UKM- F Mahkamah Adakan Nobar dan Diskusi Film Mantra Berbenah

Foto : Teknokra/ Annisa Ardelia Irfana
67 dibaca

Teknokra.co : Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas (UKM-F) Mahkamah Fakultas Hukum (FH) Universitas Lampung (Unila) mengadakan kegiatan Nonton Bareng dan Diskusi Film Dokumenter berjudul “Mantra Berbenah”, bertempat di Rumah Kawan 2 pada Jumat, (7/11).

Kegiatan ini mengangkat tema refleksi atas realitas penegakan hukum dan praktik represif dalam perjalanan institusi kepolisian di Indonesia, sekaligus menjadi ruang analisis kritis bagi mahasiswa hukum untuk memahami dinamika sosial-hukum yang terjadi di masyarakat.

Film dokumenter “Mantra Berbenah” merupakan karya dari Watchdoc yang menyoroti sisi gelap lembaga kepolisian, serta menampilkan upaya perbaikan yang dihadapkan pada berbagai tantangan struktural. Melalui penayangan ini, peserta diajak untuk meninjau kembali konsep keadilan, kekuasaan, dan akuntabilitas aparat penegak hukum di Indonesia.

Diskusi film ini menghadirkan dua narasumber, yakni Chaidir Ali selaku akademisi FH Unila dan Prabowo Pamungkas dari YLBHI Bandar Lampung, dengan Aulia R.A. sebagai moderator.

Dalam sesi diskusi, Chaidir Ali selaku akademisi FH Unila menyampaikan bahwa reformasi Polisi Republik Indonesia (Polri) idealnya dilakukan secara menyeluruh. Ia menilai bahwa perubahan mendasar menjadi hal penting agar penegakan hukum dapat berjalan secara adil dan transparan.

“Institusi kepolisian perlu dibenahi secara total, bahkan jika perlu dibentuk ulang dengan sumber daya manusia, dasar hukum, dan standar operasional yang benar-benar baru,” ujarnya.

Chaidir menambahkan bahwa langkah tersebut memang tergolong ekstrem dan sebaiknya tidak benar-benar diterapkan.

“Pendekatan seperti itu bisa saja dilakukan, tapi kalau bisa jangan sampai. Pernyataan ini lebih sebagai bentuk refleksi bahwa pembenahan besar tetap harus dilakukan,” tambahnya.

Sementara itu, Prabowo Pamungkas menyoroti lemahnya sistem pengawasan di tubuh kepolisian yang sering kali menyebabkan penyalahgunaan wewenang.

“Selama pengawasan masih bersifat internal, maka sulit berharap adanya penegakan kode etik dan hukum yang benar-benar objektif. Bagaimana bisa pengawasan berjalan baik kalau masih ‘jeruk makan jeruk’,” pungkasnya.

Exit mobile version