Perempuan Perawat Gajah

391 dibaca

teknokra.co: Seorang perempuan paruh baya mengendarai kendaraan roda dua. Ia mengenakan pakaian dinas berwarna putih, menghampiri gajah-gajah yang berada di Taman Nasional Way Kambas (TNWK). Dia mengecek kondisi kesehatan gajah tersebut.

Aktivitas tersebut rutin dilakukan Dokter Hewan, Diah Esti Anggraini. Dokter yang akrab dipanggil Esti ini, sudah mengabdikan diri sebagai dokter gajah sejak 1997.

Dokter lulusan Universitas Airlangga ini menceritakan, bagaimana awalnya dia pertama kali ditempatkan di Way Kambas. Kasus pertama yang harus dia hadapi adalah membantu gajah melahirkan.

“Awal sekali datang ke sini belum ada teknologi, pertama kali merawat gajah melahirkan uterusnya ikut keluar sudah pendarahan. Rahimnya dalam keadaan sobek. Kita berusaha memasukan kembali dengan dibantu beberapa orang tetapi tidak bisa. Akhirnya mati, awal kejadian saya datang ke sini,” ujar Ibu dua anak ini.

Sudah 23 tahun, Esti mendedikasikan hidupnya untuk bekerja menjadi dokter gajah di TNWK. Sudah banyak kasus gajah yang dia tangani. Salah satunya, Esti juga ikut ambil andil dalam merawat gajah Erin, gajah viral yang ditemukan dalam keadaan belalai buntung. Dia menduga belalainya terluka akibat sling pemburu. Anak gajah ini juga kehilangan induknya sehingga dibawa ke PLG untuk dirawat di Rumah Sakit Gajah. Usia Erin sekarang sudah tujuh tahun.

Ada kejadian nahas yang pernah menimpa Erin. Saat sedang digembalakan, Erin tersengat lebah yang menyebabkan bekas lukanya menjadi borok. Namun, saat ini Esti menjelaskan kondisi Erin sudah membaik. Dia sudah mampu untuk makan sendiri meskipun tetap ada sedikit bantuan dari mahout.

Tidak hanya menangani kasus Erin, dokter Esti juga pernah merawat gajah yang terinfeksi rabies pada tahun 2017. Saat ditemukan, Esti mendapati gajah tersebut sudah roboh dan mati sambil mengeluarkan air liur. Hal ini belum pernah terjadi, sehingga tim medis PLG membedah otaknya untuk diteliti di laboraturium. Hasilnya menyatakan penyakit yang menimpanya adalah rabies.

Rabies tidak pernah menimpa gajah di Indonesia. Kejadian  ini pertama kali terjadi. Masalahnya, Belum diketahui asal virus ini. Sebab, Gajah tersebut tidak memiliki gejala dan bekas luka pada tubuhnya. Mengetahui bahwa gajah yang mati terkena rabies, semua petugas yang merawat dan mengatopsi mendapatkan serum anti rabies.

 “Alhamdulillah sudah clear tidak terjadi apa-apa,” kata Esti.

Kasus terbaru yang sedang ditangani dokter Esti adalah penyakit cacingan yang sedang diderita Dita. Sudah sebelas hari Dita mengalami gangguan pencernaan.

 “Dita sakit gangguan pencernaan sejak hari sabtu sakit di infus sampai hari ini masih dimonitor,” kata Esti saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (19/8/2020).

Ketika merawat Dita, Esti mengatakan sangat dibutuhkan kesabaran dan harus telaten. Sudah beberapa hari ini, Dita mulai mau makan, sebelumnya sangat susah diberi makan.

 “Kita sampai berhari-hari mencari makanan yang cocok untuk dita. Makannya milih kacang panjang mau, timun kadang mau kadang gak, bengkoang tidak mau, kemarin mulai mau makan setengah hari selanjutnya gak makan lagi,” jelas Esti.

Esti menjelaskan ada masa atau periode yang unik pada gajah dan tidak terjadi pada hewan lain. Periode ini disebut Musth. Musth muncul ketika gajah jantan memproduksi testosterone yang banyak. Musth tergantung pada usia dan bisa berhubungan dengan tingkat sosial, dimana gajah jantan yang dominan terlihat mempunyai musth dengan tingkat yang lebih tinggi dibanding gajah lain. Kejadiannya bisa sebulan sampai tiga bulan. Saat gajah sedang mengalami periode musth, gajah akan sangat agresif sehingga bisa membahayakan mahout dan gajah lainnya.

Menurut teori musth hanya terjadi pada gajah yang dominan. Namun, teori itu terpatahkan di TNWK ini bahwa gajah yang mengalami musth bukan yang dominan saja.

