Teknokra.co : Mahasiswa Ekonomi Pecinta Lingkungan (Mahepel) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Lampung (Unila) lakukan konferensi pers terkait kasus kekerasan dan meninggalnya alm. Pratama. Konferensi pers tersebut diselenggarakan di Sekretariat DPC IKADIN Bandar Lampung pada Selasa, (3/6). Dalam konferensi ini, Mahepel menghadirkan Ketua Umum Mahepel tahun 2025 yang didampingi oleh kuasa hukum.
Candra Bangkit selaku kuasa hukum Mahepel menyampaikan bahwa terdapat enam poin yang akan diklarifikasi, yaitu:
1. Tidak ada tindakan kekerasan terorganisasi
2. Isu minum spiritus
3. Tuduhan tanggal dan penyebab kematian yang salah
4. Masalah pendengaran peserta
5. Kegiatan longmarch dan isu kehausan
6. Tindakan kolektif dan evaluatif
Ia menegaskan bahwa tidak ada tindakan kekerasan yang terorganisasi. Selain itu, luka-luka yang tersebar di berbagai media bukan terjadi karena kontak fisik.
“Mahepel secara organisasi tegas bahwa tidak ada kekerasan, baik dalam tahapan administrasi sampai dengan pelatihan atau diksar pada 14–17 November 2024. Luka-luka yang ada itu bukan dari kekerasan fisik atau pukulan ataupun apa pun dari Mahepel, tapi itu didapat dari perjalanan alamnya, ketumbur waktu ngerayap, gitu. Tapi bukan karena ada kontak fisik dengan kawan-kawan Mahepel,” ungkapnya.
Ahmad Fadhilah selaku Ketua Umum Mahepel 2025 juga mengungkapkan pengalamannya mengikuti kegiatan diksar.
“Selama saya mengikuti diksar, tidak ada tindak kekerasan atau kontak fisik. Kalau untuk push-up, sit-up, itu bertujuan untuk meningkatkan fisik dari seorang peserta,” ucapnya.
Dari penyampaian saat konferensi pers, pihak Mahepel menyebut telah melakukan investigasi kecil dan memperoleh informasi bahwa alm. Pratama mulai sakit pada Maret dan masih sempat mengikuti kuliah pada Februari.
“Setahu kami, kami melakukan investigasi kecil dari tetangga ataupun informasi yang lain bahwa saudara Pratama ini mulai sakit di bulan Maret, antara tanggal 10–26, dan masih kuliah di bulan Februari,” katanya.
Terkait dugaan meminum spiritus oleh alm. Pratama, kuasa hukum menegaskan bahwa kejadian tersebut merupakan ketidaksengajaan.
“Isu tentang minum spiritus, sangat tegas, itu tidak ada sama sekali. Kejadian minum spiritus memang ada, tapi itu terjadi saat kawan-kawan peserta sedang masak, dan saudara Pratama ini salah ambil minuman karena posisi malam. Yang diminum itu botol spiritus, tapi enggak sampai keminum karena langsung disembur. Itu dari keterangan peserta yang lain juga,” ujarnya.
Pihak Mahepel mengklaim memiliki dokumentasi yang menunjukkan seluruh peserta dalam keadaan sehat hingga dua hari setelah diksar, termasuk dalam kegiatan rapat dan mencuci alat. Alm. Pratama pun disebut hadir tanpa keluhan.
“Jadi, diksar itu dilakukan pada 14–17 November. Dalam perjalanannya, ada dokumentasi di kita bahwa seluruh peserta dalam keadaan sehat secara fisik, tidak ada luka yang serius. Itu sampai dua hari setelahnya, ada rapat dan cuci alat. Saudara alm. Pratama masih hadir juga tanpa ada keluhan,” katanya.
Kuasa hukum juga membenarkan bahwa salah satu peserta, yaitu saudara Fariz, sempat menyampaikan keluhan gangguan pendengaran. Pihak Mahepel kemudian mendampingi proses pengobatan ke Rumah Sakit Urip Sumoharjo.
“Yang ada keluhan itu saudara Fariz. Dia ada keluhan terhadap pendengarannya, telinganya. Kawan-kawan Mahepel beritikad baik dengan membawanya berobat ke RS Urip Sumoharjo. Saat pemeriksaan, didampingi oleh kawan-kawan Mahepel,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa berdasarkan rekam medis, gangguan tersebut bukan disebabkan oleh pecahnya gendang telinga, melainkan infeksi akibat bakteri.
“Bukan pecah gendang telinga, tapi infeksi telinga akibat bakteri. Rekam medisnya berbicara begitu. Karena ada pendidikan di air, kemungkinan terkena bakteri di situ. Kami sudah bertanggung jawab melakukan pengobatan dan menemui orang tuanya pada bulan November 2024,” tambahnya.
Candra juga menegaskan bahwa pernyataan dalam konferensi pers tidak dimaksudkan untuk berseberangan dengan pihak keluarga alm. Pratama. Mahepel disebut siap memenuhi panggilan dari pihak kepolisian.
“Keterangan kami ini sama sekali tidak ada tujuan untuk berlawanan dengan orang tua Pratama. Kami sangat berduka, dan ke depannya kami menunggu panggilan kepolisian serta berharap dapat duduk bersama orang tuanya,” ujarnya.
Ahmad Fadhilah menyatakan, apabila Mahepel dibekukan, kegiatan positif tetap akan dijalankan.
“Harapan jika dibekukan, menurut saya, pertama yang akan saya lakukan adalah tetap melanjutkan aktivitas yang menurut kami positif,” katanya.
Ia juga menyampaikan komitmennya untuk mengevaluasi seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan serta tetap melanjutkan kegiatan sesuai standar operasional prosedur (SOP).
“Kami akan mengevaluasi semua acara kegiatan sebelumnya dan tetap melanjutkan karena memang kegiatan diksar ini sudah sesuai, dan itu sudah sesuai dengan SOP yang ada,” pungkasnya.