Ekshumasi Jenazah Pratama, Polda Lampung Dalami Dugaan Kekerasan Diksar

Foto : Teknokra/ Najuwa Kartika Sani
87 dibaca

Teknokra.co : Tim penyidik Kepolisian Daerah (Polda) Lampung bersama Tim Forensik Rumah Sakit Bhayangkara Bandar Lampung melakukan ekshumasi terhadap jenazah almarhum Pratama Wijaya Kusuma, mahasiswa Universitas Lampung (Unila) yang diduga mendapatkan kekerasan saat mengikuti pendidikan dasar (Diksar) Mahasiswa Pecinta Lingkungan (Mahepel). Ekshumasi ini dilaksanakan di Pemakaman Umum (TPU) Beringin Raya, pada Rabu, (30/6).

Ekshumasi ini sebagai upaya tim penyidik dalami dugaan tindak kekerasan yang dialami almarhum. Pelaksanaan ini turut dihadiri oleh keluarga almarhum, Lembaga Bantuan Hukum Sungkai Bunga Mayang (LBH-SBM) selaku tim kuasa hukum korban, perwakilan tim investigasi internal Unila, serta observer forensik dari pihak Unila.

Kompol Zaldy Kurniawan, Kasubdit III Jatanras Polda Lampung menuturkan sudah ada 18 orang saksi yang dimintai keterangan, yang terdiri dari peserta diksar, panitia pelaksana serta dokter yang memeriksa.

“Untuk saksi sudah ada 18 orang dan akan ada beberapa saksi tambahan. Saksi terdiri dari peserta, rekan-rekan korban, panitia, dan dokter yang awal memeriksa almarhum,” tuturnya.

Lebih lanjut, Icen Amsterly dari LBH-SBM selaku tim kuasa hukum menjelaskan hasil dari ekshumasi belum dapat disampaikan karena masih menunggu hasil pengujian laboratorium.

“Untuk hasil ekshumasi belum keluar, akan dilakukan pengujian lab terlebih dahulu. Informasi yang diberikan 2 minggu pengecekan lab-nya,” jelasnya.

Ia juga menambahkan bahwa pihak kuasa hukum menyerahkan proses sepenuhnya kepada penyidik.

“Ini masih tahap penyidikan. Setelah ekshumasi akan naik ke sidik. Maka kami serahkan kepada pihak penyidik untuk dapat mengungkapkan nantinya,” tambahnya.

Sementara itu, Qhori ayah dari almarhum menyampaikan bahwa keluarga telah memberikan izin pembongkaran makam setelah dikonfirmasi oleh pihak penyidik.

“Dari penyidik konfirmasi ke kita untuk izin pembongkaran makam. Saat kita melaporkan ke Polda memang ada untuk otopsi pembongkaran makam,” jelasnya.

Ia berharap proses hukum bisa berjalan dengan transparan dan menjadi evaluasi terhadap kegiatan ormawa.

“Harapan kita agar dapat berjalan transparan, kedepannya jika memang terbukti ada kekerasan kegiatan ormawa harus ada dosen yang mendampingi. Untuk kegiatan Mahepel banyak terjadi kekerasan harapnya dihapus permanen,” pungkasnya.

Exit mobile version