Soroti Rusaknya Hutan di Lampung, Walhi Kritisi Kebijakan Pemerintah

Diskusi terkait isu kerusakan hutan Provinsi Lampung yang diadakan oleh Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung. Foto : Teknokra/ Daffa Falih Saputra
118 dibaca

Teknokra.co : Merebaknya kasus kerusakan hutan di Provinsi Lampung, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung mengajak masyarakat berdiskusi dan mengkritisi kebijakan pemerintah dalam Diskusi Keadilan Ekologis Dibawah Ancaman yang bertajuk “Mengurangi Konflik, Korupsi, dan Permasalahan Dalam Pengelolaan Kawasan Hutan di Provinsi Lampung” di Boja Cofee, Bandar Lampung pada Kamis, (18/12).

Diskusi ini menghadirkan beberapa pemantik antara lain yaitu Irfan Tri Musri selaku Direktur Eksekutif Daerah Walhi, Zulhaidir selaku Kepala Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) dan Pengamanan Hutan Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, dan Moderator yaitu Febrilia Ekawati selaku Yayasan Konservasi Way Seputih (YKWS).

Tujuan dari dilaksankannya diskusi ini yaitu untuk:
1. Mengidentifikasi dampak ekologis, sosial, dan konflik tenurial akibat lemahnya pengawasan tata kelola kehutanan di Lampung.
2. Menganalisis peran dan tanggung jawab negara, termasuk kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, dalam pengawasan serta penegakan hukum di sektor kehutanan.
3. Menyusun rekomendasi kebijakan dan langkah strategis untuk memperkuat penegakan hukum, pengawasan publik, serta partisipasi masyarakat dalam tata kelola sumber daya alam Kawasan hutan.
4. Mengkonsolidasikan gerakan masyarakat sipil, akademisi, dan media dalam mengawal tata Kelola Kawasan hutan yang berkelanjutan dan bebas dari KKN di Provinsi Lampung.

Irfan Direktur Eksekutif Walhi Lampung menyampaikan bahwa reformasi pengelolaan kawasan hutan perlu dilakukan sebagai langkah mendesak untuk mengatasi krisis ekologis dan praktik tata kelola kehutanan yang kerap dengan korupsi dan ketidakadilan di Provinsi Lampung.

“Reformasi hutan harus dilakukan karena hutan sebagai sumber daya dan kekayaan alam yang akan melindung ekologis yang ada di lampung,” sampainya.

Ia juga menyoroti tentang Hutan Tropis Rakyat (HTR) seharusnya diberikan kepada kondisi hutan yang tidak cukup baik ekologinya. Namun pemerintah Provinsi Lampung memberikan HTR tersebut kepada hutan dengan kondisi cukup baik. Hal tersebut menyebabkan kerusakan ekologis dan kedepannya akan berdampak buruk.

“HTR harus diberikan ke hutan yang rusak atau gundul, tapi HTR malah diberikan ke hutan yang masi cukup baik,” sorotnya.

Irfan juga menambahkan jika kondisi hutan seluas 300.000 hektare hutan di Lampung rusak, akan tetapi pemerintah hanya dapat merehabilitasi sekitar 2.000 ha/tahun. Hal tersebut membutuhkan kurang lebih 150 tahun untuk mengembalikan.

“300.0000 ha hutan di lampung rusak dan hanya mampu rehab 2.000 ha/tahun butuh 150tahun,” tambahnya.

Zulhaidir menyoroti terkait kewenangan daerah untuk melakukan penanganan terhadap tata kelola sumber daya alam kawasan hutan.

Ia menyatakan bahwasannya kewanangan untuk status perizinan hutan dan mengawasi tata kelola hutan itu hanya sedikit dan berpusat di nasional.

“Untuk perihal perizinan dan tata kelola hutan itu semua berpusat di nasional,” katanya.

Terkakhir Zulhaidir berharap agar masyarakat Lampung dapat bekerja sama untuk menjaga kawasan hutan baik itu pemerintah, masyarakat maupun lembaga lainnya.

“Sama-sama menjaga kawasan kita agar tetap terjaga, mulai dari pemerintah, masyarakat ataupun lembaga lainnya,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

fifteen − 2 =