Berani Sukses, Berani Beda

Kesuksesan tidak diraih dengan cara yang mudah, usaha keras menjadi harga yang pantas. Menjadi yang berbeda membawa Budi sebagai pribadi yang sukses. Foto: Wawan Taryanto
268 dibaca
Kesuksesan tidak diraih dengan cara yang mudah, usaha keras menjadi harga yang pantas. Menjadi yang berbeda membawa Budi sebagai pribadi yang sukses. Foto: Wawan Taryanto
Kesuksesan tidak diraih dengan cara yang mudah, usaha keras menjadi harga yang pantas. Menjadi yang berbeda membawa Budi sebagai pribadi yang sukses. Foto: Wawan Taryanto

“Kalau mau jadi orang sukses, jadilah yang pertama dan yang paling duluan, kalau tidak bisa, jadilah yang terbaik dan kalau belum bisa, jadilah yang paling berbeda,” ujar Budi Kadaryanto.

Dosen program studi Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung ini memang selalu menjadi yang pertama, terbaik, dan paling berbeda. Hal tersebut ia buktikan sejak ia menyandang status mahasiswa.

Saat itu tahun 2001, ia resmi menjadi mahasiswa FKIP Unila dengan mengambil konsentrasi Bahasa Inggris. Di awal perkuliah, Budi sempat minder dengan teman-teman angkatannya. Ia merasa tidak lebih pintar dari yang lain. Tak mau terkungku dengan perasaan tidak percaya diri, ia mulai mengatur strategi kuliah agar nilainya baik.

Sadar bahwa komunikasi dengan dosen sangat penting, Budi pun sering sekali bertanya saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Hal tersebut pun menjadi kebiasaannya, seringnya ia mengangkat tangan untuk bertanya pada dosen membuat teman-temannya menjulukinya Mr. Asker. “Itu juga berguna untuk melatih mental diskusi kita, minimal ya saya harus punya satu pertanyaan untuk dosen setiap kali pembelajaran,“ kata pria yang pernah berjualan burger di awal tahun perkuliahannya itu.

Ia juga punya julukan lain, yaitu Mr. Tidiest. Julukan itu ia dapat karena selama menyandang status mahasiswa Budi kerap tampil rapi dengan kemeja yang selalu dimasukkan. Berbeda dengan mahasiswa kala itu yang lebih suka tampil lebih santai, dan tampak gaul di tahun itu.

Menurut Budi pribadi seseorang  bisa dilihat salah satunya melalui cara berpakaian. Terutama ia sebagai calon pendidik, harus bisa menempatkan diri mulai dari cara berpakain yang sopan dan rapi.

Di sela-sela aktifitas kuliah, saat itu Budi juga aktif dalam kegiatan kemahasiswaan seperti UKPM Teknokra dan UKM Birohmah. Ia juga menghibahkan waktunya untuk mengajari anak-anak mengaji. Kala itu, semangat sebagai mahasiswa membuat Budi bersama beberapa temannya membentuk English Student Islamic Forum (ESIF) di tingkat prodi. Forum tersebut bertujuan untuk pembelajaran Bahasa Inggris dan menghidupkan diskusi agama.

Selama kuliah, Budi pernah bekerja sebagai seorang sopir, kenek truk, dan kuli panggul. Budi juga pernah menjadi tukang bersih-bersih di fakultasnya, dia tidak pernah malu melakukan pekerjaan apapun selama itu halal. “Kalau ada teman yang lewat ya saya cuek saja, this is my life,” ujar sulung dari empat bersaudara.

Di awal semester enam, Budi menjadi asisten salah satu dosen di jurusannya sekaligus mulai mengajar di Bimbingan Belajar English First di Bandar Lampung. Di tahun 2004, Budi berhasil menyabet predikat sebagai lulusan terbaik II Unila dan menyelesaikan studinya dalam kurun waktu 3,5 tahun. Saat itu masih jarang sekali ditemui mahasiswa yang menyelesaikan masa studi secepat Budi.

Di tahun yang sama, Budi mengikuti seleksi dosen dan resmi menjadi dosen Bahasa Inggris Unila di tahun berikutnya. Pada 2007, Budi mendaftar beasiswa keluar negeri dan akhirnya diterima di UTRECH University, salah satu perguruan tinggi Belanda. Tak sampai disitu, pria kelahiran Sragen ini pun diamanahkan memegang IT di FKIP Unila. Ia bersama timnya memprakarsai adanya kerjasama dengan universitas-universitas luar negeri di Eropa. Hal itulah yang membuatnya pernah menginjakkan kaki di beberapa benua.

Laporan : Della

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

4 × four =