teknokra.co: Integrated Agroforestry berbasis masyarakat mampu meningkatkan nilai ekonomi kawasan hutan. Penerapannya mengacu sistem penapisan sosial, ekonomi, dan ekologi. Pemilihan jenis diawali dengan filter sosial, yaitu menggunakan jenis yang disukai oleh masyarakat dan kualitas bibit yang baik, dilanjutkan dengan analisis secara ekonomi “layak ekonomi”, dan tidak membahayakan lingkungan “layak ekologi”.
Tingginya nilai ekonomi kawasan hutan akan berdampak terhadap minimalnya konversi kawasan hutan. Konversi kawasan hutan akan berhenti dengan sendirinya jika nilai ekonomi hutan tinggi. Solusi yang dapat dilakukan untuk peningkatan nilai ekonomi kawasan hutan di antaranya memperkuat peran aktif Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) melalui penerapan Integrated Agroforestry berbasis masyarakat, serta menerapkan konsep keberlanjutan (kelestarian lingkungan, akseptabilitas sosial dan kelayakan ekonomi).
Hal itu disampaikan Prof Dodik Ridho Nurrochmat, Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Sistem Informasi IPB, dalam Seri#1 bertema “Penguatan Organisasi Pengelola Hutan di Tingkat Tapak (KPH)”, Kamis, 2 Juli 2020.
Mantan Kadishut Lampung Syaiful Bachri mengatakan, upaya menuju KPH Mandiri harus dibangun dengan komitmen yang kuat dari semua pihak dalam peningkatan saspras, SDM dan anggaran; optimalisasi obyek wisata alam unggulan di wilayah kelola KPH; serta menjadikan KPH sebagai pusat koordinasi sinergi pembangunan kehutanan semua stakeholder. Hal penting lainnya KPH harus kreatif mengoptimalkan semua potensi pemanfaatan HHK, HHBK, kawasan, jasa lingkungan sebagai core bisnis menuju mandiri dan penyumbang PAD.
Berbeda dengan Lampung, pengalaman Madani Mukarom (Kadis LHK NTB) mendorong isu kehutanan dan lingkungan dalam misi utama pembangunan NTB berupa “NTB Asri dan Lestari 2019-2023”, serta menempatkan KPH sebagai pelaksanan program unggulan tersebut. NTB juga memiliki Perda tentang Pengelolaan Hutan yang mengatur SDM dan anggaran yang memadai dalam mendukung Pembangunan Kehutanannya.
Ketua Persatuan Sarjana Kehutanan Indonesia (Persaki) Lampung, MD Wicaksono menambahkan, pihaknya menggelar enam webinar selama Juli 2020. Dalam penyelenggaraannya, Persaki bekerja sama dengan Rumah Kolaborasi (RuKo). Webinar ini mendapat dukungan dari Rainforest Alliance, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung, Unit Kegiatan Penerbitan Mahasiswa (UKPM) Teknokra Universitas Lampung, dan Rumah Belajar.
“Webinar seri pertama diikuti sebanyak 300 peserta. Mereka berasal dari ASN KLHK, ASN pemda, akademisi, swasta dan lainnya. Para peserta dari Provinsi Aceh di sisi Barat hingga Provinsi Papua di sisi Timur,” ujarnya.
Rilis