Cerpen: Memendam Rasa untuk Kamu

Cerpen Memendam Rasa untuk Kamu
3,866 dibaca

“Jika sekarang

Kau kehilangan jejakku dimatamu

Kau jangan ragu

Aku sedang berjuang

Menahan pisau rindu di telapak doaku”

 Waktu pun hanya mampu jadi saksi, ia diam-diam berjalan dan bergerak, tapi tak bisa jadi bibir yang berani berbicara. Mungkin aku seperti itu, seperti waktu si bisu yang diam-diam mengagumimu dan membiarkanmu berlalu. Perih memang, tapi menjagamu tetap dalam doa cukup membuatku lega.

Aku Kania Azzahra putri satu-satunya umi Fatimah dan Abi Ahmad. Sejak kecil aku menyukai kegiatan menulis, mungkin itu adalah hobi yang umi turunkan kepadaku. Sebab setiap aku melihat umi menulis membuatku menjadikan menulis sebagai kegiatan menarik disetiap hariku, dengan menulis aku bisa curhat, bisa menyimpan rahasia yang selain aku dan Allah yang tahu, bermain dengan kata-kata yang indah, melegakan ide-ideku yang haus untuk dituangkan, dan yang terpenting menulis bisa buat aku jadi kreatif dan inovatif untuk menghasilkan kata dan karya.

Dulu pada saat aku duduk dibangku SMP ada orang yang tiap bertemu selalu melakukan tingkah lucu dan aneh, banyak yang bilang padaku kalau anak itu menyukaiku, namanya Ali. Hah, masa SMP adalah masa paling unik dan masa cinta monyet katanya. Yah memang benar sekali, setelah aku dekat dengan salah satu temannya yang baru saja pindah dari medan ia tak lagi menegurku, entah aku heran dengan sikapnya dan rasa cemburunya itu membuatku tertawa kalau mengingatnya.

Sampai dengan saat aku dan ia sama-sama duduk dibangku SMA, ia tetap kekeh dengan diamnya saat bertemu denganku. Aku pun juga tidak menegurnya sama sekali, apa aku harus menegurnya biar dia tidak lagi mendiami aku selama dulu hingga sekarang ini. pikirku yang dulu biarkan saja berlalu dan sekarang berteman atau bahkan bersahabat kan jauh lebih baik, daripada begini seperti bermusuhan juga tidak, berteman tapi tak saling bicara.

“ Farel, aku boleh nggak minta tolong sama kamu?” ucapku pada Farel sahabatku sejak SMP, dia juga adalah teman dekat Ali.

“  Aduh maaf ya artis lagi sibuk” balas Farel. Dia memang manusia halu, cita-citanya jadi artis tapi bundanya menginginkan dia jadi pilot.

“ Aduh aku harus gimana punya temen super halu gini?”

“ Parah bat sih si bawel nih, bukannya diAamiinin temennya, malah bilang begitu. Udahlah males aku gak mau bantu kamu” ancamnya sambil membelakangiku.

“ Ya ampun gitu aja kamu ngambek sih. Cewek banget mentalmu” balasku.

“ Oh jadi gitu…?” (berbalik badan untuk menatapku tajam-tajam).

“ Iya, ih udah ah becandanya. Aku mau kamu bantu aku pokoknya harus, kamu nggak boleh nolak dan kamu harus nurut sama aku, titik!!!!!” aku pertegas, soalnya bicara sama dia kalo nggak diseriusin suka lama dan dia pasti becanda sampai temannya capek ketawa.

“ Yaudah deh, ntar aja pulang sekolah aku main kerumah kamu biar sekalian mau ketemu umi kamu”

“ Mau ngapain ketemu umiku ?”

“ Ngelamar kamu”

“ Gila sih”

“ Ya enggak lah ogah banget aku nikah sama princess bawel kuadrat kayak kamu” ejeknya membuatku makin malas lama-lama dihadapannnya.

“ Aku disuruh bunda buat minta tolong ke umi kamu untuk bantu umi buat kue, minggu ini kan acara arisan ibu-ibunya dirumah bundaku” Sambungnya.

“ Ok, aku mau ke kelas dulu”  

Pulang sekolah aku langsung pulang ke rumah, belum lama aku membuka gerbang Farel datang dengan motornya.

“ Hei bawel..” teriaknya padaku.

“ Kebiasaan, cepet masuk!” balasku.

“ Oke” dia langsung memarkirkan motornya di halaman rumah dan aku menutup kembali gerbang rumahku.

“Assalamualaikum tante” ucapnya menyapa umi dengan ramah dan santun, itulah yang disukai umi yaitu sikapnya. Umi senang aku berteman dengan Farel, karena Farel juga anak dari temannya.

“ Waalaikumussalam sayang” Umi memang sudah sangat akrab dengan Farel yang dulu sering membantuku saat aku terluka, baik itu fisik maupun hatiku. Farel adalah sahabat terbaikku.

