LBH Bandar Lampung Tolak Pengusulan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional

Foto : Teknokra/ Alfian Wardana
44 dibaca

Teknokra.co: Pengusulan Soeharto sebagai calon penerima gelar Pahlawan Nasional menuai pro dan kontra di berbagai kalangan. Penolakan terhadap rencana tersebut disuarakan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung melalui konferensi pers bertajuk “Penolakan Gelar Pahlawan untuk Soeharto” yang digelar di kantor LBH Bandar Lampung, Senin (3/11).

Menteri Sosial Syaifullah Yusuf mengusulkan Soeharto sebagai kandidat penerima gelar tersebut, sejajar dengan sejumlah tokoh lain seperti Marsinah. Usulan ini memicu gelombang kritik dan desakan kepada Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Kehormatan (GTK) yang diketuai Fadli Zon agar tidak mengesahkannya.

Kepala Divisi Advokasi LBH Bandar Lampung, Prabowo Pamungkas, mempertanyakan dasar pengusulan nama Soeharto.

“Itu yang jadi pertanyaan kita, kenapa Soeharto yang muncul namanya?” ujarnya.

Menurutnya, isu ini penting untuk disikapi publik karena jejak pemerintahan Soeharto masih meninggalkan dampak hingga kini.

“Selain pelanggaran HAM, konflik agraria dan persoalan ruang hidup yang kita hadapi hari ini sebagian besar adalah warisan era Soeharto,” ucapnya.

Ia menilai penyematan gelar tersebut dapat menghambat semangat reformasi dan sarat kepentingan politik.

“Kita melihat ini sangat sarat kepentingan. Menteri Sosial hari ini diangkat oleh presiden yang juga menantu Soeharto sekaligus mantan ketua Tim Mawar di masa rezim itu,” paparnya.

Prabowo juga menyoroti posisi Fadli Zon sebagai ketua GTK yang merupakan anggota Partai Gerindra, partai tempat Presiden Prabowo Subianto bernaung. Ia menilai, bila Soeharto benar-benar disahkan sebagai pahlawan nasional, hal itu dapat mengaburkan sejarah.

“Kalau upaya tersebut berjalan, otomatis sejarah akan menjadi kabur. Ada missing link di situ,” tuturnya.

Lebih lanjut, ia menilai kebijakan Soeharto seperti Repelita dan swasembada pangan tidak cukup menjadi dasar pemberian gelar pahlawan.

“Dua kebijakan itu tidak cukup dijadikan dasar pertimbangan. Swasembada pangan justru kontraproduktif terhadap kedaulatan rakyat karena menjadi awal mula domestifikasi pangan nasional,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

five + nineteen =