Nobar dan Diskusi Film “A Man of Action” : Melawan Ketidakadilan

Foto : Teknokra/Elma Malini
136 dibaca

Teknokra.co : “Kapitalisme membuat yang kaya semakin kaya, dan yang miskin semakin miskin,” itulah sepenggal dialog yang berulang kali diucapkan oleh Lucio, seorang kuli bangunan asal Spanyol yang memutuskan menjadi anarkis Prancis dalam film a man of action yang dipilih Teknokra bersama Konsentris dan Forum Literatur untuk nonton bareng dan diskusi dengan tema “Apa yang perlu bagi gerakan sipil?”di Balai Rektorat Univeristas Lampung (Unila) pada Jum’at (13/9) .

Film ini dipilih sebab kesesuaian dengan situasi saat ini. Secara garis besar film a man of action didasari oleh kekecewaan Lucio Urtubia terhadap perekonomian dunia, Lucio memulai kekecewaannya ketika sang ayah sakit dan ia tidak bisa meminjam uang di bank karena tidak adanya jaminan, hingga membuat sang ayah meninggal.

Foto : Teknokra/Elma

Lucio menyadari, bahwa dunia ini hanya berpihak masyarakat menengah atas dan tidak memiliki keadilan bagi masyarakat menengah bawah. Inilah yang menjadikan jiwa anarkisme dalam diri Lucio memberontak, hingga akhirnya ia menargetkan bank sebagai objek yang harus bertanggung jawab dalam membasmi sistem kapitalisme. Ia berprinsip, bahwa kejahatan merampok bank tidak sebanding dengan kejahatan membangun bank. Kejahatan perampokan dan pemalsuan itulah yang menjadikan Lucio selalu diburu oleh kepolisian di sepanjang hidupnya.

Itulah sepenggal konflik dalam film yang dirilis pada tahun 2022 lalu. Sebagai pemantik, hadir jurnalis Konsentris, Hendry Sihaloho yang memberikan tanggapan terkait kesesuaian situasi saat ini dengan film a man of action. Menurutnya, beberapa hal yang dapat dipetik jika menggabungkan dengan situasi yang baru-baru ini terjadi. Banyak terjadi demo dalam beberapa tahun terakhir, hal ini menyiratkan kritik dan ketidaksetujuan masyarakat terhadap peraturan-peraturan baru yang digagas oleh pemerintah. Sama halnya seperti Lucio yang tidak menerima adanya kapitalisme, mahasiswa dan masyarakat juga tak terima dengan adanya peraturan yang akan menyulitkan masyarakat menengah bawah dan memakmurkan menengah atas.

“Dalam paradigma Lucio seharusnya tidak ada kemiskinan, semua orang itu setara, makmur. ketika dia melihat akar masalahnya adalah ada lembaga lembaga yang melenggangkan sistem kapitalisme dan kemudian itu yang menjadi akar masalahnya,” jelas Hendry.

Foto : Teknokra/Elma

Ia juga mengharapkan, agar adanya evaluasi terhadap pergerakan mahasiswa selama ini sehingga nantinya gerakan kolektif tersebut dapat menjawab pertanyaan dan permasalahan mendasar bagi seluruhnya.

Perwakilan dari Forum Literatur, Haykal Rasyid juga sependapat. Menurutnya, yang dapat diambil dari film ini adalah agar masyarakat seharusnya tidak menormalisasikan kebijakan-kebijakan yang merujuk kepada arah kapitalisme, meskipun kapitalisme diibaratkan telah menjadi bagian dari udara yang dhirup sehari hari oleh masyarakat.

“Kapitalisme sudah merasuk ke dalam seluruh dinding kehidupan masyarakat. sehingga nilai-nilai etika, logika kapitalisme itulah yang kita serap selama ini dan tanpa disadari kita belajar bahwa keserakahan, eksploitasi terhadap masyarakat dan alam ataupun persaingan antara individu itu menjadi sesuatu yang bukannya harus dimaklumi,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

2 × 1 =