Harapan Terang Menuai Berang

283 dibaca

Rencana eksplorasi panas bumi di Gunung Rajabasa terus bergulir. Ada secercah harapan bahwa energi terbarukan ini mampu menyuplai pasokan listrik nasional. Terganjal ketakutan warga.

teknokra.co: Deburan ombak memecah kegelapan malam itu. Suasana sepi merayap di atas  tanah tak berpenghuni. Bekas bangunan pos Satpam masih terlihat di kawasan yang awalnya hendak dijadikan sebuah dermaga oleh PT. Supreme. Peristiwa pembakaran oleh warga pada Selasa, (24/6) silam membuat lokasi itu kini kosong, menyisakan sebuah  bangkai truk container yang hangus. “Dulu mah ramai di sini. Banyak Satpam yang jaga,” ujar Didi, salah seorang warga  yang sejak kecil tinggal di kaki Gunung Rajabasa.

Ihwal pembakaran kantor dan gudang PT. Supreme bermula dari penolakan warga terhadap rencana pembangunan dermaga di Dusun Pangkul, Desa Sukaraja, Kecamatan Rajabasa. Di lokasi tersebut, PT. Supreme hendak membangun sebuah dermaga sebagai tempat pengangkutan alat-alat berat melalui jalur laut.

Sejak dikeluarkannya Surat Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) oleh Kementerian Kehutanan Republik Indonesia tanggal 25 April 2014, PT. Supreme menyatakan siap melakukan eksplorasi panas bumi di Gunung Rajabasa. Warga yang tinggal di kawasan sekitar gunung menolak rencana tersebut. Mereka khawatir aktivitas eksplorasi akan merusak lingkungan.

Penolakan warga berujung amarah. Siang itu, (24/6) Udin sapaan akrab Sarifudin (44), warga Desa Way Urang, Kecamatan Kalianda melihat segerombolan warga berarakan. Salah seorang warga berteriak mengajaknya untuk demo. Udin yang juga tak sepakat dengan rencana eksplorasi lantas mengikuti orang-orang tersebut. Udin yang melihat warga membawa tombak, golok, dan bambu runcing merasa aksi tersebut akan berakhir ricuh.

Sebelum melakukan aksi, ia dan warga lainnya berkumpul di jembatan pangkul. Usai berkumpul, pendemo bergerak ke lokasi pembangunan dermaga. Namun, saat tiba di sana, Udin sudah melihat kobaran api. Kerusuhan pun tak dapat dihindari. Tak seimbangnya jumlah aparat dengan pendemo membuat aparat tidak dapat melakukan banyak hal. “Polisi kurang banyak,” ucapnya. Menurutnya, saat itu Polisi tak menggunakan barakuda dan watercanon yang sudah didatangkan. Aparat hanya membuat pagar betis, namun tak mampu menghadang amukan masa. Massa yang marah langsung membakar truk container di area dermaga. Sejak kejadian itu, Sohari, warga Desa Kesugihan, Kecamatan Kalianda yang diduga koordinator aksi tidak pernah pulang kerumahnya. Rumahnya hampir setiap hari nampak sepi.

Awal Mula Rencana Eksplorasi

Keputusan menteri ESDM Nomor 0130 K/30/MEM/2008 dan nomor 0131 K/30/MEM/2008 menjadi awal mula rencana eksplorasi ini. Surat yang berisi penugasan survey pendahuluan panas bumi di daerah Pematang Belirang dan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan menunjukkan bahwa Gunung Rajabasa memiliki potensi sumber daya panas bumi yang layak di kembangkan sebagai pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP).

