Partisipasi dan Kepentingan Mahasiswa Jadi Isu Pinggiran Dalam Pemilihan Rektor Unila

Kedelapan Bakal Calon Rektor Unila Periode 2023-2027 usai penyampaian visi misi di GSG Unila. (20/12). Foto: Teknokra/Arif Sanjaya.
512 dibaca

Teknokra.co: Acara Kampanye dan penyampaian visi misi Bakal Calon Rektor Universitas Lampung periode 2023-2027 digelar di Gedung Serbaguna (GSG) Unila pada Selasa, (20/12). Namun, acara tersebut hanya diisi oleh Dosen dan tamu Pemerintahan yang hadir. Partisipasi dan aspirasi mahasiswa sama sekali tak terlihat.

Dalam sesi tanya jawab, tampak nihil pertanyaan yang diajukan dari kalangan Mahasiswa. Hal ini dapat berdampak buruk pada terpinggirkannya kepentingan mahasiswa dalam pagelaran demokrasi di kampus yang sedang terpuruk citra publiknya.

Menurut Prof. Abdurrahman, selaku Ketua panitia Pemilihan Rektor (Pilrek) Unila, pihaknya sudah mengundang perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Namun hal tersebut tampak sia-sia. Sebab, tahun ini BEM tingkat Universitas sedang vakum akibat tak mendapat pengakuan Rektorat.

“Dengan situasi seperti ini mereka tidak reaktif, tapi mereka secara positif memberikan masukan masukan kepada kita,” katanya.

Tak Cuma minim penjaringan suara, Mahasiswa juga sama sekali tak memiliki hak suara dalam pemilihan Rektor Unila. Dalam Perguruan Tinggi Negeri yang berstatus Badan Layanan Umum (BLU), Keputusan Pemilihan Rektor hanya berada di tangan Kemendikbudristek dan suara Senat Unila.

“Ya sebenernya kan mahasiswa kan kalo di PTNBH, dia (Mahasiswa) masuk dalam anggota Senat ya atau anggota WMA, tapi kan emang di dalam peraturan BLU enggak ada perwakilan mahasiswa untuk memilih,” lanjutnya.

Minimnya partisipasi dan akomodasi terhadap aspirasi membuat mahasiswa merasa kecewa, salah satu mahasiswa yang mengutarakan hal tersebut adalah Rega Saphira (Pend’ Bimbingan dan Konseling ‘20). Menurutnya, pihak mahasiswa tidak mendapat anjuran untuk berpartisipasi dalam acara ini.

“Sebenarnya, sebelumnya di FKIP ini sudah ada sosialisasinya sendiri, tetapi yang diundang hanya ketua LK dan Forkom saja, nah untuk kegiatan hari ini memang kita juga tidak dianjurkan atau diperintahkan untuk membersamai acara penyampaian Bacarek (Bakal Calon Rektor) di GSG,” Ungkapnya.

Ia menanggap pengacuhan ini membuat Mahasiswa jadi tak mengenal Calon Rektor mereka. Bahkan lebih buruk lagi, hal ini dapat menimbulkan sifat apatis terhadap Pilrek dikalangan Mahasiswa.

“Jiwa mahasiswa kita, tidak dididik untuk menjadi mahasiswa yang peduli dengan pemimpin masa depan, mereka tidak perlu mengetahui siapa dan apa, bahkan mahasiswa juga tidak ada hak suaranya, jadi kan mahasiswa juga menjadi tidak peduli dengan hal-hal seperti itu,” kritiknya.

Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Unila, Prof. Yulianto juga ikut memberikan komentar terhadap absennya partisipasi mahasiswa dalam acara kampanye publik tersebut. Menurutnya, pihak panitia seharusnya memberikan undangan secara luas kepada kalangan mahasiswa.

“Mungkin si panitia itu ngundangnya ke BEM atau DPM, harusnya ke fakultas-fakultas,” ujarnya.

Bakal Calon Rektor Unila Kurang Perhatikan Isu Mahasiswa

Secara substansial, tampak porsi perhatian para kandidat Rektor Unila terfokus kepada pemeringkatan dan akreditasi kampus secara nasional maupun internasional. Pengembangan bisnis kampus dan cita-cita para calon Rektor untuk menghadirkan investor juga ikut mendominasi narasi pembangunan kampus yang digemakan oleh para kandidat.

Berbagai kebijakan di bidang kemahasiswaan tak banyak disentuh oleh para kandidat. Jikapun menyangkut mahasiswa, sebagian besar kandidat membungkusnya dalam program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang gagasannya cenderung mengekor kepada kebijakan Menteri dan terbatas pada lingkup kurikulum kampus.

Tak banyak gagasan baru yang berada dalam aktivitas keorganisasian atau pengembangan ekstrakulikuler Mahasiswa. Hanya segelintir kandidat yang membahas soal rendahnya alokasi anggaran di bidang Kemahasiswaan Unila, atau minimnya pembahasan soal isu perlindungan seksual bagi mahasiswa dan civitas akademika lainnya.

Hal ini diamini oleh Prof. Yulianto. Menurutnya, perhatian para kandidat terhadap mahasiswa masih minim. Ia juga mengakui jika porsi anggaran pengembangan kemahasiswaan di Unila sangat tak ideal untuk mendorong prestasi mahasiswa.

“Paling (anggaran) sekitar 4 persen, sangat-sangat rendah sekali,” keluhnya.

Ia tak mau banyak berkomentar soal kandidat yang menjajikan kenaikan anggaran bagi pengembangan kemahasiswaan Unila. Menurutnya, Rektor terpilih nantinya harus membuktikan komitmen yang mereka buat.

“Justru itu, menurut saya kalau BEM sudah ada, mari kita dialog sama Rektor itu, tolong kegiatan-kegiatan mahasiswa lebih diperhatikan,” pungkasnya.

Exit mobile version