teknokra.com: DPM-U (Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas) KBM Universitas Lampung mengadakan webinar Training Legislatif dengan tema “Membangun Legislator Mahasiswa yang Professional dan Berintegritas”, pada Minggu (26/06).
Wahrul Fauzi Silalahi, Ketua Komisi II DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Lampung, mengungkapkan bahwa DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dan DPM (Dewan Perwakilan Mahasiswa) adalah wadah perjuangan rakyat dan perjuangan mahasiswa untuk memperjuangkan, mengawal dan menyatukan aspirasi kaum tertindas yang belum diberikan kebenaran secara utuh oleh negara.
“Yang paling penting adalah sebagai pejuang wakil rakyat harus mengerti persoalan rakyat, begitu juga saya harapkan kepada teman-teman DPM, jangan sampai DPM sebagai anggota DPR nya kampus yang bisa kita lihat hari ini banyak yang tidak hafal Pancasila, nah ini menjadi persoalan,” katanya.
Kondisi hari ini, persatuan antara kekuatan gerakan rakyat sangat mudah terpecah belah, maka penting untuk masing-masing anggota parlemen atau DPR yang mewakili rakyatnya bisa mengkolodasikan baik masyarakat maupun mahasiswa dikampus. Untuk mengawali advokasi kebijakan tentu merupakan kerja besar yang membutuhkan perjuangan, konsistensi, dan komitmen. Sebagai wakil rakyat harus peka terhadap penderitaan rakyat dan tahu strategi memperjuangkan kebijakan rakyat.
“Butuh pengorganisiran yang baik dalam rangka mengawal anggaran-anggaran untuk perjuangan dan keberpihakan prasarana rakyat, kita juga harus bekerjasama dalam proses mengkritisi yang ada dipemerintahan, mari bersama-sama untuk terus menyuarakan kebenaran dan keadilan, jaga persatuan dan kekompakan, jangan mau terbelah, kita harus bersatu untuk terus memperjuangkan dan melawan ketidakadilan negara dan kampus tentunya,” ujarnya.
Muhtadi, Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung mengatakan bahwa jika orang yang bekerja dalam bidang berdasarkan linier antara keilmuan dan kualifikasi akademik dan kebutuhan praktisnya disebut pekerja profesional. Salah satu tuntutan orang yang berlaku profesional adalah dia bekerja dengan keahlian yang dimiliki atau dia bekerja karena sekolahnya mendukung untuk itu.
“Seperti yang saya contohkan tadi, ngapain kita sekolah pertanian, keguruan, hukum, kehutanan sampe selesai kalau berakhir jadi front office atau kasir, jangan tersinggung anda. Ada sembilan standar profesional yaitu, pertanggungjawaban, menjaga kerahasiaan, kewajiban fidusia, taat hukum, kejujuran, objektivitas, transparansi, berintegritas, dan loyalitas,” katanya.
Hierarki norma dimulai dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah/Kota, dan Peraturan lain yang diakui dan mempunyai kekuatan hukum mengikat. Misalnya, peraturan rektor itu bersifat hanya melaksanakan perintah dari peraturan menteri, rektor tidak boleh membentuk peraturan yang tidak ada di situ.
“Kalau dalam peraturan itu tidak mengadopsi musyawarah mufakat, itu dinamakan peraturan yang tidak tahan asas, artinya tidak boleh untuk diakui karena menciptakan ketidakpersatuan, memecah belah,” ujarnya.
Hanggara Ramadhan Sunano, Sekjend (Sekretaris Jenderal) FL2MI (Forum Lembaga Legislatif Mahasiswa Indonesia) menyebutkan ada beberapa jenis sidang yang bersifat rutin yaitu sidang pleno, sidang paripurna, sidang komisi. Kemudian, ada sidang dalam keadaan khusus yaitu sidang luar biasa atau sidang istimewa.
“Ada beberapa kelengkapan sidang yaitu pimpinan, peserta sidang, tata tertib, materi persidangan, dan yang terakhir adalah palu sidang. Dalam susunan persidangan, yang pertama adalah pembukaan, penyepakatan agenda sidang, pemilihan presidium tetap, menetapkan waktu sidang, pembahasan agenda sidang,” katanya.
Ada istilah yang tidak boleh tertukar dan keliru, yaitu skorsing (memberhentikan sidang untuk sementara waktu, namun peserta sidang harus tetap berada di ruangan), pending (memberhentikan sidang untuk sementara waktu dan boleh meninggalkan ruangan), interupsi (menyela pembicaraan karena ada hal penting yang ingin disampaikan), lobi (mekanisme komunikasi antara pihak yang berbeda pendapat), voting (pengambilan keputusan melalui suara terbanyak), dan peninjauan kembali/PK (mekanisme pengulangan kembali terhadap pembahasan yang telah disahkan).
Jenis-jenis interupsi terdiri dari point of privilege, point of information, point of question, point of clarification, point of order, point of affirmation. Irama pada ketukan palu sidang pun berbeda-beda, satu kali ketukan adalah untuk serah terima jabatan atau menetapkan keputusan dan mengesahkan hasil sidang, dua kali ketukan adalah untuk skorsing ataupun pending, tiga kali ketukan digunakan untuk membuka dan menutup persidangan, lebih dari tiga ketukan dengan palu yang dibalik digunakan agar peserta sidang yang hadir bisa kondusif.
“Seorang pimpinan sidang adalah pemimpin tertinggi dalam suatu persidangan dan bukanlah sebagai alat atau robot, serta seorang pimpinan sidang harus memiliki mental yang kuat dan tenang dalam melihat persidangan,” ujarnya.
Penulis: Mita Nurfadilah