Batik Siger Untuk Bumi Ruwai Jurai

378 dibaca

Kini, masyarakat Lampung patut bangga dengan munculnya Batik Siger khas Lampung. Batik tulis asli yang  di produksi di Lampung, dari dan untuk masyarakat Lampung.

teknokra.co: Sebuah rumah teduh beratap jerami, berdiri kokoh di persimpangan Jalan Bayam, Kompleks Perumahan Beringin Raya, Kemiling, Bandar Lampung. Di atas pintunya terpasang ukiran emas nan mewah bertuliskan Siger Roemah Batik. Melewati pintu kacanya, kita akan dibuat takjub dengan suguhan warna dan corak batik tulis yang dipajang rapih di rak kayu. Warna yang mencolok dengan motif gajah, payung dan perahu khas lampung tampak mendominasi.

Siang itu, Sabtu 14 November, lima orang wanita duduk di kursi kecil. Posisinya melingkar, duduk saling membelakangi. Tangan kiri mereka memegang selembar kain putih bermotif, sedangkan tangan kana yang terampil melapisi sketsa dengan malam cair yang diletakkan tepat di tengah-tengah mereka. Kegiatan tersebut menjadi salah satu kegiatan rutin di Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) Batik Siger, milik Laila Al Khusna.

Menurut nenek lima cucu ini, pendirian LKP Batik Siger tersebut, dilatarbelakangi kecenderungan masyarakat Lampung yang lebih memilih menggunakan batik printing (tekstil bermotif batik) daripada batik tulis asli (yang dibuat dengan malam, baik tulis atau cap). Sebagai keturunan pengusaha batik di Solo, Laila merasa gerah akan hal tersebut. Selain itu, banyaknya anak putus sekolah dan ibu rumah tangga yang menganggur di lingkungannya, membuat Laila merasa terpanggil untuk menularkan skill membatik yang ia miliki.

Membuat sendiri kurikulum dan silabus untuk kursus dan pelatihan batik siger, Laila sudah berhasil meluluskan lebih dari 100 alumni yang tersebar hampir di seluruh kabupaten di Lampung. Dengan dukungan dari masyarakat sekitar, LKP Batik Siger yang sudah berdiri sejak 2008 itu, berhasil menciptakan icon batik dengan motif  khas Lampung seperti, gajah, perahu, siger, payung, dan lain sebagainya.

 

Mendapat Penghargaan Upakarti

Sejak kecil, Laila memang sudah akrab dengan batik. Wanita kelahiran Solo, 17 April 1958 itu sangat mencintai batik asli Indonesia. Pengetahuan dan keahlian membatiknya, didapat dari seringnya ia melihat proses produksi batik di perusahaan sang ayah.

Setelah hampir tujuh tahun mendedikasikan diri untuk membuat batik, berperan membantu mengurangi pengangguran dan warga putus sekolah di daerah Kemiling, Laila menerima penghargaan Upakarti dari pemerintah pusat melalui Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. Upakarti merupakan penghargaan yang diberikan pada perajin dan pengusaha kecil atas karya, jasa, pengabdian dan kepeloporannya dalam industri kecil dan kerajinan. Penghargaan itu didapatnya pada Oktober 2014 lalu. “Bangga rasanya saat itu. Saya berharap lebih banyak lagi orang-orang yang mencintai batik,” tuturnya berharap.

 

Membawa Batik Berkeliling Dunia

Dedikasi tinggi terhadap batik tulis, membuat Laila mampu memperkenalkan batik pada masyarakat dunia. Beberapa kota seperti Kairo, Abu Dhabi, Moskow, Berlin, Iran, dan Turki  sudah ia jajaki. Mengikuti seminar, workshop, lomba, menjadi pegmateri, hingga memberikan pelatihan pada 35 istri duta besar telah dilakoni.

Pengalaman amat berkesan pun ia rasakan saat dipercaya sebagai narasumber kongres seni internasional pada 8-15 Mei 2015 di Tubris Art Islamic University, Iran.  Dihadapan delegasi dari 50 negara di dunia, dengan bangganya ia memperkenalkan batik Indonesia yang sudah diakui dunia itu.

Rasa bangga terpancar dari raut wajah Laila saat mengingatnya. Sejarah batik, macam motif tiap daerah, hingga makna yang terkandung pada tiap motif diutarakannya saat kongres. Antusias peserta sangat besar kala itu. Selama delapan hari di sana, Laila sempat bertukar ilmu dan informasi bersama seniman penjuru dunia. “Yang buat saya terkesan, ternyata batik tak hanya dimiliki Indonesia dan Malaysia. Bahkan Perancis pun punya,” ungkapnya. Mengetahui hal itu, Laila makin mantap dengan jalannya melestarikan batik. Ia tak ingin batik milik Indonesia kalah saing dengan batik negara lain.

 

Kewajiban Moral untuk Memberikan Edukasi

Anak ke dua dari delapan bersaudara ini merasa bangga Lampung bisa mempunyai batik tulis yang betul-betul diproses di Lampung, dengan memberdayakan masyarakat Lampung. Tak berlebihan rasanya harapan Laila, agar batik siger bersama tapis dan sulam usus dapat menjadi tuan rumah di Bumi Ruwa Jurai.

Namun, banyak masyarakat Lampung yang belum menyadari apa definisi batik sebenarnya. “Batik itu adalah kain yang ditulis atau di cap dengan bahan malam atau lilin khusus membatik,” terangnya. Menurutnya, dengan memakai batik asli, konsumen telah membantu meningkatkan perekonomian masyarakat. Satu lembar kain batik dikerjakan oleh minimal lima orang pekerja, hal itulah yang tak disadari pengguna batik. “Bayangkan, satu potong bisa menghidupi minimal lima orang,” tegasnya. Laila merasa hal ini merupakan kewajiban moral bagi pelaku usaha batik dimanapun berada untuk memberikan edukasi pada masyarakat.

Membatik memang tidak populer dikalanga remaja. Padahal menurut ibu tiga anak ini, masyarakat Indonesia wajib mengetahui warisan asli nenek moyang itu. Generasi muda  perlu menumbuhkan kecintaan terhadap produk dalam negeri, khususnya batik. Besar cita-cita Laila untuk menjadikan Kemiling sebagai sentra produksi dan penjualan batik layaknya Pekalongan dan Solo. “Meski sulit saya akan berusaha meyakinkan pemerintah, pelaku usaha, tokoh masyarakat dan semua elemen untuk mewujudkannya,” ujarnya optimis.

Oleh : Ayu Yuni A.

Exit mobile version