Dikerjai Kartu Prakerja

375 dibaca
Sumber foto dari tangkapan layar film milik Wacthdoc Documentary

teknokra.co: Seorang demonstran sedang menuliskan tuntutannya di atas karton putih. “Covid 19 Bukan Alasan PHK Sepihak,” tulisnya. Ditambah, suara dan cuplikan video dari Joko Widodo, Presiden Republik Indonesia yang menyampaikan janji kampanyenya. “Saya akan meningkatkan lebih banyak lagi program pelatihan untuk para pencari kerja dan korban PHK (Putus Hubungan Kontrak). Untuk itu, akan saya luncurkan Kartu Prakerja seperti ini. Kartu Prakerja,” tegasnya.

Lalu, muncul orang-orang yang menjadi korban PHK sepihak selama pandemi Covid 19. Salah satunya Fitria, yang bekerja di klinik kecantikan.

“Kalo misalkan itu kan kita kontak langsung dengan mereka (pasien).  jadi bener-bener, bener-bener dampak banget kerjaan,” ujar perempuan yang memakai jilbab hitam itu.

Film gagasan Watchdoc Documentary bersama Greenpeace Indonesia ini berjudul “Kerja, Prakerja, Dikerjai” yang mengulas beragam permasalahan kebijakan pemerintah terkait Ketenagakerjaan di Indonesia selama pandemi Covid-19. Film ini menampilkan konsep upah minimum provinsi (UMP) di Indonesia yang memprihatinkan. Faktanya, UMP di Indonesia hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan dasar pekerja.

Selanjutnya, film yang disutradarai Sindy Febriani ini mengulas beragam persoalan Kartu Prakerja yang diluncurkan pertengahan Maret lalu. Alih-alih memberi pelatihan terhadap masyarakat khususnya yang terdampak krisis ekonomi akibat pendemi Covid-19. Justru kebijakan yang dinilai tidak tepat itu memunculkan pelbagai persoalan baru. Mulai dari pemilihan mitra platform yang diketahui memiliki afiliasi dengan partai dan oknum-oknum pejabat pemerintah. Sampai indikasi adanya lembaga pelatihan dadakan yang ikut tergabung dalam program itu.

Program Kartu Prakerja merupakan iming-iming belaka yang hanya memperalat masyarakat, dengan biaya pelatihan yang tidak masuk akal. Ditambah, pemerintah lebih cepat dalam menangani pembayaran ke lembaga pelatihan daripada membayar biaya insenstif. Padahal, dalam situasi krisis akibat pandemi, masyarakat lebih membutuhkan pangan.

Film yang kurang dari satu jam itu, cocok ditonton semua kalangan. Supaya masyarakat ikut mengetahui kondisi ekonomi dan kebijakan pemerintah berdasarkan data-data yang divisualkan dalam film. Kekurangan film ini hanya menggambarkan kegagalan pemerintah dalam mengambil kebijakan tanpa melihat sudut pandang alasan pemerintah dalam mengambil kebijakan tersebut.

Penulis Buliano A’do Basthotan

Catatan redaksi tulisan ini dimuat juga di Tabloid Teknokra edisi 160

Exit mobile version