AJI Bandar Lampung Kecam Kejati Lampung Intervensi Kerja Jurnalis

Gedung Kejaksaan Tinggi Lampung. Foto : Google/ Kumparan .com
425 dibaca

Teknokra.co : Setelah ekspos dan rilis secara resmi kasus dugaan korupsi perjalanan dinas anggota DPRD Tanggamus pada Rabu 12 Juli 2023, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung I Made Agus Putra Adnyana meminta, berita terkait dugaan korupsi ditarik atau tidak diterbitkan.

“Mohon ijin rekan-rekan media atas perintah pimpinan terkait dengan Konferensi Pers tadi siang terkait sekretariat DPRD Tanggamus, jangan dulu dinaikin beritanya dikarenakan terkait dengan kondusivitas daerah. Mohon kesediaan rekan-rekan yang sudah tayang beritanya untuk ditarik kembali, atas kerjasamanya saya ucapkan terimakasih. Mohon kerjasamanya ya rekan-rekan media,” kata I Made Agus Putra Adnyana, melalui grup WhatsApp Media Kejati Lampung, Rabu, 12 Juli 2023, pukul 15.26 WIB.

Selain di WAG, I Made Agus juga mengirimkan pesan pribadi kepada wartawan dengan tulisan yang sama.

Sebelumnya, Kejati Lampung merilis secara resmi kasus dugaan korupsi perjalanan Dinas DPRD Tanggamus dari tingkat penyelidikan ke penyidikan. Dari hasil audit sementara, dugaan korupsi perjalanan Dinas DPRD Tanggamus itu, merugikan negara senilai Rp7,7 miliar dari realisasinya Rp 12 miliar.

Pihak kejati menjelaskan, penyelidikan telah dilakukan sejak Februari 2023. Dikarenakan Kejati telah menemukan dugaan korupsi dan potensi merugikan negara dari perjalanan dinas 45 orang anggota DPRD Tanggamus, status kasus pun naik ke tahap penyidikan.

Ketua AJI Bandar Lampung Dian Wahyu Kusuma, mengecam segala bentuk penyensoran dan intervensi terhadap kerja jurnalis. Menurutnya, Kebebasan pers dijamin oleh undang-undang.

“Pers harus bebas dari segala bentuk intervensi dan kepentingan apapun. Sebab, pers bekerja untuk kepentingan publik. Jadi, permintaan untuk menarik berita tersebut sama dengan mengebiri hak publik,” ujar Dian Wahyu, Kamis 13 Juli 2023.

Permintaan takedown berita juga dikategorikan sebagai sensor bagi pers. Hal itu bertentangan dengan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan diancam pidana 2 tahun atau denda Rp500 juta.

Dian mengatakan, kebebasan pers merupakan salah satu pilar utama dalam demokrasi dan kebebasan berpendapat. Melalui kebebasan pers, tindakan korupsi, ketidakadilan, dan pelanggaran hak asasi manusia dapat diungkap dan diperjuangkan.

Sementara itu, konferensi pers dan siaran pers merupakan informasi yang penting untuk diketahui oleh masyarakat. Media memiliki tanggung jawab untuk menyajikan fakta kepada publik.

“Jika terdapat narasumber yang merasa tidak puas dengan suatu berita, mereka memiliki hak untuk memberikan hak jawab atau koreksi kepada media yang telah mempublikasikan berita tersebut,” kata Dian.

[RILIS]

Exit mobile version