Teknokra.co: Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Bandar Lampung dan Polda Lampung menggelar diskusi yang menilik kasus kekerasan terhadap jurnalis Lampung selama tahun 2022, pada Kamis (29/12), di Kaldi Tea Haus Lt.2, Enggal, Bandar Lampung.
Berdasarkan catatan AJI Bandar Lampung, selama tahun 2022 terdapat empat Jurnalis di Lampung yang menjadi korban kekerasan, intimidasi, perampasan alat-alat kerja. Namun, juga terdapat sejumlah lima orang jurnalis di Lampung yang tersandung dalam kasus pemerasan yang memanfaatkan status profesi.
Selain membahas peristiwa profesi jurnalis di Lampung sepanjang setahun terakhir, diskusi tersebut juga membahas soal MOU Dewan pers bersama kepolisian, serta pembahasan soal KUHP dan UU ITE.
Hal ini kembali dibahas lantaran belum adanya titik terang penuntasan terhadap kasus kekerasan kepada jurnalis, ditambah dengan adanya permasalahan KUHP yang mangandung pasal-pasal karet seperti membatasi “penghinaan” terhadap pemerintah, pejabat bahkan presiden. Pasal-pasal tersebut dinilai berpotensi mengancam tugas-tugas jurnalis.
Ketua AJI Bandar Lampung, Diah Wahyu Kusuma menegaskan jika narasumber merasa keberatan terhadap peliputan jurnalis, maka aduan yang dituntut tak seharusnya masuk dalam Undang-undang ITE melainkan Undang-undang Pers.
“Pihak kepolisian masih menerima laporan itu, bila ada yang laporan maka dipelajari, dipanggil saksi dan pelaku, sedangkan menurut jurnalis, bila kasus tersebut tidak perlu masuk undang-undang ITE langsung saja dimasukkan kedalam Undang-undang pers tidak perlu lagi pemanggilan dan lain-lain,”. Tegasnya.
Terkait MOU antara Dewan Pers dan Aparat Hukum, AKBP. Rahmat Hidayat, selaku Kasubbid Penmas Humas Polda Lampung menganggap jika implementasinya telah berjalan. Namun, tetap membuka peluang terhadap pemidanaan Jurnalis.
“Memperjelas lagi jurnalis dalam artian memperjelas kerja jurnalis sesuai undang-undang pers, bagaimana jika jurnalis melakukan hal-hal pidana ya pasti ada pidananya,” terangnya.