Hasil survey ini menjadi angin segar ditengah kriris listrik yang seringkali terjadi di Indonesia. Rencananya, listrik yang dihasilkan dari PLTP ini akan didistribusikan untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional. Proses lelang proyek yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan di Bali digelar pada Mei 2010 sebagai bukti keseriusan pemerintah. Saat itu, PT. Supreme menjadi satu-satunya perusahaan yang berminat untuk menjalankan proyek eksporasi. Bupati Lampung Selatan, Rycko Menoza mendukung rencana ini dengan mengeluarkan SK izin usaha pertambangan nomor  B/94.a/III.07/HK/2010 tertanggal 14 Mei 2010 kepada PT. Supreme. Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2010 juga turut memperkuat legalitas proyek ini. Menyusul, Peraturan Menteri ESDM Nomor 15 Tahun 2010 mengenai proyek percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik juga diterbitkan sebagai restu pusat atas eksplorasi Gunung Rajabasa. Sejak saat itu, berbagai aktivitas untuk memulai eksplorasi tak terhambat masalah perizinan. Hambatan justru datang dari warga sekitar gunung.

Panas Bumi Dianggap Ramah Lingkungan

Rencana eksplorasi panas bumi di Gunung Rajabasa mendapat tanggapan dari Dosen Geofisika Universitas Lampung, Prof. Suharno. Lelaki yang juga menjabat Dekan Fakultas Teknik ini  mengatakan energi panas bumi menjadi salah satu energi terbarukan yang murah dan tidak terbatas. Menurutnya, penggunaan energi ini dapat menghemat biaya produksi hingga tiga kali lipat lebih. Dengan begitu, pemerintah dapat mengurangi dana subsidi untuk kebutuhan energi. “Proses produksinya hanya dibutuhkan 700 rupiah per kwh, sedangkan penggunan solar 3000 per kwh. Itupun dibantu dengan subsidi,” ujarnya.

Selain itu, Suharno yang juga ahli geothermal ini mengatakan energi panas bumi adalah energi yang ramah lingkungan. Ia membantah ketakutan warga tentang munculnya lumpur panas layaknya pertambangan di Porong, Sidoarjo. Menurutnya, karakter tanah di Gunung Rajabasa berbeda dengan di daerah Sidoarjo sehingga tak akan menimbulkan lumpur panas. “di Sidoarjo itu kan memang bawahnya lumpur, sedangkan Gunung Rajabasa adalah batuan beku yang keras,”jelar Suharso.

Lebih lanjut ia menjelaskan, energi panas bumi yang akan digunakan adalah uap panas yang dikeluarkan oleh sumber panas bumi. Untuk memperoleh tekanan uap, dibutuhkan proses pengeboraan agar uap yang dihasilkan dapat didorong untuk memutar turbin. Pengeboran panas bumi ini dapat mencapai kedalaman sekitar 3000 meter. Prof. Suharno menambahkan pengeboran ini tidak akan berdampak buruk bagi pohon-pohon sekitar area eksplorasi. Ia justru mengatakan bahwa ekplorasi panas bumi akan membuat daerah sekitar pengeboran dihijaukan. Uap yang dibutuhkan untuk proses eksplorasi harus berasal dari sumber mata air sehingga sumber mata airnya harus tetap dipertahankan. Dengan terjaganya sumber mata air, pohon-pohon sekitar gunung tak akan mengalami kekeringan.

Selain itu, pengeboran dengan kedalaman 3000 meter juga tidak akan mengakibatkan bencana gempa bumi. “Kedalaman gempa kan sekitar 100.000 km. Jadi,kalau ada aktivitas sekitar 3000 meter itu kan dangkal sekali,” imbuhnya. Suharno memperkirakan listrik yang diproduksi dari PLT Panas Bumi ini akan menghasilkan sebanyak 100 mega watt. Listrik ini diyakini mampu memenuhi kebutuhan listrik di Pulau Sumatera, bahkan Indonesia.

Sebelumnya, Prof. Suharno yang juga ahli geofisikan di Indonesia ini telah berhasil membantu masyarakat Ulu Belu, Kabupaten Tanggamus memanfaatkan panas bumi untuk menghasilkan listrik. Hasil eksplorasi ini membantu warga sekitar mendapat pasokan listrik. Eksplorasi serupa juga tengah ia jalankan di daerah Souh, Kabupaten Lampung Barat.

