Catahu AJI Bandar Lampung 2025 : Soroti Kesejahteraan Jurnalis

Foto : Teknokra/ Yolanda Ria Kartika
23 dibaca

Teknokra.co : Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Bandar Lampung mengadakan Diskusi Publik Catatan Akhir Tahun (Catahu) sekaligus malam penganugerahan Saidatul Fitria dan Kamaroeddin 2025 yang bertajuk “Ironi Kesejahteraan Jurnalis di Tengah Kekerasan dan Kriminalisasi” di D’Jaya House pada Selasa, (23/12).

AJI Bandar Lampung memberikan penghargaan Saidatul Fitria kepada karya jurnalistik yang berkualitas dan berdampak bagi masyarakat serta penghargaan Kamaroeddin kepada tokoh jurnalis yang memenuhi kriteria, yakni tokoh yang memerjuangkan kebebasan pers dan nilai-nilai kemanusiaan.

Penghargaan Saidatul Fitria 2025 dimenangkan oleh Lampung Geh dengan karya berjudul Extrajudicial Killing : Luka Lama yang Berulang di Lampung. Sebuah berita feature dan investigasi mendalam yang tidak hanya sekedar tulisan biasa, tetapi juga sarat akan pengalaman-pengalaman sosial dan hukum.

Menariknya, di malam penganugerahan 2025 ini adalah tidak adanya tokoh jurnalis yang mendapatkan penghargaan Kamaroeddin. Menurut penuturan dari Vina Oktavia selaku perwakilan AJI menjelaskan terkait tidak adanya tokoh yang memenangkan penghargaan Kamaroeddin, hal ini dikarenakan belum adanya tokoh jurnalis yang dianggap layak untuk penghargaan ini.

“Keputusan ini bukanlah cerminan dari nihilnya kerja-kerja baik di masyarakat, melainkan bentuk kehati-hatian dan tanggung jawab moral agar penghargaan ini tetap memiliki makna, bobot, dan integritas,” jelasnya.

Vina menuturkan alasan tim kurator tidak memberikan penghargaan ini kepada siapa pun, meski banyak tokoh jurnalis yang tetap konsisten pada kebenaran.

“Di tengah menyempitnya situasi ruang sipil, maraknya kriminalisasi, lemahnya perlindungan terhadap kebebasan pers, serta minimnya keberpihakan kebijakan publik terhadap kelompok rentan, kurator menilai bahwa penting untuk tidak menurunkan standar penghargaan,” tuturnya.

Terlepas dari tiadanya sosok jurnalis yang layak untuk penghargaan Kamaroeddin, gelar anugerah ini terus menunggu sosok Kamaroeddin yang memiliki keberanian yang lebih tegas.

“Tidak diberikannya anugerah Kamaroeddin 2025 justru menjadi catatan, sekaligus alarm refleksi bagi semua pihak. Bahwa perjuangan untuk demokrasi, keadilan, dan kebebasan berekspresi di Lampung masih membutuhkan keberanian yang lebih tegas, sikap yang lebih konsisten, dan tindakan yang lebih berpihak pada kepentingan publik,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

fifteen − 8 =