“ Tante bunda katanya mau minta bantuan tante bikin kue untuk arisan di hari minggu besok tan”

“ Oh gitu ya, tenang aja ntar tante bantuin”

“ makasih banyak tante”

“ sama-sama sayang, mau minum apa tante buatin yaa?, atau mau makan,  Nia sayang ajak Farel makan dek!!” perintah umi padaku, mau tak mau aku harus mengajak Farel makan.

“ Nggak usah repot-repot tante Farel barusan makan kok tadi di kantin, Farel kesini juga untuk bantu Nia katanya dia butuh bantuan Farel tan”

“ Oh gitu, yaudah nak ke teras aja ntar tante siapin cemilan sama minuman ya”

“ Jangan tante, ngerepotin”

“ Ngggak kok nak”

“ Umi, Nia ajak Farel ke teras ya” izinku pada umi

“ Iya sayang, Nada sahabat kamu juga sudah disana dari tadi dia menunggu kamu pulang”

“ Kok umi nggak bilang dari tadi mi?, ya sudah Nia langsung kesana sama Farel” aku mengakhiri pembicaraanku dengan umi dan langsung ke teras untuk menemui Nada sahabatku sejak kecil tapi dia tak pernah satu sekolah dengan aku melainkan dia adalah tetangga dekatku yang sudah ku anggap seperti saudaraku sendiri.

“ Nadaaaa, ya ampun aku kangen banget sama kamu” sesampainya di teras aku langsung memeluk Nada, kami sudah seminggu tak bertemu karena kesibukan masing-masing.

“Yah, aku nggak bisa ya dipeluk juga ?”

“ Bukan mahrom Farellllll!!!!” teriakku dan Nada kompak.

“ Sip, teruji sih udahan kekompakan kalian. Mantap!!”

“ Emang” ucapku dan Nada kompak lagi.

“ Nia, Nada mau curhat sama kamu”

“ Ok, nanti yaa aku lagi mau bahas hal yang cukup penting dulu sama kamu dan Farel. Aku mau kalian mengutarakan pendapat kalian nanti yaa” pintaku.

“ Ok bawel” balas Farel.

“ Ih Mr. Nyebelin” balasku lagi.

“ Iya Nia kita dengerin dulu, kamu cerita gimana?” balas Nada.

“ Jujur aku tu nggak nyaman sama sikap Ali yang dari dulu sampe sekarang masih aja gitu diemin aku. Kan kita tu teman satu kelas dari dulu, kata temen-temen yang lain dia itu sikapnya berubah ke aku karena aku sering sama kamu Rel mainnya. Masuk akal nggak sih, tau sendiri Farel udah kayak kakak aku sendiri. Iya kan Rel?”

“ Iya bawel” jawab Farel mengolok.

“ Ih serius dulu sih” balasku.

“ Yaa wajar sih” gumam Nada.

“ Apa Nad?” Jelasku.

“ Enggak, yah aku rasa kalian itu perlu ngomong bertiga. Terus bilang ke Ali dengan baik-baik kalau kalian ini mau dia berteman baik gitu sama kalian” Jelas Nada.

“ Iya sih Nad, kamu bener”  balasku.

“ Ya udah besok biar aku temuin dia sama kamu ya bawel?” balas Farel.

“ Iya tuh Nia kamu harus bicara sama Ali kalau memang kamu itu nggak ingin si Ali diemin kamu terus” tambah Nada.

“ Iya, besok aku bakal bicara sama dia” balasku.

“ Ya udah bawel, aku mau futsal sama temen-temen tadi udah janjian. Aku pulang duluan ya!” pamit Farel.

“ Iya Nyebelin, kamu hati-hati dijalan ya besok jangan lupa bantuin aku”

“ Iya bawel, santuy!!. Pulang yaa” ucapnya sambil beranjak dari teras, kemudian dia pamit sama umi untuk pulang. Tak lama Farel pergi Nada menarik tanganku dan bilang padaku.

“ Nia, aku sebenernya suka sama Farel” ucapan Nada cukup membuatku lumayan terkejut dan shock.

 “ Kok bisa Nad?” tanya ku, sebab aku heran dia kenapa kok bisa suka sama Mr. Nyebelin kuadrat yang super sering bikin aku kesel.

“ Sikap dia sebagai sahabat ke kamu itu bikin aku meleleh liatnya, apalagi kalo aku jadi pacarnya dia, Nia pasti dia bakal jadi pacar yang perfect banget buat aku. Ya kan?” jelas Nada kepadaku.

“ Nada kan aku udah sering bilang sama kamu, jaga orang tua kamu dengan menjaga diri kamu yang menyebabkan dosa Nada. Termasuk  ini nih kalo kayak gini kamu zina hati dan zina fikiran Nada, jadi simpan cinta kamu, lindungi cinta kamu biar tetap halal, Oke?”

“ Siap ibu ustadzah” balasnya dengan senyum manis yang menggambarkan ia sedang berbunga-bunga dengan rasa cintanya.