Urat Nadi Bagi Warga

Pagi itu, Sabtu (13/9) seorang laki-laki paruh baya yang mengenakan kaos berwarna kuning tengah membakar pangkal pohon jengkol yang telah mati di kebunnya. Raniman (59), lantas mengumpulkan ranting-rantingnya untuk dijadikan kayu bakar. Warga Desa Cugung, Kecamatan Rajabasa itu tak punya banyak pilihan untuk bekerja. Ia yang hanya lulusan Sekolah Dasar menjalani rutinitas hariannya dengan pergi ke kebun. Raniman berangkat setiap pukul 07.00  pagi. Ia dan keluarganya hidup dari penjualan hasil kebunnya yang ia tanami jengkol, coklat,tangkil dan durian. Meski desanya adalah desa paling dekat dengan lokasi pengeboran untuk eksplorasi gunung, Raniman tak merasa khawatir. Ia mengaku tak banyak mengetahui tentang dampak rencana eksplorasi Gunung Rajabasa.

Warga lainnya, Santibi (40) yang merupakan petani pisang juga mengandalkan hasil kebun untuk menafkahi keluarganya. Ia mengaku menerima rencana pemerintah untuk mengekplorasi panas bumi di Gunung Rajabasa. “Karena negara yang meminta, ya mau gimana?,” ungkapnya.

Tak seperti Raniman dan Santibi yang menerima keputusan pemerintah, Didi termasuk warga yang tak sepakat dengan rencana tersebut. Pria berambut pirang yang  tinggal di Desa Sumur Kumbang, ini juga bergantung pada hasil kebun. Tak hanya itu, kebutuhan air juga disuplai dari mata air yang mengalir langsung dari Gunung Rajabasa. “Saya bisa segede gini ya karena Gunung Rajabasa,” imbuhnya.

Didi menjadi salah satu warga yang menolak rencana ekplorasi Gunung Rajabasa. Ia mengaku kecewa dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan RI, Zulkifli Hasan yang  menandatangani surat izin pemakaian Gunung Rajabasa. Sejak mendengar isu mengenai rencana eksplorasi tersebut, Didi memang tidak pernah setuju. Kalau sampai eksplorasi itu terlaksana, ia khawatir tanaman di perkebunannya dan warga lain akan mati karena panas yang ditimbulkan dari aktivitas Pembangkit Listrik Tenaga Uap. Ia juga takut akan munculnya lumpur panas seperti yang terjadi di Porong, Sidoharjo, Jawa Timur.Menurutnya, eksplorasi itu tak sepatutnya dilakukan karena masuk dalam kawasan hutan lindung. “Hutan lindung, tetap hutan lindung,” tegas Didi.

Hal senada juga diungkapkan Husni Amri  warga desa kedaton kecamatan kalianda juga merasa takut pada dampak yang ditimbulkan dari eksplorasi Gunung Rajabasa. Meski tempat tinggalnya jauh dari lereng gunung, namun Amri juga termasuk warga yang mengandalkan hasil perkebunan untuk memenuhi kebutuhannya. Amri takut ekplorasi gunung akan menyebabkan kekeringan air bersih. Selain itu, Amri juga mengatakan bahwa terdapat benteng bersejarah peninggalan zaman Belanda dan makam keramat para pahlawan yang perlu dijaga kelestariannya.

Warga Memilih Menjual Tanah

Keberlanjutan rencana eksplorasi Gunung Rajabasa oleh PT. Supreme mengharuskan perusahaan eksplorasi ini membeli tanah warga untuk pendirian lokasi produksi. Saiful Zuhri termasuk salah satu warga yang menjual tanahnya. Warga Desa Cugung, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan itu memilih menjual kebunnya seluas 1 hektar kepada PT. Supreme. Ia menjual tanahnya karena PT. Supreme berani menawar kebunnya dengan harga tinggi. Jika biasanya kebun di sekitar Gunung hanya ditawar sekitar  Rp.5000 sampai 10.000 per meter, perusahaan itu berani menawar tanahnya seharga Rp.20.000. Hasil penjualan kebun itu bahkan dapat ia gunakan untuk pergi haji. Ia juga menyisakan uangnya untuk membeli kebun di desa lain.

