Lakukan Aksi Demo, Aliansi Mahasiswa FEB Sampaikan Tujuh Poin Tuntutan

Foto : Teknokra/Andre
336 dibaca

Teknokra.co — Aliansi Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Lampung (Unila) melakukan aksi demonstrasi massal di Gedung D FEB Unila pada Senin, (26/05) pukul 08.00 WIB.

Adapun tujuh poin tuntutan yang disampaikan dalam aksi tersebut sebagai berikut:

1. Menghapus Organisasi Mahasiswa (Ormawa) yang terlibat kasus kekerasan atau pelanggaran fisik

2. Menuntut transparansi keuangan dari pihak dekanat

3. Evaluasi seluruh staf dekanat termasuk unit keamanan tanpa terkecuali

4. Membuat batas waktu pemakaian fasilitas kampus yang fleksibel sesuai dengan perizinan yang jelas

5. Menjamin kesetaraan dalam penggunaan dan perizinan fasilitas kampus antara mahasiswa dan tenaga pendidik (dosen), baik dari sisi prosedur, fasilitas, maupun waktu

6. Menyediaan akses parkir yang memadai antara mahasiswa dan tenaga pendidik (dosen), baik dari sisi prosedur, fasilitas, maupun waktu

7. Peningkatan fasilitas penunjang akademik di Gedung F FEB Unila

Poin utama dari aksi ini adalah tuntutan untuk menghapus Ormawa yang terlibat dalam kasus kekerasan atau pelanggaran fisik. Hal ini dipicu oleh adanya beberapa mahasiswa FEB yang menjadi korban perpeloncoan oleh senior saat mengikuti kegiatan Mahasiswa Ekonomi Pecinta Lingkungan (Mahepel) pada 14–16 November 2024.

Dalam aksinya, Koordinator Lapangan Muhammad Zidan Al-Zakri (Manajemen ’23) mengungkapkan adanya barang bukti kekerasan dan upaya pembungkaman berupa pesan WhatsApp, foto luka-luka, serta hasil rontgen yang berkaitan dengan kegiatan Mahepel dan pihak dekanat.

“Kami diminta wakil dekan untuk mengikhlaskan saja, lalu kami juga diminta tanda tangan di atas materai bahwa kegiatan kemarin kami ikhlas. Dari pihak Mahepelnya juga ada beberapa yang mengancam kalau sampai cerita-cerita nggak akan aman,” ujarnya.

Zidan juga menyampaikan kondisi Pratama (Bisnis Digital ’24), salah satu korban perpeloncoan yang telah meninggal dunia. Ia menyebutkan bahwa salah satu oknum senior Mahepel diduga menginjak kepala korban di sawah hingga menimbulkan tumor otak yang menyebabkan kematian.

“Di kepala, karena memang di kepalanya tumbuh tumor otak ganas, kecil memang. Menurut kronologi yang dijelaskan korban sebelum meninggal mereka diinjak kepalanya di sawah,” jelasnya.

Ia juga mengungkapkan bahwa korban lainnya dipaksa berjalan dari Way Halim, Bandar Lampung, hingga Pesawaran. Di tengah perjalanan, para korban mendapat perlakuan kekerasan.

“Mereka disuruh jalan dari Way Halim sampai Pesawaran, sampai di hutan-hutan mereka dilakukan perpeloncoan, dipukulin badannya, lalu mereka juga merangkak di sawah,” jelasnya.

Zidan menambahkan bahwa keluarga korban sangat terpukul, bahkan ayah dari salah satu korban kehilangan pekerjaan karena kondisi mental yang terguncang.

“Sampai orang tuanya harus kehilangan sumber rezeki karena mentalnya hancur,” ungkapnya.

Selain Pratama, terdapat korban lain yang mengalami gangguan pendengaran akibat tamparan yang mengenai telinganya hingga mengeluarkan darah.

“Untuk korban yang gangguan pendengaran itu karena tamparan dan mengenai telinganya sehingga telinganya berdarah,” ujarnya.

