Hari Pertama ‘Saburai’, Teknokra Gelar Diskusi ‘Kebebasan Berekspresi dalam Belenggu UU ITE’

335 dibaca

teknokra.com: UKPM (Unit Kegiatan Penerbitan Mahasiswa) Teknokra menggelar diskusi dengan tema “Kebebasan Berekspresi dalam Belenggu UU ITE”, pada Jumat (22/10). Diskusi tersebut merupakan acara pembuka kegiatan PJTLN (Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut Nasional) Saburai.

Hendry Sihaloho, Ketua AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Bandar Lampung mengatakan dalam perkembangan jurnalistik muncullah jurnalis warga (citizen journalism). Hal ini menyebabkan informasi tidak lagi hanya dikelola oleh jurnalis profesional, namun warga juga bisa melaporkan apa yang mereka alami.

“Dalam UU Pers itu tidak disebutkan bahwa wartawan itu adalah orang yang bekerja di perusahaan media. Tetapi, disebutkan bahwa orang yang menjalankan kerja kerja jurnalistik secara teratur. Jadi teman-teman di sini bisa disebut sebagai jurnalis,” katanya.

Eddy Rifai, ahli hukum pidana mengatakan dalam hal ini banyak sekali pasal-pasal (KUHP dan UU ITE) yang dapat diberikan kepada orang-orang yang melakukan pencemaran nama baik atau fitnah. Tetapi apabila hal tersebut merupakan sebuah fakta maka tidak bisa dikenakan UU ITE.

“Kemudian juga kalau menyampaikan sesuatu melalui whatsapp group, dalam group tersebut anda dianggap menghina dan memfitnah. Menurut keputusan bersama (Menkominfo, Jaksa Agung, dan Kapolri) ini bukanlah merupakan kasus UU ITE,” ujarnya.

Ketua Komisaris Pendidikan Pelatihan dan Pengembangan Profesi Pers (Dewan Pers), Jamalul Insan mengatakan bahwa menurut Dewan Pers semua produk jurnalistik yang diunggah melalui media sosial maka merupakan bagian dari kerja jurnalistik dan dijamin oleh UU Pers No. 40.

“Kalau dia seorang jurnalis tetapi membuat konten-konten sendiri di luar pekerjaanya meskipun bahan (data) yang didapatkan di lapangan. Maka itu di luar dari UU Pers No. 40 karena itu adalah pribadi,” ujarnya.

Ia juga mengatakan apabila pers mahasiswa mendapat masalah dengan pihak lain, maka dewan pers juga akan mendampingi.

“Meskipun pers mahasiswa bukan jurnalis profesional. Hal ini dilakukan karena pers mahasiswa merupakan aset yang harus dijaga,” pungkasnya.

Penulis: Syendi Arjuna

Exit mobile version