Keyakinan Saiful menjual tanahnya semakin kuat karena ia dijanjikan akan diberikan pekerjaan. Memang tak ada perjanjian mengenai jabatan yang akan ia peroleh, namun ia senang apabila proyek eksplorasi penas bumi ini akan membuka lapangan pekerjaan bagi warga sekitar gunung, termasuk dirinya. “Untuk urusan penempatan pekerjaan mah tergantung tingkat kependidikannya,” ujar lelaki yang berlogat sunda ini. Kini, ia dan istrinya memperoleh penghasilan dengan menjadi buruh tani dan berjualan kue sampai menunggu pekerjaan yang dijanjikan PT. Supreme.

Udin Nurahman (54) juga tidak segan menjual kebunnya seluas 3000 meter persegi untuk pembangunan jalan proyek Pembangkit listrik tenaga panas bumi. Selain karena ditawar mahal, Udin yakin menjual tanah karena dia menganggap akan ada kemajuan untuk desanya. Apalagi kebun bukanlah penopang pokok hidup keluarganya. Untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, udin membuka toko klontong. Dari hasil toko inilah ia dan keluarganya memperoleh penghasilan tetap.

Beda Pendapat Antar Warga

Rencana eksplorasi Gunung Rajabasa yang telah disetujui pemerintah pusat ternyata minim sosialisasi. Baheram (52), Warga Desa Kunjir, Kecamatan Rajabasa yang sudah tinggal di kaki gunung sejak lahir ini tak tahu banyak tentang keberlanjutan rencana eksplorasi. Menurutnya, selama ini PT. Supreme hanya satu kali mendatangi warga untuk memberitahu bahwa akan diadakan eksplorasi panas bumi di gunung tersebut. Setelah itu, PT. Supreme tak pernah datang lagi untuk memberikan sosialisasi pada warga.

Warga lainnya, Fathul Huda (29) juga masih bingung menyikapi rencana ini. Pasalnya, ia tidak mengetahui manfaat dan dampak yang ditimbulkan dari eksplorasi Gunung Rajabasa. Fathul hanya takut sumber mata air yang selama ini digunakan warga Desa Kunjir, Kecamatan Rajabasa akan tercemar akibat aktivitas eksplorasi.

Lelaki yang mengaku mempunyai lahan di sekitar gunung itu berharap ada pertemuan secara langsung antara PT. Supreme dengan masyarakat sehingga ada kesepakatan bersama . Selain itu, harus ada pertanggungjawaban dari pihak perusahaan jika terjadi bencana. ”Kita maunya pihak perusahaan mendatangkan para ahli sehingga masyarakat tahu positf negatifnya,” ungkapnya.

Pangeran Legun, Azhar Marzuki (46) yang menjadi salah satu tokoh adat mengaku sudah beberapa kali  diajak oleh pihak PT. Supreme untuk membicarakan rencana ekplorasi tersebut. Ia bahkan pernah diajak ke Jakarta untuk sebuah pertemuan. Pertemuan itu dilakukan pada Juli 2012 dan dihadiri oleh empat tokoh adat lainnya, yakni Pangeran Dantara, Pengeran Rajabasa, Pangeran Ketibung, dan Ratu Menangsi.

Acara yang diadakan pada bulan Ramadhan itu menjadi awal silaturahmi antara PT. Supreme dengan tokoh adat Lampung Selatan. Pertemuan itu juga membahas mengenai manfaat yang akan didapat warga sekitar apabila eksplorasi terlaksana. PT. Supreme menjanjikan pemberian beasiswa pendidikan untuk anak-anak berprestasi di sekitar gunung. Bahkan, PT. Supreme berani menjanjikan beasiswa hingga keluar negeri. Warga sekitar gunung juga akan mendapat pekerjaan pada proyek PLTP Gunung Rajabasa serta bantuan dana untuk setiap kegiatan sosial yang akan dilaksanakan.

Tak jarang, sepulang dari pertemuan, Azhar diberi pesangon. Besaran uang yang ia terima mencapai satu juta rupiah. Bahkan, ia juga pernah menerima hingga lima juta rupiah. Azhar tak menolak uang tersebut karena ia anggap sebagai uang transportasi dan tanda penghormatan bagi dirinya. ”Namanya juga dikasih, yasaya terima,” ujarnya.

