Hadapi Kekerasan Perempuan Perlu Advokasi Strategis

Diskusi "Liku Perempuan Tanpa Kekerasan" di Persatuan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Lampung pada Kamis, (07/12). Foto : Teknokra/ Risma Puri Aurunnisa
325 dibaca

Teknokra.co : Isu kekerasan terhadap perempuan menjadi persoalan struktural yang memerlukan advokasi strategis. Diskusi “Liku Perempuan Tanpa Kekerasan” di Persatuan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Lampung pada Kamis, (07/12) membahas pentingnya memahami konteks relasi sosial agar perjuangan perempuan dapat membongkar relasi kuasa. Hal itu disampaikan oleh Sumaindra Jarwadi selaku Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung.

“Isu kekerasan terhadap perempuan saat ini masih menjadi persoalan yang struktural. Isu ini menjadi tantangan kita bersama bagaimana merumuskan advokasi yang strategis dalam persoalan kekerasan tersebut,” katanya.

Ia juga menyoroti kurangnya penegakan hukum dan perjuangan keadilan bagi kesetaraan perempuan.

”Konteks mewujudkan keadilan yang setara bagi perempuan membutuhkan perjuangan yang lebih jauh lagi untuk membuka relasi. Bagaimana penegasan hukum dari tahun ke tahun kasus kekerasan terhadap perempuan terus meningkat,” katanya.

Ia mengungkapkan, meskipun Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) progresif, penegakan hukum masih belum memadai, terutama dalam kasus kekerasan terhadap perempuan.

“Dari tahun ke tahun tentunya banyak kawan-kawan lembaga khususnya fokus pada isu-isu perempuan melakukan upaya untuk kebijakan yang kemudian muncul Undang-Undang TPKS yang sangat progresif menjadi lilin di tengah kegelapan dalam situasi kekerasan pada perempuan,” ungkapnya.

Ia juga menambahkan, meskipun UU TPKS disahkan pada 2021, namun sampai saat ini belum sepenuhnya terimplementasi. Masih banyak hambatan, seperti kelaparan saat perempuan korban kekerasan melewati proses hukum.

“Perempuan korban TPPO pada saat melewati proses hukum ia harus menghadapi situasi kelaparan di tengah kepadatan hukum kasusnya dan pemerintah yang tidak melakukan sedikitpun proses untuk bagaimana melindungi agar tidak kelaparan. Itu terjadi di Lampung baru-baru ini kelaparan di Polda Lampung,” tambahnya.

Pemateri lainnya, Umi Laila dari Badan Eksekutif Komunitas (BEK) Solidaritas Perempuan (SP) Sebay Lampung menuturkan, bahwa stereotipe tentang perempuan sebagai objek kekerasan dan lemah harus diatasi. Diskriminasi dalam kebijakan dan pandangan masyarakat terhadap perempuan perlu diubah, terutama dalam hal pekerjaan dan tanggung jawab keluarga.

“Status perempuan hanya sebagai pembantu suaminya itu tidak adil karena perempuan bisa melakukan semuanya mulai dari bangun pagi, menyiapkan masakan, mengurus anak dan segala macam,” tuturnya.

Peran kepolisian dalam isu ini masih belum konsisten dengan perspektif yang tidak jelas. Advokasi bersama diperlukan untuk merumuskan strategi yang lebih efektif dalam menangani persoalan kekerasan terhadap perempuan. Tak hanya itu, bantuan hukum gratis juga perlu lebih strategis, mengingat adanya 22 lembaga di Lampung dengan keterbatasan aksesibilitas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

15 − thirteen =