Kampus  

Seni Tari Minim Referensi

222 dibaca

buku ist

Tek-Online: Mahasiswa Jurusan Seni Tari mengalami kesulitan dalam membuat skripsi karena minimnya persediaan buku di perpustakaan.

Indra Bulan misalnya, untuk mendapatkan untuk mendapatkan referensi ia harus pergi mencari di Perpustakaan Daerah, Taman Budaya dan Perpustakaan, Museum Lampung,” Buku tentang seni di perpustakaan Unila tidak ada, khususnya untuk seni Daerah Lampung, yang ada hanya mengenai pendidikan, “ keluh Mahasiswa Pendidikan Seni Tari.

Bahkan tak jarang mahasiswa angkatan 2008 ini harus meminjam buku hingga ke Yogyakarta melalui dosen yang sedang melanjutkan kuliah di Universitas Gajah Mada, dan Institut Seni Indonesia.” Saya sampai menghubungi dosen yang sedang kuliah disana minta tolong dicarikan buku seni, karena disana lebih lengkap kemudian bukunya dikirim dengan paket,” tutur Bulan.

Tidak hanya kesulitan dalam mencari buku,Bulan juga kesulitan dalam mendapatkan jurnal tentang seni. Selama ini ia mendapatkan jurnal-jurnal dari internet. Meskipun mengeluhkan minimnya referensi namun Bulan belum mengadu ke Universitas. Ia berharap agar buku tentang seni ada di perpustakaan Unila. “Dan kalau pun meminjam buku ke Perpustakaan Daerah itu hanya sebagai tambahan saja,” ujarBulan.

Hal senada juga diutarakan Stephanie Eka, ia mengeluhkan tidak tersedianya buku seni, khususnya seni tari daerah Lampung. Mahasiswa angkatan 2008 ini kebingungan ketika akan menyusun skripsi karena tidak memiliki referensi. Ia sudah mencari ke Perpustakaan Unila tetapi tidak ada. Sehingga ia harus meminta meminta tolong mencarikan referensi kepada temannya yang kuliah di Institut Seni Indonesia.

Kepala Perpustakaan Unila, Sugiyanta membenarkan bahwa persediaan buku untuk Seni Tari tidak ada. Hal ini dikarenakan kekurangan literatur yang dibutuhkan masing-masing jurusan. Saat ini Perpustakaan Unila hanya sekitar dua puluh lima ribu judul buku yang dimiliki. Sementara jumlah mahasiswanya juga dua puluh lima ribu perbandingannya satu berbanding satu. Perbandingan tersebut tidaklah ideal, idealnya adalah satu berbanding dua puluh.

Sugiyanta mengatakan pihaknya sudah melakukan berbagai upaya dalam pengadaan buku di setiap tahunnya. Tetapi terkendala oleh dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang tak kunjung cair. Sehingga pengadaan buku terhambat. Dari tahun 2009 hingga 2011 pihak perpustakaan selalu mengusulkan dana APBN setiap tahunnya, tetapi tidak lolos. Untuk tahun 2012 ini kami akan mengajukan kembali dana APBN yang mulai di ajukan pada bulan Agustus.

Sugiyanta juga sudah menyebar katalog kepada setiap fakultas untuk mendata buku apa saja yang diperlukan sesuai bidang keilmuan masing-masing. Kemudian data buku-buku yang diajukan tersebut direkap dan di total dana yang dibutuhkan. Namun sekarang ini tidak semua katalog yang dikirim kembali, hanya 50% yang kembali. “Untuk katalog yang tidak kembali pihak perpustakaan yang akan menyeleksi,” ungkapnya. Sugiyanta juga berharap atas kerjasama dosen, mahasiswa, dan karyawan yang memiliki literature dapat dijukan agar mempermudah dalam pengadaan buku.

Ditemui di rumahnya (29/5) Hasyim Kan MA mengatakan dosen memang memiliki banyak buku tetapi seharusnya Unila dapat membiayai dan memperbanyak buku tersebut agar sampai kepada mahasiswa. “Saya memiliki buku seni daerah yang bagus, buku itu ditulis oleh orang Australia yang meneliti kebudayaan di Lampung,” ujar Hasyim.

Menurutnya wajar jika pendidikan karakter dan kearifan lokal kini tergerus karena memang minimnya referensi mengenai Budaya Lampung di Unila sendiri. Dosen yang juga sedang melakukan penelitian terhadap Kebudayaan Lampung ini, mengatakan selama ini katalog tidak sampai pada Dosen Program Seni Tari. Ia juga belum pernah mengajukan liretur karena merasa dibedakan dengan Unila.

Menurutnya program studi kedokteran lahirnya juga baru. Namun kini sudah menjadi fakultas dan dibuatkan rumah sakit. Sedangkan pendidikan seni tari referensi saja minim apalagi tempat pementasan tari. Hasyim berharap ada kepedulian dari Unila bukan hanya untuk program senii tari namun juga pelestarian budaya Lampung.*Jenny Ayuningtyas

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

5 + eleven =