Jalan Hidup Rektor Perempuan Unila: Anak Guru yang Jadi Profesor Teknik Sipil

Prof. Lusi, Rektor Perempuan Pertama Unila. Foto: Teknokra.
721 dibaca

“Saya tidak punya harta untuk meninggalkan kalian apa apa, maka dari itu jika kalian mau belajar, mulai lah dari sekarang, karna saya hanya bisa menyekolahkan kalian”

Sebuah pesan yang masih terus membekas dalam benak Lusmeilia. Rektor Perempuan Pertama yang terpilih untuk memimpin Universitas Lampung. Pendidikan adalah hak bagi semua orang. Baik laki-laki maupun perempuan, semua memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang layak.

Salah satu sosok perempuan yang berhasil meraih tingkat pendidikan tertinggi ialah Lusmeilia Afriani. Prof. Lusi –sapaan akrabnya–, saat ditemui di Gedung Rektorat lantai 5 Universitas Lampung, terlihat sedang duduk berdiskusi santai di kursi tamu ruangan dengan sedikit terdengar suara tawa ringan bersama rekannya.

Tak lama kemudian, Prof. Lusi menghampiri kami diruangan rapat agak ke dalam. Menggunakan batik seragam baru Unila berwarna biru yang pertama kali ia pakai dan hijab biru gelap dengan bawahan berwarna hitam, menggambarkan kewibawaan dan kebijaksanaan yang ia miliki. Keramahan dan kehangatan nya sebagai seorang ibu terpancar dari senyumnya saat kami sapa di ruang rapat yang masih menjadi bagian dalam ruang kerja itu.

Sejak kecil Lusmeilia ingin menjadi seorang insinyur, ia mengawali pendidikan tinggi di Fakultas Non Gelar Teknik (FNGT) Universitas Lampung   di program studi (Prodi) Teknik Sipil, jurusan yang sempat membuat ia dilema. Lusmeilia berkisah pada awalanya ia ingin masuk kuliah pada jurusan teknik kimia atau pertanian, namun terlanjur diterima dan kuliah di program studi teknik  sipil. Lusmeilia mengaku iseng mendaftar pada prodi tersebut. Bahkan ia  sempat menangis merasakan kekecewaan yang mendalam, karena ternyata prodi tempatnya kuliah bukanlah jenjang S1, namun D3 yang dia tidak ketahui sebelumnya. Hal itu disebabkan karena adanya peralihan program sarjana menjadi diploma.

“Jalani saja, ini yang terbaik buat kamu, terbaik itu tidak harus sekarang, kamu akan mendapatkan hasil itu nanti,” Lusi menceritakan nasihat ibunya.

Seiring berjalannya waktu, nasihat ibu Lusmeilia terbukti. Ia berhasil menyelesaikan pendidikan Sarjana di Institut Teknologi Surabaya (ITS) dan berhasil menjadi satu satunya mahasiswa yang dapat menyelesaikan studinya dengan tepat waktu, kala itu.

Rasa haus akan ilmu pengetahuan membawa Lusmeilia untuk melanjutkan pendidikan program Magister pada tahun 1998 di Universite de Nantes (baca yuniversite de nongth), Perancis. Perjalanan pendidikannya di Paris pun juga memiliki banyak cerita. Hanya cukup setahun dirinya menyelesaikan pendidikan program magister di negara heksagon itu.

Berawal dari sebuah Asset Development Procject (ADP) project yang berhasil didapat oleh Kampus Universitas Lampung, mengantarkan Lusmeilia bertemu dengan sosok yang menjadi gerbang perjalanan barunya di negara yang dijuluki City of Light, City of Love itu.

Sosok itu adalah seorang professor dari Perancis yang tertarik dengan Indonesia. Professor itu tertarik untuk meneliti beton, –bidang konstruksi–, mendengar hal itu membuat Lusmeilia sangat antusias dalam project ADP (kerjasama antara Unila dengan Perancis). Lusmeilia diminta untuk kursus bahasa Perancis selama 6 bulan, untuk kemudian melanjutkan pendidikan Magister nya disana. Bersama dengan suami dan anak-anaknya di Kota cinta itu, ia fokus belajar dan menyelesaikan studinya. Dan dengan kegigihan dan penuh konsistensinya, Lusmeilia bisa menyelesaikan studinya selama satu tahun.

Keinginannya untuk terus belajar hal hal baru, membuat ibu dua anak ini ingin kembali ke negara dingin yang memiliki menara aiffel sebagai aikon negeri tersebut. Tujuan kembali untuk melanjutkan pendidikan Doktoral di Universite de Caen (baca yuniversite de kong) salah satu kampus tebaik di Perancis.

Stigma “bahwa seorang perempuan itu tidak harus sekolah tinggi, karena akan berujung di dapur,” namun tidak dengan suami Lusmeilia. “Suami saya bilang, Lusi kamu boleh jadi apa saja, karena dia melihat bahwa saya tetap mampu mengatur rumah tangga dan anak anak,” ucap Lusmeilia menjelaskan dukungan keluarganya. Dukungan moral, materi serta peran dari orang tua, anak, dan juga suaminya membuat ia semakin yakin untuk terus melanjutkan pendidikan dan karirnya.