Sepulangnya Nada dari rumahku, aku langsung solat dan setelah itu aku menunaikan hobiku. Aku merasa tidak mengerti pada perasaanku sendiri, ku tuangkan bingungku pada bait-bait tulisanku yang remuk dan pecah sebagai bingkai kacaunya pikiran dan rasa yang berbaur padu.

Pada puisi-puisi yang ku tulis aku menulisnya, menuliskan tentang dirinya, dirinya yang kucintai dengan sederhana dan hanya dengan menulis aku bebas membicarkan tentang dirinya.

… Ada separuh rindu yang ingin dilengkapi oleh dirimu

                        Ada sebait perih yang ingin diobati oleh dirimu

                                    Ada jarak yang ingin dilewati oleh dirimu

                                                Ada aku, yang ingin dimiliki oleh dirimu…”

Perasaan yang muncul ini bisa disebut sebagai cinta, wajahnya kadang ceria, kadang juga sedih. Kata orang cinta memang begitu, tak mungkin tak akan pernah ada sedih yang membasuhi pipi. Sudah ku buktikan saat ini, aku sudah menjebak luka yang ku kurung dihatiku sendiri. Menyimpanmu baik-baik disini pada tulisanku  ini adalah nyaman yang ku ciptakan saat ini, sebab tak akan baik membiarkan cintaku menjadi berantakan jika bergaul dengan nafsu.

“ Assalamualaikum bawel” Farel mengagetiku yang sedang menulis buku diary di pojok perpustakaan sekolah.

“ Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, astagfirullah Mr. Nyebelin emang nggak pernah ya sekali aja nggak nyebelin?” balasku kesal, tingkahnya membuatku jengkel tiap saat kalau ada dia tapi mau bagaimana lagi, dia adalah sahabat yang setia meski menyebalkan.

“ Ih jutek amat sih, katanya mau minta dibantuin..” ucapnya sok melemahlembutkan nada bicaranya.

“ Hemh, iya deh iyaa” balasku.

“ Dia udah di depan, aku panggil ya sekarang buat ngomong sama kita?”

“ Ya udah suruh kesini aja” balas Anisa temanku satu bangku.

“ Iya” balasku.

Setibanya Ali dihadapanku rupanya aku gugup dan bingung mau mulai pembicaraan dari mana, dan tiba-tiba Farel membuka pembicaraan. “ Jadi aku sama Nia itu pengen kalo kita berteman aja kalau bisa bersahabat gitu, kita kan udah satu sekolah dari SMP. Aku tahu kamu suka sama Kania dari lama dan kamu ngambek kan sejak kedatanganku di hidup Kania. Sampai saat ini kamu masih belum menegur Kania, gini bro kita masih kecil dan masih jauh tahapnya, jadi ya udahlah bro aku sama Kania juga nggak ada apa-apa. Kita sahabatan aja gimana?, ntar masalah kamu suka sama Kania mah gampang bro, kalau jodoh nggak akan kemana kok jadi santai aja bro. Gimana kamu mau kan sahabatan sama kita semua ?” jelas Farel pada Ali.

“ I.. iya Li, kita kan sudah lama kenal dan aku pikir nggak baik kalau kita diam terus begini dari kelas 3 SMP semenjak kedatangan Farel. Kamu harus tetep jadi temanku, mau ya?” tambahku.

“ Iya Nia aku mau, maaf aku terbawa perasaan jadi bikin pertemanan kita hancur” balas Ali.

“ Enggak kok Li, ini salah aku” balasku lagi.

“ Ihhh yaudah loh, sip kita jadi sahabat nih ya berempat. Pokoknya selamanya, sahabat sesyurga. Aamiin…” balas Anisa.

“ Aamiin…” serempak.

Sejak saat itu kami bersahabat sangat erat, kemana pun pergi kami selalu bersama, ibadah, makan, main , belajar, mengaji, semuanya bersama. Indahnya hidup bersahabat yang rukun seperti yang ku rasakan. Sahabat adalah segalanya, susah senang, warna-warni, hitam putih, sahabat adalah kerabat juga bagiku. Mereka tak ternilai, berharganya mereka bagiku adalah hadiah dari Allah yang sangat indah. Aku begitu bersyukur bisa melewati hari-hari putih abu-abu yang indah bersama dengan mereka.

Hingga saatnya dipenghujung perpisahan kita. Ada aku, Farel, Nada, Ali, dan Anisa, kami berkumpul untuk membahas kelanjutan dari persahabatan dan masa depan kita masing-masing. Kami berkumpul di teras belakang rumahku ditemani singkong keju panas buatan umi.

“ Sayang, abi sama umi mau pergi kondangan di tempat rekan kerja abi kamu dulu ya nak” pamit umi padaku.

“ Iya umi”

“ Jangan aneh-aneh ya nak, kalian ini sudah kelas 3 SMA ” pesan umi sebelum pergi.

“ Siap umi bos, lagi pula kami cuma ngobrol biasa di rumah aja mi nggak akan kemana-mana”

“ Oh, syukur deh kalau gitu kan umi tenang. Umi pikir kalian mau main-main kemana gitu?” tanya umi.