Hingga saat ini, identitas pelaku belum diketahui karena kekerasan dilakukan secara kolektif. Namun, Mahepel disebut telah dibekukan oleh dekanat.

“Perihal pelaku justru yang kami masih minta, karena aksi perpeloncoan ini terjadi secara kolektif, bukan satu orang. Ada yang bilang Mahepel sudah dibekukan,” ungkapnya.

Selain soal kekerasan, Zidan juga menyoroti perizinan penggunaan fasilitas kampus yang dinilai menyulitkan mahasiswa, termasuk penggunaan gedung dan lahan parkir.

“Ada kawan kami yang dilantik di tempat yang panas, seharusnya mereka bisa dilantik di dalam gedung. Tak hanya itu, tempat parkir juga sama aja. Hal ini menimbulkan kecurigaan kami terhadap keuangan fakultas,” tambahnya.

Menanggapi aksi ini, Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Neli Aida, serta Dekan FEB Unila Nairobi, turun langsung untuk merespons tujuh poin tuntutan yang disampaikan.

Neli menyatakan tidak pernah melakukan intimidasi atau menutupi kasus kekerasan tersebut. Ia mengaku telah menghubungi dan membantu keluarga korban.

“Saya tidak mengintimidasi apalagi menutup-nutupi, saya sudah menghubungi keluarga korban bahkan menolong keluarga korban,” ujarnya.

Mengenai prosedur perizinan fasilitas, Neli menjelaskan bahwa salah satu Ormawa tidak memenuhi syarat peminjaman tempat karena melewati batas waktu.

“Kenapa tidak diizinkan karena tidak memenuhi SOP atau syarat peminjaman tempat yang melebihi batas waktu, dan menurut saya kegiatan pelantikan tetap bisa dilakukan di tribun dan itu tidak masalah,” tambahnya.

Selaras dengan Neli, Dekan FEB Unila, Nairobi, menegaskan bahwa kasus kekerasan harus dilaporkan secara resmi beserta bukti sebelum dekanat bisa mengambil tindakan.

“Harusnya kalian bikin laporan jangan langsung demo seperti ini, kalau tidak buat laporan jatuhnya ini memfitnah, kumpulkan bukti-buktinya,” tegasnya.

Ia juga menyampaikan bahwa dekanat telah mempertimbangkan kebutuhan mahasiswa, namun ada kendala seperti hilangnya lebih dari seribu buku perpustakaan serta adanya mahasiswa luar FEB yang parkir liar.

“Kami juga memperhatikan kalian mahasiswa, ada seribu lebih buku hilang di perpustakaan dan staf perpustakaan lah yang ganti rugi, dan juga mahasiswa bukan FEB parkir liar di sini itu saya tegur satpamnya, jadi urusan evaluasi staf maupun keamanan sudah saya selalu perhatikan,” tambahnya.

Terkait dengan fasilitas kampus seperti AC, Wi-Fi, dan parkir, Nairobi menegaskan bahwa pihak fakultas tengah mengupayakan pengadaan yang layak melalui proses yang matang.

“Untuk fasilitas AC, Wi-Fi, dan juga lahan parkir kami juga pikirkan untuk kalian, untuk mendapatkannya tidak mudah karena kami harus cari vendor yang meyakinkan agar kita tidak rugi dan terlebih lagi juga butuh proses yang tidak secepat yang kalian bayangkan,” tegasnya.

Terakhir, ia menanggapi soal permintaan penandatanganan pakta integritas yang dianggap mendikte dekanat.

“Saya tidak mau menandatangani karena itu mendikte saya. Kalau hanya sekadar komitmen dengan tempo waktu secepatnya maka saya bisa tanda tangan, tetapi batas waktu yang kalian tulis ini seolah-olah kalian adalah atasan saya dan waktu yang kalian berikan juga terlalu berlebihan,” pungkasnya.

Exit mobile version