teknokra.co: Gadget, dikutip dari wikipedia bahasa indonesia, dianggap dirancang secara berbeda dan lebih canggih dibanding teknologi normal yang ada pada saat penciptaannya. Dewasa ini penggunaan gadget di kalangan mahasiswa meningkat pesat,
mulai dari Blackberry hingga android. Perkembangannya pun pesat, begitu pula rancangan teknologinya yang cepat mengalami pembaruan. Sehingga munculnya produk baru pun menjadi lebih cepat.
Dimata sebagian mahasiswa, gadget menjadi barang yang wajib dibawa. “Tiada hari tanpa gadget,” kata Ovita Indah Pangesti, mahasiswa Administrasi dan Bisnis 2013. Bagi Ovita gadget adalah pacar. Pagi-pagi, sebelum melakukan aktifitas lainnya, Ovita rajin mengecek gadgetnya terlebih dahulu. Sehari-hari, Ovita menggunakan gadgetnya sebagai sarana pembelajaran dan hiburan, mulai dari mendengarkan musik, games, browsing untuk tugas, dan media sosial seperti twitter, dan facebook. “Kalau update statusnya jarang, ya, stalking-stalking aja,” ujarnya.
Hal yang sama juga diungkapkan Tiffany Anandhini Putri Ramli , mahasiswa Ilmu Pemerintahan 2010. “Nggak bisa pisah. Apalagi kalau lagi nunggu, pasti pegang gadget,” kata Tiffany, sapaanya. Baginya gadget telah merubah kebiasaanya. Sebelum ini, di waktu luang, Tiffany biasanya menghabiskan waktu untuk menonton TV. Semenjak memiliki gadget, Tiffanny beralih, bahkan gadget lebih mendominasi kesehariannya. Tidak hanya untuk browsing atau media sosial, Tiffanny juga hobi bermain games di gadgetnya.
Tiffanny mengaku sering lupa waktu ketika bermain dengan gadgetnya. Bergadang, menjadi hal yang biasa saat bersama gadget. Selain games dan musik, media sosial seperti twitter yang biasanya jadi teman tiffanny pada malam hari bahkan subuh. “Sampai isinya sendiri,” ungkap tiffany. Biasanya kalau sudah lelah, Tiffany pun pergi tidur dengan lagu yang masih diputar dari gadgetnya sebagai pengantar tidur.
Tiffany pun senang berkomunikasi dengan teman-temannya melalui gadget. Menurutnya fasilitas voice talk yang ada di gadget sudah cukup untuk berkomunikasi dengan teman-temannya. Ketika kuliah pun Tiffany tidak bisa lepas dengan gadgetnya.
Meskipun menyadari resiko dari kegiatan malamnya, Tiffany tetap tidak bisa lepas dari gadget. Berat badannya yang menurun tidak menjadi alasan untuk beralih dari gadget. Uring-uringan saat paket data habis, atau tidur menjadi tidak nyaman pun dialami. “Kalau ada bunyi BBM, kebangun lagi,” katanya. Meskipun begitu, gadget tetap menjadi teman yang tak tergantikan ketika jenuh dan sendiri.
Berbeda dengan Tiffany dan Ovita, Syamsul Ma’arif, mahasiswa Teknik Geofisika 2011 menemukan hal lain yang menarik baginya. Dengan alasan menghilangkan kebosanan, Syamsul sering menggunakan gadgetnya sebagai media untuk browsing. Ketertarikannya jatuh pada kemajuan teknologinya. Aplikasi baru, teknologi baru yang berhubungan dengan gadget ia cari, berusaha menjadi yang pertama menemukannya.
Untuk membayar rasa penasarannya, Syamsul rela menghabiskan waktu bermalam-malam dengan gadgetnya. Tak kenal lelah. Meskipun begitu, ketika sudah menemukan apa yang dicari, akan ditinggalkan begitu saja, bahkan dibuang.
Update dengan games android terbaru juga menyita perhatiannya. Game online pun menjadi konsumsi malamnya. Syamsul mengaku pernah bermain semalaman hingga bangun kesiangan. Akibatnya ia datang terlambat ketika UAS. Rasa jera pun sempat dirasakan, tetapi semuanya kembali seperti semula seiring berjalannya waktu.
Menanggapi kegiatan mahasiswa yang kecenderungan dengan gadgetnya, Ratna Widiastuti, Dosen Psikologi Pendidikan Bimbingan Konseling FKIP Unila menyatakan tidak setuju meskipun gadget dimanfaatkan sebagai fasilitas pembelajaran. Mencari informasi untuk tugas atau informasi pembelajaran hanya melatih memori jangka pendek, sedangkan untuk dunia kerja, mahasiswa dituntut untuk memiliki memori jangka panjang yang menurutnya didapat dari membaca buku. Pemahaman yang didapat dari membaca buku jauh lebih mendalam dibandingkan mencari informasi ketika dibutuhkan.
Menurutnya ada sekitar 5-10% mahasiswa dalam satu kelas yang ketergantungan gadget. Ketergantungan ini dapat nampak dari perilakunya yang berubah. Pertama cemas ketika berpisah sebentar dengan gadget. Cemas dapat diidentifikasi dari perut mulas, bekeringat, dan pikiran yang selalu khawatir. Yang kedua obsesif, seperti melakukan hal yang berulang-ulang. Contohnya kalau di media sosial, selalu ingin mengecek, takut ketinggalan bahasan. Ketiga, menjadi sering melamun dan gelisah.
Ratna mengatakan setahun yang lalu, penggunaan internet yang berlebihan ini (internet disorder) akan dimasukkan dalam kategori gangguan jiwa. Internet disorder ini akan menimbulkan kerusakan pada otak limbik, sehingga sulit menyampaikan emosi. Ratna menyarankan untuk menggunakan internet secukupnya dan tetap memperhatikan jam tidur yang seharusnya.
Laporan : Fitri Wahyuningsih