“Saya anak tua, saya dari enam bersaudara, adik saya lima jadi harus cepat tamat sekolahnya, karena kalau lambat, berarti membebani orang tua saya, kesempatan saya untuk mendapat rejeki kan berkurang”. Tutur Lusi menjadi alasan dirinya menyelesaikan pendidikannya dengan tepat waktu, tidak main-main dirinya memanfaatkan waktu pendidikannya, ia fokus dan tekun dalam menuntaskannya karena baginya jika iya lambat mencari penghasilan, maka ia adalah orang yang rugi, begitu pikirnya.

Sampai pada tahun 2004 dirinya kembali ke tanah air seusai menuntaskan pendidikan program Doktoral di Perancis. Ada saja kesempatan baik yang diberikan kepada ibu dari dua anak itu, pasca setahun dirinya kembali pulang, dorongan serta dukungan tak henti dari kerabat dan teman-teman membuat Lusi yakin untuk mendaftarkan diri menjadi pimpinan Fakultas Teknik Unila kala itu, benar saja pada tahun 2005-2009 dirinya terpilih menjadi Wakil Dekan 1 Bidang Akademik Fakultas Teknik Unila, tak butuh waktu lama bagi Lusi untuk naik selangkah menjadi Dekan, selesai dirinya menjabat sebagai Waiil Dekan 1 bidang akademik dirinya lanjut menjadi Dekan Fakultas Teknik Unila pada tahun 2009-2013.

Delapan tahun menjabat menjadi pimpinan fakultas hingga akhirnya pada tahun 2014-2020 dirinya dipercaya untuk menjadi Kepala Laboratorium Mekanika Tanah, Fakultas Teknik Universitas Lampung, disinilah ilmu Lusi berkembang.

“Disitu ilmu saya ini berkembang, karena dari tamat sekolah tahun 2004 sampai 2013 itu menjabat selama delapan tahun, jadi saya itu enggak sempat menulis, enggak sempat meneliti, enggak tahu perkembangan tentang ilmu saya begitu” ucap Lusi

Awal Januari 2020 dirinya menjadi Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unila. Dibawah kepemimpinan Lusi, banyak yang sudah LPPM raih mulai dari peringkat 10 versi Scimago Ranking dengan melihat jumlah penelitian, pengabdian, jumlah sitasi dan publikasi sampai IKU 5 (Indikator Kinerja Utama 5) yang sudah melebihi target penilaian.

Gelar akademik Lusi pun paripuna, bagaimana tidak, tak cukup bagi Lusi hanya berhenti sampai gelar Doktor, perempuan bernama lengkap Lusmeilia Afriani itu berhasil meraih gelar Professor bidang keilmuan Geoteknik pada Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Lampung. Gelar professor Lusmeilia raih dan secara resmi dikukuhkan pada tanggal 30 November 2022 di Gedung Serba Guna (GSG) Universitas lampung.

Keteguhan dan kesuksesan nya dalam dunia pendidikan tak lepas dari didikan orang tua dan dukungan keluarga Lusmeilia Afriani. Dengan nada haru dan sedikit senyuman terpancar di wajahnya ia mengatakan “Saya dulu tidak pernah disuruh, dipaksa, dimarahi orang tua saya untuk belajar.” Dan itu lah yang saya tiru untuk anak anak saya sekarang. Orang tua saya adalah seorang guru, jadi dia setelah maghrib selalu membaca buku, menyiapkan materi mengajar. Kebiasaan kebiasaan itulah yang akhirnya membuat saya mengerti bahwa daripada kita memberikan perintah atau menyuruh lebih baik kita lakukan dengan memberikan contoh langsung dalam aktivitas kita.”

Sebagai anak pertama dari enam bersaudara, Lusmeilia menanamkan dalam dirinya bahwa ia adalah kompas dan juga tokoh untuk adik-adiknya. Seorang tokoh yang akan selalu dilihat dan menjadi panutan bagi keluarganya. Yang akhirnya saat ini Lusmeilia Afriani berhasil menjadi sosok tokoh Perempuan hebat dan luar biasa, dan membuktikan bahwa perempuan bisa bersekolah tinggi, memiliki peran dalam jabatan, tanpa melupakan kewajiban  sebagai seorang ibu.

“Saya suka belajar, saya suka menulis, setiap hari saya harus belajar, saya harus buka laptop,” kata Lusmeilia, saat ditanya hal yang tak pernah luput dari ingatannya.

“Belajar.” Kata yang tak pernah lepas dan terlupakan dalam pendidikan. Kata yang menggambarkan proses titik balik dari kehidupan manusia menjadi lebih bermakna dari sebelumnya. Belajar tidak pernah mencapai kata akhir, selama manusia hidup, selama itu pula manusia belajar.

Penulis : Sepbrina Larasati

Exit mobile version