“Saya bekerja di sini sangat terbuka jika ada kasus baru yang terjadi pada gajah. Setiap ada kasus baru yang hanya melaporkan pertama itu di way kambas, pokoknya penyakit-penyakit yang gak ada ditempa lain ada di way kambas,” katanya.

Seiring waktu Taman Nasional Way Kambas mulai berkembang tidak hanya dari sarana prasarana. Seperti adanya Rumah Sakit Gajah  Prof. Dr. Ir. Rubini Atmawidjaja dan  juga pengobatan yang memiliki perkembangan yang signifikan.

Berkembangnya teknologi juga cukup membantu aktivitas dokter Esti karena dapat mudah berdiskusi dan menghubungi mitra kerja jika ada suatu kasus. Selain itu dengan adanya internet membantu pekerjaannya untuk banyak membaca teori-teori mengenai pengobatan penyakit gajah.

Saat ini terdapat 64 ekor gajah di PLG Taman Nasional Way Kambas. Semua kesehatan gajah tersebut menjadi tanggungjawab Esti.  Dokter hewan satu-satunya di PLG Way Kambas ini, dibantu para mahout (pawang gajah) untuk mengontrol kesehatan gajah.

Mahout diberikan tanggung jawab untuk merawat gajah. Setiap mahout mempunyai borang harian yang berisi catatan perkembangan aktivitas sehari-hari gajah dan kronologi kesehatan gajah perhari yang dicatat oleh mahout itu sendiri. Seperti mencatat bentuk feses, urine yang dikeluarkan banyak atau sedikit, matanya sayu, belekan, perubahan nafsu makan dan ada luka diarea tubuh gajah. Selanjutnya dari hasil catatan mahout ini, akan ditindak lanjuti pemeriksaan oleh Esti.

“Jika pemeriksaan tidak cukup kita ambil sampel darahnya dan dilakukan pemeriksaan di laboraturium untuk mengetahui diagnosanya,” ujar Esti.

 Kecintaannya terhadap gajah merupakan alasan Esti tetap bertahan bekerja di PLG Way Kambas. Padahal, teman-teman angkatannya sesama dokter hewan memilih untuk pindah pekerjaan.

“Bahkan sekarang ada yang jadi pejabat. Saya ditawarkan untuk pindah tempat, saya jawab, gak, gak saya di sini aja gak mau pindah,” kata Esti.

Meskipun sebagai dokter gajah sangat menguras tenaga dan pikirannya. Akan tetapi, ada pengalaman yang tidak bisa dilupakan dan membuat Esti merasa terharu dan bahagia. Dia bersama tim patroli TNWK berhasil mengembalikan anak gajah ke kelompoknya.

 “Alhamdulillah kita mempunyai tim yang handal bisa menemukan kawanannya dan anak gajah tersebut langsung diterima,” urai Esti.

Dia menjelaskan tidak semua gajah mau menerima gajah lain kalau bukan kawanannya. “Rasanya bangga dan senang sekali bisa mengembalikan anak gajah ke kelompoknya seperti mengantarkan anak manusia kepada ibunya,” kata Esti, matanya terasa berkaca-kaca mengingat kejadian tersebut.

Bekerja sebagai dokter gajah di PLG Way Kambas selama 23 tahun, Esti sudah menemui berbagai masalah yang harus dihadapi. Namun, hal itu juga yang bisa membuat Esti bahagia karena mampu menyelesaikan permaslahan disini. Menurutnya, masalah itu bukan hanya penyakit saja banyak hal yang harus dihadapi apalagi status Rumah Sakit Gajah ini sendiri.

Dia juga berharap akan ada penambahan dokter di Rumah Sakit Gajah Way Kambas  yang bisa membantunya merawat gajah. Permintaan untuk penambahan dokter gajah sendiri sudah ada pengajuan dari Balai Taman Naisonal Way Kambas dan sedang menunggu perizinannya.

 Bukan tanpa alasan Esti meminta adanya penambahan dokter hewan. Dia merasa sudah mulai menua dan harus mempersiapkan penerusnya untuk menjadi dokter gajah di PLG Way Kambas.

“Di umur segini fisik saya tidak sekuat yang dulu sudah mulai punya banyak keluhan. Fisik itu penting untuk menjadi seorang dokter hewan untuk satwa liar. Menguras banyak tenaga karena harus berhadapan dengan satwa liar terutama satwa yang kuat seperti gajah, harimau, dan badak.,” kata Esti.

Penulis Fahimah Andini

Catatan Redaksi tulisan ini juga dimuat di Tabloid Teknokra Edisi 161.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

15 − three =