Jelang Pemilu, Akademisi Lampung Ikut Kritik Pudarnya Keadilan dan Demokrasi

Pernyataan akademisi Lampung dilaksanakan di Student Lounge Fakultas Hukum (FH) Universitas Lampung (Unila) pada Rabu, (7/2). Foto : Teknokra/Ummul Padillah
361 dibaca

Teknokra.co : Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) serentak, sejumlah akademisi di Lampung ikut mengkritik mengenai kondisi dan demokrasi Indonesia, yang saat ini dinilai sedang tidak baik. Hal itu dilakukan lewat pernyataan sikap di Student Lounge Fakultas Hukum (FH) Universitas Lampung (Unila) pada Rabu, (7/2).

Pernyataan sikap ini diwakilkan oleh Akademisi FISIP Unila, Prof. Ari Darmastuti. Ia mengatakan bahwa masyarakat harus menjaga demokrasi, persatuan dan, kesatuan bangsa dan negara.

“Situasi dan kondisi terakhir telah menunjukkan gejala pudarnya keteladanan dan perilaku politik yang tak memenuhi kaidah etika,” katanya.

Prof. Ari juga mengungkapkan, pudarnya demokrasi dan keadilan tidak hanya mencoreng penyelenggaraan negara yang bersih, tapi juga merugikan bahkan, meruntuhkan hak fundamental warga negara untuk aktif dalam pemilihan umum.

“Pernyataan sikap dan tindakan yang merusak prinsip demokrasi dan mengancam pondasi penyelenggaraan negara akan menimbulkan ketidakpercayaan mendalam dan kehilangan legitimasi dalam penyelenggaraan dan hasil pemilihan umum yang demokratis dan berkeadilan,” ungkapnya.

Dalam pernyataan sikap, Guru Besar FISIP Unila ini terpanggil untuk menyuarakan dan menyerukan kebebasan berpendapat dan dijunjung tinggi sebagai amanat konstitusi, sekaligus menghormati dan menghargai keberagaman pilihan politik.

“Perbedaan pilihan adalah sesuatu yang wajar dengan tidak memberi tempa dan menolak kepada siapa saja yang melakukan kampanye hitam, menyebarluaskan pesan yang tidak benar (hoax) dan ujaran kebencian,” ucapnya.

Dirinya juga mengoreksi pejabat dan penyelenggara negara dan memastikan tidak ada lagi sikap dan perilaku yang nyata sebagai pelanggaran etika, tidak memenuhi keadilan dan tidak demokrasi.

“Kami mengingatkan kepada presiden, menteri, gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota, penyelenggara negara lainnya, aparatur sipil negara, dan kepala desa menjaga sikap benar-benar netral dalam pemilihan umum untuk mewujudkan keadilan dan demokrasi di Indonesia,” ucapnya.

Tak hanya akademisi, elemen masyarakat lainnya seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan mahasiswa juga ikut menyuarakan dan mendukung aksi tersebut. Salah satunya Ketua Umum DPM FH Unila, Naufal Alman Widodo.

Menurutnya, saat ini mahasiswa cenderung kurang responsif dan tak ingin memgambil risiko di tengah kondisi tanah air yang memprihatinkan.

“Mahasiswa yang sejak selalu melakukan perlawanan terhadap kesewenangan mulai padam akhir-akhir ini. Mulai tumpul dalam hal mengkritisi dan kurang responsif dalam mengambil tindakan, karena ketakutan untuk di cap sebagai orang-orang yang hanya ikut-ikutan saja,” ujarnya.

Dengan tegas, Naufal mengatakan bahwa aksi ini merupakan bentuk solidaritas dan kepedulian masyarakat, terhadap kondisi keadilan dan demokrasi saat ini.

“Kami berusaha untuk mendorong dan membersamai Civitas Akademik yang hari ini masih peduli dengan demokrasi Indonesia. Saya juga menegaskan apa yang di deklarasikan baru ini di Fakultas Hukum adalah sebuah bentuk solidaritas dan bukan hanya ego sentimen semata,” tegasnya.

Ia berharap, aksi ini dapat menggerakan para mahasiswa untuk melakukan sesuaitu yang dapat mempertahankan keadilan dan demokrasi.

“Teman-teman mahasiswa dapat merespon apa yang hari ini telah di deklarasikan oleh para civitas akademik di Unila,” tandasnya.

Exit mobile version