Banjir Melanda, Warga Bandar Lampung Tuntut Solusi Penyelesaian

Foto : Teknokra/ Ilham Bintang
192 dibaca

Teknokra.co : Aksi demonstrasi mahasiswa yang digagas oleh sejumlah mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi di Lampung terkait belum adanya solusi untuk penanganan banjir. Aksi ini digelar didepan kantor walikota Bandar Lampung pada Jum’at (25/04).

Sepantauan teknokra, massa aksi demo mulai berdatangan pada pukul 11.30 WIB. Gerakan ini melibatkan beberapa mahasiswa dari Univeristas Lampung (Unila), Universitas Islam Negeri (UIN), dan ada beberapa warga yang datang untuk ikut terlibat dalam aksi.

Poin utama dalam tuntutan aksi ini adalah meminta pertanggungjawaban walikota Bandar Lampung atas terjadinya banjir bandang di kota Bandar Lampung.

Agung Prasetya sebagai partisipan demo menyampaikan bahwa tuntutan harus sampai ke walikota Bandar Lampung.

“Tuntutan ini berdasarkan keresahan warga yang terkena dampak banjir, tuntutan ini seharusnya disampaikan langsung ke walikota Bandar Lampung,” ungkapnya.

Ia menambahkan bahwasannya walikota tidak merespon tuntutan dari beberapa hari yang lalu.

“Kenapa, karena walikota Bandar Lampung tidak merasa bersalah apa yang telah dilakukan,” tambahnya.

Ia juga mengatakan bahwa ada hambatan dalam melaksanakan aksi ini.

“Hambatan dari pertama sampai hari ini, kita selalu ditumburkan dengan refleksivitas aparatur” ujarnya.

Deri Nugraha sebagai salah satu partisipan demo juga memberikan tanggapan terkait ada kekerasan dalam menyatakan pendapat.

“Seharusnya para aparat inikan dia menjadi penyelenggara undang-undang (UU), dalam UU 1945 pasal 28 E ayat 3 bahwasannya setiap orang itu bebas dalam berpendapat dan dijamin oleh negara, namun yang kita terima justru kekerasan, dengan hal itu saya mengecam tindakan refleksivitas” ungkapnya.

Ia mengatakan memang tindakan ini adalah bentuk dari rasa kemanusiaan dan bentuk menyuarakan aspirasi warga yang ada di kecamatan Panjang.

“Kita harus paham bahwa warga Panjang itu lagi kesusahan, mereka rumahnya hancur, sedang beberes rumah yang lumpuran semua, jadi akan sulit untuk mereka ikut aksi, maka kami yang punya keluluasaan waktu, kami ingin menyuarakan itu sebagai bentuk solidaritas terhadap sesama warga dan atas dasar kemanusiaan” ucapnya.

Ia menambahkan dengan adanya tindakan kekerasan dan tidak adanya kebebasan berkeskpresi akan melukai negara berdemokrasi.

“Karena itu telah mencederai negara yang berdemokrasi dan hak asasi manusia (HAM) serta mengembiri hak rakyat untuk bersuara” ujarnya.

Triyansyah Kusuma Putra (Ilmu Hukum ’24) merupakan salah satu mahasiswa yang terlibat demi juga mengatakan terdapat banyak hambatan dalam melakukan aksi yang minim partisipan.

“Sangat terhambat, bahkan aparatur negara seperti Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) bahkan polisi menyampaikan bahwasanya bunda Eva tidak ada,” ungkapnya.

Ia menambahkan ada beberapa tindak kekerasan dari aparat yang ada dilokasi.

“Jadi kami tadi dihalang- halangi untuk masuk bahkan sampai ditindas, diinjak, ditendang, dipiting, bahkan tangan saya sendiri keseleo” ujarnya.

Triyansyah mengatakan bahwa respon dari walikota tidak memberikan solusi.

“Sebenarnya konkritnya seperti ini, mereka sebagai pejabat/walikota karena kita ingin solusi, kalo mereka hanya menyatakan sebab akibat, itu tiap hari kami rapatkan dengan kawan kawan, apa saja sebab & akibatnya,” ungkapnya.

ia juga menegaskan bahwa tidak ada gunanya jadi walikota jika tidak bisa memberi solusi.

“Kalau hal ini terjadi di walikota, buat apa ada pemimpin kalo tidak ada solusi,” tegasnya.

Triyansyah berharap di hari Senin nanti dapat memberikan solusi terhadap masalah ini.

“Harapan kami di hari Senin, tolong bunda Eva hadir saja, kami hanya ingin hadir & mendengarkan apa kata ibu itu sendiri,” ujarnya.

Ia juga menambahkan pesan untuk bunda Eva untuk bisa menghadapi media dan mahasiswa sekaligus.

“Jangan hanya depan media saja bu, depan kami mahasiswa yang punya intelektual,” pungkasnya.

Exit mobile version