Mesuji, 17 Tahun Kami Menderita

Foto: Rudiyansyah
195 dibaca
Foto: Rudiyansyah
Foto: Rudiyansyah

teknokra.co: Kehidupan masyarakat di sepanjang Sungai Mesuji, atau sering juga di sebut sebagai Mesuji Perairan mulanya benar-benar mengandalkan alam.

Semua warganya berpenghasilan dari lahan yang disebut sebagai tanah ulayat atau tanah adat yang secara turun temurun mereka tinggali. Dan tanah ini memang diakui oleh negara.

Masing-masing warga bebas menggarap lahan sesuai dengan kemampuan mereka. Mereka menanaminya dengan tanaman buah, kayu dan ada juga yang dimanfaatkan sebagai lahan padi Sonoran yaitu padi sebar yang akan tumbuh ketika musim penghujan. Hasil dari padi sonoran ini bisa dipakai untuk memenuhi kebutuhan beras selama 3 tahun dalam sekali panen. Tak pernah terjadi perebutan lahan antar warga. Wargapun merasakan kesejahteraan dari hasil garapan lahan mereka. Selain itu warga juga masih dapat menikmati melimpahnya ikan di sepanjang aliran sungai Mesuji yang menjadi batas antara provinsi Lampung dan Sumatera Selatan.

Hingga akhirnya pada tahun 1994 orang-orang dari pemerintah daerah yang saat itu masih dalam Kabupaten Tulang Bawang bersama petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lampung Utara datang. Mereka memberikan sosialisasi akan adanya sebuah perusahaan perkebunan yang akan beroprasi di lahan mereka. Perusahaan itu adalah PT. Barat Selatan Makmur Investindo (BSMI). Status PT.BSMI saat itu sudah mendapatkan Izin Usaha, jadi warga hanya dilibatkan dalam sosialisasi penentuan luas wilayah dan penentuan harga ganti rugi lahan garapan warga yang termasuk dalam lahan perusahaan. Walaupun akhirnya penetapan harga tersebut dilakukan sepihak.

Wilayah yang awalnya di tentukan dalam izin PT. BSMI adalah seluas 10.000 ha sebagai lahan inti, dan lahan seluas 7000 ha untuk plasma. Lahan plasma merupakan pengelolaan lahan perkebunan yang dilakukan secara kemitraan antara Perusahaan dengan warga. Wargapun dijanjikan bisa mengelola plasma dan dipekerjakan sebagai karyawan di PT.BSMI. Setelah berjalan warga dipekerjakan sebagai hanya sebagai buruh harian lepas dengan upah saat itu 12 ribu. Dengan masa kerja yang semakin lama semakin tak tentu harinya.

Baru satu tahun berjalan, PT.BSMI pada tahun 1995 menambah lokasinya namun atas nama PT.Lampung Inter Pertiwi (LIP) seluas 6000 hektar. LIP masih satu pimpinan dengan BSMI. Namun, PT.LIP memang tidak ada perjanjian plasma sejak awal.

Pihak PT.BSMI memang sudah menentukan harga yang sepihak. begitupula dengan ketetapan tanah rekognisi sebesar 50% sehingga tanah yang dibayar PT.BSMI hanya 5000 Ha, PT. LIP 3.314 Ha dan ditambah kelebihan lahan waktu pengukuran oleh BPN seluas 2.455 Ha. total tanah yang dikuasai tanpa izin oleh PT.BSMI adalah17.769 Ha.

Sedangkan sistem ganti rugi lahan warga hanya dibayar Rp150 ribu/Ha itupun warga harus membersihkan lahannya sendiri. Belum sampai disitu, total lahan yang dimiliki warga hanya dibayar 50% dari luas lahan karena adanya sistem rekognisi atau disebut juga lahan sisa. Sedang sisanya adalah lahan negara yang akan diganti rugi langsung kapada negara. Dari keputusan ini warga sudah malakukan keberatan. Warga meminta penggantian tidak secara rekognisi namun secara keseluruhan. Akhirnya wargapun juga mengajukan harga ganti rugi sebesar 300 ribu untuk lahan Perairan dan 500ribu untuk lahan daratan. Namun tuntutan wargapun tak dihiraukan.

“Proses pembebasan dilakukan secara paksa. Saat itu masih rezim orde baru, jadi siapa yang melawan akan ditangkap,”ujar Ajar Etikana

Setelah bertahun-tahun menanti janji perusahaan untuk menyerahkan plasma pun tak juga terealisasi hingga saat ini. Hingga akhirnya warga melakukan blokade di areal PT. BSMI. Mengklaim tanah yang mereka duga adalah tanah plasma tanah milik warga. Setelah menduduki lahan, wargapun mulai memanen sawit yang berada dikawasan plasma hasil klaim mereka sejak akhir Oktober 2011. Memanen buah sawit yang mulai besar untuk kehidupan mereka. Itupun dengan diam-diam. Jika ada yang ketahuan memanen, petugas yang berjaga tak segan untuk menangkap warga.

Oleh Virda Altaria P, Rudiyansyah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

three × one =