Ragam  

Sehat dengan Bersepeda

Bersepeda ke Kampus
357 dibaca

1.-sehat-bersepeda

teknokra.co : Menjelang sore, Fakultas Kedokteran Unila terlihat sepi. Tak banyak mahasiswa yang lalu lalang. Begitu pula dengan kendaraan yang terparkir, hanya ada beberapa motor.

Diantara motor-motor itu nampak sebuah sepeda terparkir. Waktu menunjuk pukul 15.00. Seorang mahasiswa keluar dari musala dengan membawa tas ransel. Nadya Ayu Shefia (FK ‘09), pemilik sepeda sederhana itu. Ia salah satu penyuka sepeda, dan menjadikan sepedanya itu sebagai tunggangannya ke kampus.

“Bersepeda di pagi yang santai, membuat tenang dan semua rasa sebel bisa hilang,” ujar Odang—sapaan akrabnya. Menurut Odang, selain menyehatkan, bersepeda juga bisa mengirit ongkos dan uang parkir. “Imunitas meningkat dan racun–racun di dalam tubuh bisa keluar melalui keringat. Soal keamanan saya rasa cukup aman,” jelas pemilik moto “Bike to Healt” ini.

Odang mengaku, sepedanya itu telah menjadi teman akrabnya saat bepergian sedari ia masih duduk di kelas 2 SMA. Odang memboyong sepeda kesayangannya itu dari Jakarta ke Lampung. “Saya sudah suka sejak SMA. Sudah seperti pacar ,” ujarnya.

Sepeda Odang nampak sederhana. Bukan semacam low rider atau fixie yang tengah tren. Di batangan sepeda tertulis “Odang Proton”. “Odang itu nama saya, Proton itu moto hidup saya.” Proton disadur dari kata Keep Human Proton in Our Mind yang artinya kemana pun kita harus berpikirpositif. “Dengan naik sepeda kita bisa bersugesti positif,” ujarnya.

Odang menuturkan, awal mengikuti perkuliahan seluruh mahasiswa kedokteran tidak dibolehkan membawa kendaraan ke kampus. Namun karena takut telat, ia nekat membawa sepedanya dan memarkirkannya di parkiran FKIP.

Di jalan, Odang kerap menemui pengalaman mengesankan. “Saya sering dimarah supir angkot, soalnya saya jalan semau saya. Kendaraan roda dua (sepeda motor) seringnya saya sudah minggir tapi tetap saja disambit. Angkotnya juga suka nyalip,” tuturnya.

Odang tidak pernah merasa malu atau minder sekalipun harus menaiki sepeda setiap hari, justru itu sebuah kebanggaan baginya. Awalnya dari keluarga tidak mendukung untuk bersepeda karena mereka merasa malu. Istilahnya kuno. Tapi baginya sepeda yang ia tunggangi tidak kalah keren dengan sepeda–sepeda lain.

Berbeda dengan Kanti Setyo Wilujeng (BK ‘10) yang semula ingin membawa motor namun beralih ke sepeda. “Tadinya mau bawa motor tapi kayak nya biasa banget,” kata Ajeng. “Kayak orang Jepang, sepeda apa pun bisa tetap gaya kok. Sebenarnya yang dicari bukan gayanya tapi sehatnya.”

Ajeng pernah kesenggol teman saat menaiki sepeda hingga ia terperosok masuk got. “Itu waktu awal mula cinta sepeda, masih membekas sampai sekarang,” ucap Ajeng sembari tertawa memperlihatkan bekas luka yang ada keningnya.

Saat ini pengguna sepeda sudah semakin sedikit, banyak yang lebih memilih kendaraan yang tidak banyak menghabiskan energi, seperti motor dan mobil. Padahal apabila kita lihat dari manfaatnya bersepeda lebih banyak manfaatnya daripada sekadar menaiki motor atau mobil yang selain mahal juga menimbulkan polusi udara. Unila sebagai kampus hijau, mestinya menggalakkan budaya bersepeda. Kini banyak dosen dan mahasiswa kurang menyadari akan pentingnya penghijauan.

Dari segi kesehatan,sepeda merupakan pola hidup sehat karena dengan bersepeda fisik kita selalu bergerak. Surisman selaku dosen Pendidikan Jasmani dan Kesehatan menjelaskan efek dari bersepeda, sirkulasi darah menjadi lancar, jantung sehat dan lemak yang ada dalam darah dibakar untuk memperkuat otot jantung dan otot kaki. “Jadi tidak perlu gengsi bersepeda. Bersepeda sangat bagus dipandang dari segi ekonomi dan kesehatan,” tutur Surisman.

Surisman menyontohkan, universitas besar seperti UI sudah menggalakkan budaya bersepeda, bahkan mereka diberi fasilitas dari universitasnya sendiri. “Seharusnya Unila dapat mencontoh seperti itu,” ucapnya.

Harapannya sepeda di galakkan karena sangat bagus untuk kesehatan dan olah raga lebih murah dari berobat. bahkan orang nomor satu di Unila pun harus lebih memperhatikan pola hidup sehat seperti ini.

Hal serupa diutarakan Ajeng. Bersepeda banyak membantu, kalau berjalan perlu 10 menit bersepeda hanya 3 menit. Kendati melelahkan setidak nya dapat mengefisienkan waktu. Apalagi saat ini go green sudah digalakkan dimana–mana. “Alam kita sudah mulai rusak jadi sudah sewajarnya kita menjaga dan sadar,” ujarnya.

“Buat pimpinan universitas, ayo dong tinggalin mobilnya, kita bersepeda bareng. Dan kalau boleh usul saya pengen ada hari khusus sepeda. Jadi semua orang tidak ada yang boleh membawa mobil atau motor, sehari saja Unila bersih dari polusi,” usul Ajeng.

“Buat mahasiswa Unila jangan takut memulai yang baik, bersepeda gak akan bikin kita jadi gak keren. Orang yang keren itu memikirkan masa depan. Go Green, Go Bycicle, and Gowes.*

Laporan :  Desfi Dian Mustika

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

19 + four =