“ Enggak kok mi, umi sama abi hati-hati ya di jalan” pesanku pada umi dan abi.

“ Iya sayang, Abi sama umi berangkat ya nak assalamualaikum..” pamit abi sambil mengecup dahiku dan mengelus bahu kananku.

“ Iya bi waalaikumussalam” balasku pada abi.

Abi dan umi berangkat naik motor ke tempat nikahan anak rekan kerja abi. Aku dan teman-teman tetap di teras untuk saling bercerita dan bertukar pikiran.

“ Kania kamu abis ini rencana mau kuliah dimana ?” tanya Ali padaku.

“Iya bawel aku penasaran kamu lanjut kemana” timbal Mr. Nyebelin.

“ Iya Nia, kita semua penasaran nih”ucap Nada, Anisa, Ali, dan Farel serempak.

“ Aku ingin ambil sastra di UI tapi umi sama abiku nggak setuju. Aku disuruh ambil pendidikan geografi biar jadi pengganti abi di sekolah yayasan milik eyangku. Aku juga disuruh kuliah yang dekat sama eyang utiku di Jogja” jelasku.

“ Wah berarti kamu bakalan di Jogja dong positifnya ya?” tanya Anisa.

“ Iya, Insyaallah” jawabku. Tak lama kemudian telepon rumahku berbunyi dan aku langsung mengangkatnya, “ Halo, assalamualaikum…”

“ Waalaikumussalam mbak ini bapak dan ibunya kecelakaan mbak ditabrak mobil, sekarang sudah berada di rumah sakit Abdi Mulia”

Hatiku seperti dibentur kesana kemari, remuk, hancur, bahkan lebur. Rasanya sudah seperti tak ada jiwa pada jasmaniku, aku lunglai dan mataku terasa berat untuk terbuka.

“ Kaniaaaaa” suara Farel terdengar begitu kencang ditelingaku, itu suara terakhir yang kudengar sebelum mataku benar-benar tertutup.

Mataku kembali terbuka, Nada dan Anisa yang ada dimataku pertama kali setelah aku sadarkan diri.  Mereka begitu simpati melihatku yang lemas tak bertenaga. “ Abi sama umiku da, nisa” ucapku gugup karena tangisku.

“ Iya Nia kamu yang sabar ya, Farel sama Ali udah di rumah sakit. Kamu tenang dulu ya, kuatin dulu fisiknya abis itu kita nyusul kesana” ucap Nada.

“ Iya Nia” ucap Anisa

“ Aku udah kuat, ayo kita kesana ayo… aku mau liat abi umiku ayokkk!” aku ingin segera kesana liat abi dan umiku. Aku sangat khawatir dengan keadaan mereka, dan langsung kutarik tangan Nada dan Nisa untuk menemaniku pergi ke rumah sakit.

Tiba di rumah sakit aku melihat abi dan umi tergeletak lemah di ruang ICU.  Aku juga ikut lemas melihat abi dan umi.

“ Ya rab, hamba mohon sembuhkan umi dan abi Kania Ya Allah..”

“ Kania ada telvon dari eyang kamu” tanya Ali padaku.

“ Assalamualaikum eyang” isak tangisku tak mampu ku bendung, eyang sudah keburu khawatir denganku, beliau ikut menangis karena khawatir.

“ Ada apa sayang?, daritadi persaan eyang panik ndak karuan, ada apa sayang bilang dek ke eyang” ucap eyang putri panik.

“ Abi sama umi eyang..”

“ Kenapa abi dan umimu sayang”

“ Abi dan umi kecelakaan eyang”

“Astagfirullah, sekarang juga eyang berangkat ke Lampung sama paklek, bulekmu. Kamu tunggu disana ya nak”

“ Iya eyang hati-hati yaa”

“ Iya sayang”

Aku hanya mampu solat dan terus berdoa untuk kesembuhan abi dan umi. Aku begitu berharap Allah menyembuhkan abi dan umiku. Setelah selesai solat subuh bersama dengan sahabat-sahabatku, aku kembali ke depan ruang ICU untuk menunggu kabar baik dari dokter yang menangani abi dan umi.

“ Kaniaaa” panggil eyang dari kejuahan, eyang bersama dengan bulek dan paklek.

“ Eyanggg” aku menyambut eyang dengan pelukanku yang rapuh.

“ Dengan keluarga bapak Ahmad?” tiba-tiba dokter datang dari balik pintu ruang ICU.

“ Iya dokter, bagaimana keadaan kakak dan kakak ipar saya?” tanya bulek pada dokter.

“ Kakak dan kakak ipar anda, tidak dapat kami selamatkan” Seluruh isak tangis pun pecah tak terbendung sama sekali. Allah memukul dengan cobaan yang amat berat buatku. Abi dan umi kesayangan Kania pergi menghadap Allah, Kania hanya bisa mengokohkan hati untuk tetap tabah dan sabar. Kania sayang abi dan umi, dan Allah  juga pasti sangat bahkan lebih sayang pada abi dan umi Kania.

