Kritisi Urgensi RUU Perampasan Aset, Mahasiswa Unila Lakukan Diskusi Publik

Foto : Teknokra/ Chelsea
144 dibaca

Teknokra.co : Diskusi publik bertajuk “Mengkaji Peran RUU Perampasan Aset dalam Mewujudkan Kepastian dan Keadilan Hukum di Indonesia” diselenggarakan di belakang Balai Rektorat Universitas Lampung (Unila) oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Keluarga Besar Mahasiswa (BEM U KBM) Unila, Himpunan Mahasiswa (Hima) Hubungan Tata Negara HTN) Fakultas Hukum (FH) Unila, serta Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas (UKMF) Pusat Studi Bantuan Hukum (PSBH) Unila pada Kamis, (25/9).

Mahbub Romzy Mahri, pemantik dari Hima HTN, mengungkapkan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset penting untuk dibahas lantaran tidak hanya berdampak pada negara, melainkan juga masyarakat.

“Kenapa sebenarnya pembahasan RUU Perampasan Aset ini penting, karena ini berkaitan dengan HAM. Tetapi HAM-nya bukan hak asasi manusia, melainkan hak asasi masyarakat karena keberlangsungan juga berdampak kepada masyarakat luas. Makanya banyak ahli yang mengatakan bahwa RUU Perampasan Aset ini penting untuk segera disahkan, karena imbasnya langsung bukan hanya kepada negara, tetapi juga kepada masyarakat,” ungkapnya.

Di sisi lain, Jose Romual, pemantik dari UKMF PSBH menilai RUU Perampasan Aset tidak dapat segera disahkan karena pihak legislator juga berpotensi menjadi pelanggar hukum.

“RUU Perampasan Aset tidak bisa disahkan segera. Kalau misalkan itu disahkan segera, menurut saya agak disayangkan karena bisa menjadi pisau bermata dua. Saya kurang setuju karena orang yang menegakkan hukum itu juga melakukan korupsi. Jadi, RUU ini belum bisa menyelesaikan sampai ke akarnya dan bisa saja memunculkan masalah baru,” tuturnya.

Lebih lanjut, Muhtadi, akademisi FH Unila juga memberikan pandangannya. Menurutnya, urgensi RUU ini terletak pada kepentingan negara untuk mengembalikan kerugian akibat tindak pidana korupsi.

“Menurut saya, ini bukan persoalan buru-buru atau tidak, tetapi ada persoalan mendesak terkait banyaknya uang negara yang seharusnya sampai ke masyarakat,” katanya.

Ia menambahkan bahwa Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) merujuk pada sanksi pengembalian kerugian negara sebagai fokus utama, bukan sekadar pemidanaan.

“Kerugian demikian besar, tetapi tangan negara itu terbatas untuk melakukan pemulihan aset dan mengembalikan kerugian negara. Di UU Tipikor semangatnya adalah pemulihan aset, bukan semangat pemidanaan terhadap individu atau korporasi. Kerugian negara itu yang harus dikembalikan sebagai pilar utama,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

2 × one =