Buruh Migran Indonesia Rawan Eksploitasi

257 dibaca
Tangkapan layar diskusi publik Sebay Lampung yang dilakukan secara virtual, Rabu (23/12).

teknokra.co: “Saya memutuskan sudah tidak kuat dan memutuskan untuk pulang,” ungkap Ismi Malihatun, salah satu mantan Perempuan Buruh Migran asal Lampung Selatan. Ismi berbicara tentang permasalahan yang ia hadapi ketika menjadi buruh migran dalam diskusi publik, pada Rabu (23/12).

Diskusi yang diselenggarakan oleh Sebay Lampung ini dilakukan secara virtual melalui aplikasi zoom. Ismi mengungkapkan, selama bekerja sebagai buruh migran ia tidak mendapat informasi mengenai hak dan kewajibannya sebagai pekerja.

Menurut Ismi, minim informasi membuat ia pasrah ketika mendapat banyak pekerjaan dari majikannya. Mulai dari mengurus tiga orang anak, membersihkan rumah, hingga merawat tujuh ekor kucing peliharaan majikannya.

Pekerjaan tersebut tidak sebanding dengan asupan makanan yang Ismi peroleh setiap hari. Akibatnya kesehatan Ismi beberapa kali menurun.

BACA JUGA:

Ambruknya Kedaulatan Bangsa

Soroti Permasalahan Jurnalis Perempuan, AJI Bandar Lampung Lakukan Jajak Pendapat Lewat Diskusi Publik

“Ketika sakit itupun saya mengadu ke majikan saya dan bukan diberi obat hanya diberi Panadol dan itu hanya dua kali terus tidak sembuh,” kata Ismi.

Ketika berobat ke dokter pun ia berangkat seorang diri. Berbekal uang 50 dollar yang diberikan oleh majikannya, yang ternyata itu adalah uang gajinya yang dipotong. Karena tidak mendapat hak-haknya sebagai buruh migran, Ismi memutuskan pulang.

Senada dengan Ismi, Ida Farida yang juga merupakan mantan Perempuan Buruh Migran asal Lampung Barat juga mengungkapkan hal yang sama. Ia tidak mengetahui bahwa terdapat undang-undang yang mengatur dan melindungi hak-hak pekerja migran.

Akses komunikasinya dengan keluarga Ida dibatasi. Bahkan, ketika ingin mengirim uang untuk keluarganya juga tidak boleh ia lakukan sendiri melainkan harus melalui majikannya. Karena kurang informasi, ia tidak menolak atau melakukan perlawanan.

BACA JUGA:

Hasil Riset, AJI Bandar Lampung Gelar Diskusi “Potret Kusam Jurnalis Perempuan”

Suarakan Isu Lingkungan, Teknokra Adakan Nonton Bareng dan Diskusi Film “Kinipan”

Sukendar DPW SBMI Lampung mengungkapkan di Provinsi Lampung sosialisasi yang didapat oleh calon pekerja migran sangat minim. Sosialisasi seharusnya dilakukan bahkan di tingkat desa. Namun, kenyataanya sangat jauh dari harapan.

“Kita harus bersinergi dengan berbagai pihak untuk menyampaikan informasi ini ke masyarakat,” katanya.

Armayanti Sanusi Ketua Solidaritas Perempuan Sebay Lampung mengungkapkan pengawasan yang tidak ketat dari pemerintah juga menjadi celah yang membuat buruh migran sering mendapat perlakuan kurang menyenangkan.

“Butuh campur tangan negara agar terdapat perlindungan yang komprehensif untuk pekerja migran Indonesia,” ungkapnya.

Penulis: Sandra Puspita

Exit mobile version