Kania butuh waktu lama untuk menyembuhkan luka kehilangan yang begitu mendalam ini. Ada eyang, bulek, dan paklek yang selalu memberiku motivasi terus menerus tanpa menyerah sedikitpun untuk membangun semangatku lagi. Eyang selalu jelaskan padaku, bahwa segala takdir adalah yang terbaik bagi Allah, yang harus kulakukan adalah menjadi anak sholehah supaya mampu menjadi amal jariyah bagi kedua orangtuaku.

Sepeninggal abi dan umi, aku tinggal bersama eyang di Jogja. Paklek dan bulek menggantikan abi dan umi untuk mengurus yayasan milik eyang di Lampung. Aku terpaksa meninggalkan sahabat-sahabatku, sahabat-sahabat yang selalu ada dan tak pernah pergi saat aku sedang susah.

Aku dan sahabat-sahabatku masih tetap sering bersilaturahmi lewat media sosial, kami sengaja membuat grup agar mudah berkomunikasi  satu sama lain. Setelah lulus SMA, kami semua memutuskan untuk melanjutkan pendidikan. Ali mengambil pendidikan dokter di UNY( Universitas Negeri Yogyakarta), dia satu kampus denganku, Farel dimasukkan ke salah satu  sekolah penerbangan di Jakarta oleh bundanya, sedangkan Nada kuliah di UI, dan Anisa kuliah di sekolah pariwisata di Jogja maka dari itu aku, Ali dan Anisa sering bertemu di alun-alun kota Jogjakarta. Kami sering melakukan video call juga dengan Farel dan Nada, Farel dan Nada menjadi sangat dekat karena sama-sama menimba ilmu di Jakarta.

Sering bersama Ali membuat aku jadi memiliki rasa yang seakan telah lama ditebar benih olehnya, dan kini ia memanen hasilnya. Aku kini mencintai Ali, ia adalah sesosok lelaki yang kuidamkan. Rasa ini masih ku simpan baik-baik pada buku diaryku.

“Sayang, eyang mau bicara serius denganmu” ucap eyang saat masuk ke kamarku.

“Mau bicara soal apa eyang?”

“Tentang jodohmu”

“ Maksudnya eyang mau jodohin Kania gitu?” ucapku terkejut, aku paling ilfeel kalau harus dijodohkan seperti ini, aku tak suka, ini bukan zaman Siti Nurbaya.

“ Ini amanah dari abi dan umimu, eyang hanya menyampaikan apa yang diamanahkan kedua orang tuamu sebelum mereka meninggal. Sebelum mereka meninggal mereka menelvon eyang bahwa mereka ingin kamu benar-benar mendapat jodoh yang baik dan benar-benar mampu manjagamu dengan baik pula” cerita eyang.

“ Terus abi sama umi mau jodohkan Kania dengan siapa eyang?” tanyaku.

“ Farel” jawab eyang. Bisa dibilang aku langsung bengong dan entah apa yang harus ku pikirkan dan lakukan. Nada sangat mencintai Farel, aku juga hanya menganggap Farel sebagai kakakku. Jika aku egois menepati amanah dari abi dan umi untuk berjodoh dengan Farel, pasti Nada akan sangat marah dan sakit hati padaku.

“ Orang tua Farel sudah melakukan perjanjian dengan abi dan umimu, setelah kalian sama-sama  lulus dari kuliah kalian masing-masing. Maka orangtua Farel akan datang untuk melamar kamu” ucap eyang sambil mengusap kepalaku dan mencium ubun-ubunku.

“ Tapi eyang, bukannya lebih baik kalau ditanyakan ke aku dan Farel dulu eyang?,kami berdua kan belum tentu mau satu sama lain untuk dijodohkan seperti ini eyangg” balasku.

“ Memang kamu yakin kamu ndak mau?” tanya eyang membuat aku gugup entah apa yang harus aku katakan pada eyang, tapi aku tetap saja ada alasan.

“ Sahabatku Nada eyang”

“ Kenapa dengan sahabatmu ?”

“Dia mencintai Farel eyang, aku tak mungkin egois untuk menuruti wasiat dari abi dan umi. Eyang, eyang paham kan kalau aku ndak ingin durhaka tapi Nia juga ndak bisa menyakiti hati sahabat Nia sendiri” jelasku pada eyang.

“ Tapi kalau Farel mencintaimu apa kau mau?”

“ Em, itu ndak mungkin eyang” balasku gugup.

“ Dia selalu ada di setiap keadaan apa pun yang kamu lewati ndok, dia begitu setia menjagamu. Eyang juga sudah melihat dia saat di rumah sakit hingga pemakaman abi dan umimu, dia selalu terlihat khawatir melihatmu bersedih. Sikapnya juga membuat eyang yakin bahwa dia tepat sayang untuk kamu, percayalah ndok kalau orang tuamu itu benar dengan menjodohkan Farel denganmu”

“ Menurut eyang bagaimana dengan Ali, dia juga baik eyang. Aku mencintainya”

“ Kamu merasa mencintai Ali karena rasa tak enakmu  pada Nada ndok. Kamu cucu eyang yang paling baik ndok, semoga Allah selalu memberikan kamu takdir yang terbaik” jawab eyang meyakinkanku untuk mencintai Farel.

