Teknokra.co : Tim Investigasi Universitas Lampung (Unila) menggelar konferensi pers untuk menyampaikan secara resmi hasil akhir investigasi independen terhadap kegiatan Pendidikan Dasar (Diksar) Mahasiswa Pecinta Lingkungan (Mahapel) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) yang diduga menyebabkan wafatnya Ananda Pratama Wijaya Kusuma (Bisnis Digital ’24), serta terjadinya sejumlah tindakan kekerasan terhadap peserta lainnya. Konferensi pers ini dilaksanakan di ruang sidang Lt. 2 Gedung Rektorat Unila pada Rabu, (18/6).
Dalam konferensi pers tersebut, Tim Investigasi Unila menyampaikan empat temuan kunci sebagai berikut:
1. Adanya praktik kekerasan fisik dan psikis yang merendahkan martabat peserta Diksar, termasuk tindakan mencelupkan kepala ke lumpur, pemukulan, pemaksaan aktivitas ekstrem dalam kondisi tidak aman, serta penghinaan verbal.
2. Pelibatan aktif sejumlah alumni dan senior sebagai pelaku langsung atau sebagai pihak yang membiarkan kekerasan terjadi, yang bertentangan dengan prinsip keselamatan dan pembinaan dalam pendidikan.
3. Kelalaian struktural di tingkat fakultas, ditandai dengan lemahnya supervisi Wakil Dekan III, pembiaran oleh Dosen Pembina Lapangan (DPL), serta absennya verifikasi dan pengawasan terhadap kegiatan yang dilaksanakan di luar kampus.
4. Sikap tidak kooperatif organisasi Mahapel, termasuk penolakan memberikan data, menghindari proses klarifikasi, serta tidak membuka akses atas dokumen kegiatan yang relevan.
Wakil Rektor (WR) III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Prof. Sunyono, menyampaikan langkah tindak lanjut Unila terhadap empat temuan tersebut dalam konferensi pers.
“Universitas Lampung akan menyerahkan laporan investigasi ini kepada kementerian, pihak kepolisian, dan masyarakat sebagai bagian dari komitmen transparansi. Selanjutnya, Unila akan mendorong dan memfasilitasi proses hukum yang adil bagi korban maupun pelaku yang terbukti bersalah, serta mengawal proses pemulihan kelembagaan, memperkuat sistem pelaporan kekerasan, dan memperbaiki SOP pembinaan organisasi kemahasiswaan di semua fakultas,” ujarnya.
Ketua Tim Investigasi Internal Unila, Novita Tresiana, juga menyampaikan perihal ketidaksesuaian rundown acara yang diberikan panitia kepada pihak fakultas.
“Rundown yang diberikan kepada fakultas berbeda dengan fakta di lapangan. Sebelum mereka tiba di lokasi, ternyata mereka sempat berhenti di suatu desa, kemudian berjalan kaki hingga tiba di lokasi,” ungkapnya.
Ia juga menambahkan bahwa selama perjalanan menuju lokasi Diksar, almarhum Pratama terindikasi kelelahan dan dipanggul oleh teman-temannya hingga sampai di lokasi kejadian.
“Selama perjalanan dari desa menuju lokasi Diksar, almarhum Pratama ini sudah lelah dan dibopong oleh kawan-kawannya hingga sampai di lokasi,” tambahnya.
Sebagai bagian dari tanggung jawab kelembagaan, Tim Investigasi Unila memberikan empat rekomendasi strategis sebagai berikut:
1. Untuk individu pelaku kekerasan, baik senior maupun alumni, dikenakan sanksi etik dan/atau hukum, serta pelaporan pidana jika ditemukan unsur penganiayaan yang memenuhi unsur hukum, termasuk larangan keterlibatan alumni dalam aktivitas kemahasiswaan.
2. Untuk organisasi Mahapel, diberlakukan pembekuan dan moratorium aktivitas, serta reformasi struktural dan ideologis total yang akan diawasi langsung oleh tim independen. Kegagalan menjalankan reformasi akan berdampak pada pembubaran permanen organisasi.
3. Untuk seluruh Ormawa dan UKM di lingkungan Unila, diwajibkan memiliki kode etik dan SOP antikekerasan, menyusun surat pernyataan bebas kekerasan, serta memastikan keterlibatan aktif Dosen Pembina Lapangan (DPL) dalam semua tahapan kegiatan.
4. Untuk FEB, direkomendasikan dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola kemahasiswaan, dengan fokus pada fungsi pembinaan dan pengawasan yang terbukti lemah dan abai dalam mencegah praktik kekerasan.