Sebenarnya, hati nurani Azhar menolak rencana itu. Lantaran, ia dan warga desa lainnya sudah sangat bergantung pada Gunung Rajabasa. Namun, ia berubah pikiran karena menganggap eksplorasi gunung akan mendatangkan investor dari luar negeri. Dengan begitu, ia berharap kehidupan warga sekitar membaik.Namun, ia tetap menyerahkan keputusan kepada warga. Sebagai tokoh adat, ia tak mempunyai otoritas untuk memaksa warga. Dirinya hanya menjadi mediator yang menengahi pendapat warga. “Keputusan dikembaikan lagi kepada masyarakat,” ujarnya. Ia khawatir, penolakan warga terhadap rencana ini akan membuat para investor mundur sehingga eksplorasi tak jadi berjalan. Azhar menilai penolakan warga juga disebabkan minimnya sosialisasi. Ia pernah menyarankan agar PT. Supreme melakukan sosialisasi ke semua warga, namun urung dilakukan.

Berbeda dengan pangeran Legun, David sebagai pangeran Rajabasa acap kali menolak ajakan PT. Supreme untuk mengikuti berbagai pertemuan. Apalagi semenjak aksi pembakaran yang dilakukan warga. Ia tak ingin warga berprasangka buruk kepadanya lantaran  masyarakat sudah menolak rencana PT Supreme.

Sebelumnya, David memang pernah mengikuti pertemuan di Jakarta bersama dengan ke empat pangeran lainnya untuk membicarakan tentang coorporate social responsibility (CSR) PT. Supreme sebagai timbal balik kepada warga sekitar gunung apabila eksplorasi tersebut telah terlaksana. Sebagai tokoh adat, ia menolak adanya pengeboran di Gunung Rajabasa. Selain karena adanya situs sejarah, penolakan warga sekitar juga menjadi alasan mendasar.

Pemerintah Memilih Netral

Ditemui di ruangannya, Yudi Permadi yang menjabat Kepala Bidang Geologi Sumber Daya Mineral Kabupaten Lampung Selatan mengatakan pihaknya akan terus berkoordinasi dengan  PT. Supreme untuk melaksanakan proyek ini. Sejauh ini, PT. Supreme sudah melakukan survey dengan metode geofisika untuk mengetahui karakteristik bebatuan. “Akan ada evaluasi dengan Dinas Pertambangan dan PT. Supreme setiap akan melakukan kegiatan,” imbuh Yudi.

Ia menilai, keputusan pemerintah yang menyetujui rencana eksplorasi Gunung Rajabasa sudah tepat dan telah melalui mekanisme yang sesuai. “MenteriKehutanan sudah tahu alasannya. Ahlinya juga sudah diturunkan. Ada evaluasi dan setelah itu baru disetujui pihak kementerian,” ujarnya.

Menanggapi kekhawatiran warga, Kepala Bidang Energi Migas dan Kelistrikan, M. Asran  menyatakan belum ada rencana untuk kembali mengadakan sosialisasi. “Butuh dana besar,” ungkap Asran. Menurutnya, warga tak perlu khawatir karena rencana ini sudah melalui berbagai pertimbangan. “Pemerintah lebih tahu mana yang mencelakakan masyarakat, terkecuali karena insiden” lanjutnya. Mengenai konflik yang terjadi, menurutnya pemerintah memilih bersikap netral. “Tidak mau membela pihak manapun,” tegas Asran.

Proyek Akan Tetap Dilanjutkan

Saat dikonirmasi, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat PT. Supreme, Ismoyo Argo mengatakan pihaknya berharap agar proyek ini dapat terus dilanjutkan. Meski membenarkan adanya berbagai penolakan dari warga, pihaknya mengaku akan kembali melakukan pendekatan kepada masyarakat. “Ini adalah program pemerintah dan sudah mendapatkan ijin dari berbagai pihak,” ujarnya.