“ Aamiin” eyang langsung memelukku dengan sangat erat, eyang begitu menyayangi dan mencintaiku. Beliau selalu ingin yang terbaik untukku, tapi aku masih menjadi ragu dan aku tak mampu jika harus menyakiti sahabatku.

Kabar kedekatan Farel dan Nada terlihat begitu menggembirakan di grup persahabatan kami. Anisa juga selalu membual tentang aku dan Ali, persahabatan kami sangat indah tapi aku takut bagaimana cara menyikapi wasiat abi dan umiku. Semuanya terasa sangat sulit untuk ku tindaklanjuti.

Saat libur kuliah tiba semua pun berkumpul di Jogja. Kami sudah lama sekali tidak berjumpa dan berbincang bersama-sama. Aku ajak mereka semua untuk datang ke rumah eyang.

“ Assalamualaikum..” salam dari Ali, Farel, Nada, dan Anisa.

“ Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh..” balasku dan eyang.

“ Wah, sini masuk semuanya” lanjut eyang.

“ Iya eyang, eyang apa kabar?” ucap Farel sambil mencium tangan eyang.

“ Baik le, orangtuamu bagaimana?” balas eyang.

“ Alhamdulillah baik eyang” balas Farel.

Setelah semua mencium tangan eyangku. Mereka ku ajak duduk bersama di teras kesukaanku, teras yang sengaja eyang buatkan untuk aku bersantai.

“ Ternyata kamu masih aja gitu ya bawel, sukanya ngajak kita duduk di teras”

“ Hemm, selalu gitu” celetuk Nada.

“ Selalu apa Nad?” tanyaku.

“ Farel selalu perhatian sama kamu” balasan Nada yang seperti itu membuatku semakin sesak.

“ Hayo, Ali cemburu yaa?, tapi jangan marah kayak waktu SMP yaa. Hahaha” celetuk Anisa.

“ Nggak lah, aku kan mau ngelamar Kania setelah aku jadi dokter nanti” balas Ali kepada Anisa.

“ Apa sih, hahaha” balasku.

“ Ciye salah tingkah…” ledek Nada dan Anisa.

Aku tak berani melihat wajah Farel, entah dia berekspresi seperti apa yang jelas aku takut mengetahui ekspresinya. Tak lama adzan berkumandang untuk menandakan solat magrib, kami pun segera menuju masjid dekat rumah eyang untuk solat berjamaah.

Setelah solat magrib kami makan malam, saat yang lain sedang asik berbincang dan bercanda. Aku melipir ke taman dekat teras, tanpa ku duga Farel datang bersama dengan eyang.

“ Kania, eyang mau bicara dengan kamu dan Farel” pinta eyang.

“ Iya eyang”, kamipun duduk bersama di bangku taman.

“ Farel kamu sudah tahu tentang perjodohan kalian dan apakah kamu mencintai cucu eyang?” tanya eyang.

“ Em, Farel sudah tahu eyang. Maaf sebelumnya eyang, saya tidak tahu harus menjawab apa” balas Farel.

“ Jujur saja pada eyang dan Kania nak”

“ Saya mencintai cucu eyang sudah sangat lama eyang, saya selalu ingin melihat Kania  selalu bahagia, Apapun akan saya lakukan asalkan Kania bahagia. Kania adalah wanita pertama hingga detik ini bahkan sampai waktu saya habis yang saya cintai, jika Kania tidak bahagia dengan perjodohan ini saya tidak akan menerimanya eyang. Kania mencintai Ali dan saya rasa sebaliknya,Ali adalah sahabat saya eyang saya tidak ingin menyakiti sahabat-sahabat saya”

Hatiku bergeming dengan setetes dua tetes airmata, “Andai kamu tahu perasaanku yang sebenarnya Farel, aku juga mencintaimu persis seperti kamu mencintaiku, aku hampir tak ingin mencintaimu lagi semenjak Nada bilang dia juga mencintaimu. Andai kau tahu, di setiap lembar buku dan bahkan lembar doaku selalu ku simpan rapih namamu disitu, aku hanya mampu berharap tapi aku juga merasakan takut untuk mengharapkanmu”

“ Kamu bisa jujur Kania tentang perasaanmu?, tolong jujur sayang eyang mau dengar!!” tak dapat kupungkiri, perintah eyang membuatku ingin jujur.

“ Iya eyang, Kania juga mencintai Farel” ucapku.

“ Apa?” teriak Nada dari kejauhan, kemudian menuju ke arahku.

“ Aku nggak habis fikir sama kamu, mulai sekarang kita bukan teman apalagi sahabat. Aku kecewa sama kamu” dia marah besar padaku dan pergi meninggalkan aku, aku juga bodoh kenapa harus jujur menjawab pertanyaan eyang.

