Serta berharap kepolisian mengingat kembali tugas utamanya.

Hal ini juga dibenarkan oleh Ravael Simanjuntak. Bahwa memang ada adegan dorong-mendorong dari pihak polisi.

“Awalnya kami cuma ingin masuk ke dalam dengan damai, hanya saja ada beberapa oknum polisi yang mungkin tersulut emosi dan karena itu mereka langsung mendorong kami untuk keluar,” ujarnya.

“Tolong dengarkan suara rakyat. Gelar pahlawan itu sangat penting untuk sejarah bangsa Indonesia, apa layak kita menutupi masa kelam itu?” Harapnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

seventeen + five =