Ia menambahkan, dua pendekatan yang diterapkan adalah pendekatan kepada masyarakat dan pendekatan keamanan. Menurutnya, dua pendekatan ini sudah sesuai dengan arahan pemerintah Provinsi Lampung dan Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan. Penedekatan masyarakat yang akan dilakukan adalah dengan menyebarluaskan info tentang manfaat energi panas bumi melalui poster dan radio, sedangkan Pendekatan keamanan kita meminta bantuan pemerintah untuk mengawal proyek ini.

Mengenai sosialisasi pada tokoh adat, ia mengatakan bahwa hal tersebut adalah strategi yang paling tepat untuk mensosialisasikan rencana ekslorasi. “Tidak mungkin kami menemui satu per satu orang. Sosialisasi tetap akan ke bawah,” ujarnya. Ia menambahkan, saat ini PT. Supreme fokus pada daerah yang terkena dampak langsung, yakni di wilayah Kecamatan Rajabasa. PT. Supreme berharap sosialisasi kepada tokoh adat dan kepala desa diharapkan dapat sampai kepada semua warga.

Ia menambahkan, pihaknya akan melaksanakan berbagai hal terkait kewajiban perusahaan terhadap warga dan lingkungan sekitar. “Kalau nggak (dilaksanakan kewajiban),  nggak akan dapat manfaatnya. Ia menjelaskan, nantinya PT. Supreme hanya akan menggunakan air laut untuk mendinginkan mesin pada saat eksplorasi. Dengan begitu, masyarakat tak perlu khawatir kekurangan air bersih. Menurutnya, penggunaaan air juga hanya diperlukan saat pengeboran. “Saat produksi tidak akan menggunakan air. Kami juga akan melakukan penanaman kembali area yang terkena proyek, penanaman disekitar aliran sungai dan perbaikan aliran sungai,” ujarnya menjelaskan.

Mengenai CSR, PT. Supreme mengaku mempunyai empat bidang program, yakni bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan pemberdayaan masyarakat. Perusahaan mengaku telah memberikan bantuan komputer pada sekolah-sekolah yang ada di sekitar gunung. Ke depan, PT. Supreme berencana menggelar bantuan untuk operasi katarak dan sunat masal gratis. Selain itu, perusahaan juga akan membangun fasilitas pembuatan saluran air bersih dan lapangan bola voli serta memberdayakan masyarakat untuk menjadi tenaga kerja. Humas PT. Supreme juga mengaku siap menjadi bagian untuk menampung aspirasi masyarakat. “Kami sangat terbuka dengan masyarakat,” ujarnya mengakhiri.

Pendapat walhi tentang eksplorasi Gunung Rajabasa

pemanfaatan panas bumi sebagai sumber energi listrik memang dinilai lebih ramah ketimbang batu bara. hal tersebut diungkan direktur wahana lingkungan hidup (Walhi), Bejo Dewangga. namun, menurutnya ganjalan dalam proyek ini adalah mengenai sumber daya air yang digunakan untuk mendinginkan mesin. apabila perusahaan menggunakan mata air Gunung Rajabasa dikhawatirkan mengganggu sumber air bagi warga sekitar. hal ini dikarenakan wargaa sekitar kaki gunung rajabasa sepenuhnya memakai sumber mata air dari Gunung Rajabasa. “ Kalau memanfaatkan air laut selesai masalahnya,” ujarnya.

Ia menambahkan, pemerintah juga harus memperjelas tentang penyaluran listrik. “listriknya untuk masyarakat Lampung atau dijual keluar?” tambah bejo. ia menilai semua bentuk eksploitasi akan membawa dampak buruk jika tidak dikawal dengan baik. ia pesimis proyek ini akan berjalan lancar dengan masih maraknya tindak korupsi di Indonesia. ‘kalau misalnya harus beli pipa kualitas A, tapi yang dibeli kualitas B atau C kan bahaya,” ungkapnya memberi gambaran. ia berharap pemerintah daerah mempertimbangkan kebijakan ini serta memberikan kejelasan kepada masyarakat tentang masa depan proyek panas bumi Gunung Rajabasa.

Laporan : Kurnia Mahardika

Exit mobile version