“ Nada jangan pergi Nada, aku bisa jelasin Nadaaa…” aku menahan dan mencoba menarik tangannya tapi ia sudah tak ingin mendengarkan aku lagi.

“ Kania udah jangan dikejar” ucap Anisa.

“ Ini semua salahku Nis, aku nggak sebaiknya jujur kayak gitu. Aku udah nyakitin Nada, aku jahat Nisa “ tak bisa ku bendung lagi tangis yang tumpah disekujur pipiku, ia sahabatku sejak kecil, hanya dengan satu kalimat aku menyakiti dia dan dia pergi meninggalkan aku.

“ Bukan salah kamu Nia, kamu lebih baik jujur pada perasaanmu sendiri. Kamu ini sering memikirkan kebahagiaan orang lain dan hampir lupa bahwa kamu juga perlu bahagia Nia”

“ Aku salah Nisa, aku salah”

“  Enggak Kania Azzahra, aku udah sangka dari dulu kalau kalian sama-sama memendam rasa yang sama dan kalian berhak kok bahagia bersama”

“ Tapi aku nggak mau seegois itu, eh Ali dimana?”

“ Dia masih di taman sama eyang dan Farel”

“ Ngapain?” tanyaku heran.

“Entah”jawab Nisa. Aku penasaran dengan mereka, aku segera mengajak Nisa untuk ke taman melihat apa yang dilakukan Farel, Ali, dan eyang.

“ Eyang ini nggak adil eyang, aku juga menjaga Kania dengan baik selama di Jogja. Bahkan aku sengaja tinggal di Jogja untuk bisa menjaga Nia dari dekat eyang, aku juga mencintai Nia eyang…” keluh Ali.

“ Eyang tahu tapi melihat kamu bersikap seperti ini pada eyang, membuat eyang semakin yakin untuk menjadikan Farel sebagai cucu mantu untuk eyang” balas eyang.

“ Ini nggak adil eyang, eyang kuno menjodoh-jodohkan seperti ini. kampungan eyang!!!” bentak Ali pada eyang.

“ Cukup Ali, jadi selama ini kamu bersikap baik dimataku hanya untuk mendapat simpatiku aja, biar aku cinta gitu sama kamu. Ternyata aku salah menilai kamu, pergi kamu dari sini” bentakku lebih keras, aku sakit hati dia membentak eyangku.

“ Selama ini aku berkorban demi kamu, demi cinta kamu Nia”

“ Itu bukan cinta Ali, tapi itu adalah ambisimu. Cepet pergi dari sini atau aku panggil satpam?” ancamku.

“ Iya iya aku pergi” Ali pergi, di taman hanya tinggal aku, Anisa, Farel, dan eyang sedang duduk termenung. Tapi aku tetap saja tidak tenang memikirkan Nada, “ Farel aku mau kamu pergi!!” ujarku.

“ Nia kenapa Farel kamu usir begitu, ndak sopan ah ndok” balas eyang.

“ Eyang cukup, aku benci sama Farel gara-gara dia Nada jadi pergi ninggalin aku eyang. Kalau dia nggak mau pergi biar Nia aja yang pergi”

“Aku aja yang pergi Nia, maafin aku” Farel pergi tapi aku tak pernah mampu liat wajahnya.

“ Kenapa kamu jadi jahat sama Farel?” celetuk Nisa.

“ Apa sih Nis, udah lah aku capek aku mau solat isya setelah itu istirahat” balasku.

“ Terserah kamu Nia, aku pulang” Nisa ngambek dan meninggalkan aku begitu saja.

Benar-benar sepi bahkan sangat sepi. Sahabat-sahabatku pergi karena masalah yang aku ciptakan sendiri, aku selalu merasa bersalah semua hancur karena aku. Cuma dengan mengurung diri di kamar aku merasa  bisa menenangkan diri. Saat-saat seperti ini aku benar-benar butuh umi dan abi, saat ada abi dan umi aku akan selalu merasa tenang dan selalu merasa baik-baik saja meski keadaan tak baik-baik saja.

“ Sayang ikut eyang ke kajian yuk ke masjid” ajak eyang padaku, aku berfikir jika aku lebih dekat dengan Allah mungkin aku akan sangat tenang.

“ Iya eyang, Kania ganti baju dulu ya” jawabku.

“ Eyang tunggu di depan ya sayang”

“ Iya eyang”

Selesai pulang dari kajian aku mendapat telvon dari Nisa, apa yang mau disampaikan itu membuatku tak mampu menebak-nebak.

“ Assalamualaikum Nia” salam Nisa.

“ Waalaikumussalam Nisa, ada apa?”

“ Nada kecelakaan”

“ Apa?, sekarang juga share lokasi !!” khawatirku tak mampu ku bendung, aku ingin segera menemui Nada aku tak ingin ia terluka, sudah kuanggap dia seperti adikku sendiri, tak kan ku biarkan dia merasa sakit.

 “ Halo Nisa, nama ruangannya apa aku udah sampe rumah sakit ?”

“ Ruang mawar no.3”

“Ok, aku langsung kesana!”

Sesampainya di ruang tempat Nada dirawat aku langsung membuka pintu karena aku sudah terburu oleh rasa khawatir.

“ Assa..” aku terkejut Farel sudah disebelah Nada, aku harus kuat melihat itu, tak boleh ada rasa cemburu toh ini yang aku inginkan.

“ Assalamualaikum..” lanjutku.

“ Waalaikumussalam” jawab semua orang yang ada diruangan.

Aku langsung menghampiri Nada, “ Eee sebelumnya aku mau minta maaf sama kamu, maaf aku salah. Nada kamu nggak papa kan?”

“ Aku udah maafin kamu, bagus deh kalo ngerasa salah. Pasti kamu seneng kan liat aku kayak gini?” aku merasa sangat terpukul mendengar perkataan

“ Nada cukup, asal kamu tahu ya kalau Nia jauh-jauh kesini karena dia khawatir banget sama kamu, dia selalu sayang sama kamu dia menganggap kamu lebih dari sahabat kamu udah seperti adik buat dia”

“ Kalau bener dia anggap aku adiknya kenapa dia tega nyakitin aku?” jawab Nada.

“ Kamu yang jahat, kamu yang egois sama perasaan kamu sendiri, kamu nggak pernah liat pengorbanan Nia buat kamu selama ini!!” teriak Nisa.

“ Cukup, maaf aku salah. Kalau kedatanganku membuat kalian jadi begini aku pergi saja” aku penyebab semuanya kacau, aku keluar meninggalkan mereka semua.

“ Kaniaaaa” kenapa Farel menyusulku?

“  Tolong balik lagi kesana Farel aku nggak mau Nada tersakiti”

“ Terus kalo kamu yang tersakiti, kamu pikir aku nggak akan tersakiti?” bantah Farel.

“ Katanya kamu nggak mau egois, tapi ini apa?” sambungnya.

Aku hanya sanggup mengusap air mataku sendiri, aku nggak sanggup berbicara dan memang aku nggak punya kata untuk diucapkan.

“ Kania aku minta maaf, aku yang salah. Kamu adalah sahabat terbaik yang pernah ada, maaf aku egois. Kamu harus menerima dia, aku udah liat dari sebelum aku bilang ke kamu kalau aku suka sama Farel, dia keliatan banget cemburunya karena kamu minta tolong untuk minta maaf ke Ali. Iya kan Rel?”

“ Hem, iya Nad”

“ Yaudah sekarang ayo ge lamar sahabat bawelku yang satu ini” celetuk Nada, aku langsung memeluk Nada.

“ Nggak ada yang lebih indah dari persahabatan kita semua, aku sayang kalian” (sambil memeluk Nada dan Anisa sahabat kesayanganku), tapi tiba-tiba Ali datang.

“ Kalian pelukan nggak ajak-ajak kita sih, ya nggak bro?” Ali sambil menepuk bahu Farel. Kami semua kaget seketika melihat Ali yang kembali ceria.

“ Udah nggak usah pada heran, aku minta maaf. Aku sadar selama ini aku ngejar Kania itu karena ambisi dari nafsuku, bukan karena cinta. Em, kemarin aku abis kajian makanya aku jadi tersadarkan”

“ Hah Alhamdulillah, Ali taubat juga akhirnya. Ahahaha” ledek Anisa.

“ Suts ah, Nisa gak boleh gitu”

“ Udah, nggak papa awas aja ntar ngeledek besoknya jadi jodoh” Ali membalas ledekan Ali dan wajah Anisa jadi terlihat merah lucu

“Sejak kapan kamu jadi jago gombal gini sih bro?” tanya Farel.

“Sejak ini barusan, hehe” ini kebahagiaan yang aku rindukan dari kemarin, kita berbincang dan bercanda bersama.

“ Kalau Nisa sama Ali, aku sama siapa dong?” celetuk Nada dengan gelak tawanya.

“ Haduh udah nggak bener nih bahasannya, mending kita ke rumah eyang aja sekarang temenin si Farel ngelamar Kania. Gimana ?” jawab Nisa.

“ Hahahaha, bener tuh yukkk” balas Farel.

Aku dan Farel sudah setuju untuk melanjutkan wasiat dari abi dan umi untuk menikah. Setelah lulus, Farel mengkhitbahku dan kami pacaran setelah menikah. Mungkin kisah cinta kami tak semulia kisah cinta Fatimah dan Ali yang menjaga cinta dalam diam, tapi semoga cerita cinta kami menginspirasi. Farel yang selama ini selalu ada dalam tulisan dan doaku kini mejadi kekasih halalku, Allah selalu punya cara terbaiknya untuk mempertemukan kita dengan jodoh kita. Indahnya cinta dalam islam, islam tak menyuruh kita untuk memusnahkan rasa cinta dan tak pula memerintahkan kita untuk mengubar rasa cinta. Tapi islam mengajarkan kita bahwa cinta ada untuk dijaga.

TAMAT

penulis Eka Oktaviana

 

Exit mobile version