teknokra.co : Matahari mulai menghilang, hari berganti malam. Sekitar pukul 21.00, Mujiyanto (35) bersiap-siap. Berbekal senter baterai, ember dan mantel hujan, ia mulai menyusuri pantai.
Lima bulan sudah ia menjalani profesi sebagai seksi pengontrol pantai atau sering disebut dengan seksi pengawasan pendaratan penyu. Ia bergabung dalam kelompok Penakaran dan Pelestarian Penyu “Suka Maju” di Muara Tembulih, Ngambur Lampung Barat.
Malam (13/01), ia yakin bahwa akan ada penyu mendarat untuk bertelur. Meski hanya sendiri, ia tak merasa takut. Ia rela, demi melihat penyu bertelur. Angin laut menerpa tubuh Muji. Sambil bersedekap, sesekali ia menyorotkan senter ke sekelilingnya. Ia berjalan dari muara hingga perbatasan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) yang jaraknya kurang lebih 10 kilometer.
Sekitar pukul 00.35, ia menemukan jejak penyu, ia sorotkan senter ke arah jejak penyu tersebut. Dilihatnya penyu mulai berseok-seok ke arah pantai, setelah ia amati ternyata penyu yang baru mendarat adalah penyu belimbing (Dermochelys coriacea). Spesies terbesar diantara penyu laut, dan salah satu pengarung lautan terbesar di dunia hewan, beratnya sekitar 400 kg.
Muji segera berjalan menyusuri jejak penyu, hingga menemukan tempat penyu bertelur. Ia melepaskan mantel, meletakkan senter, melipat lengan baju dan mulai mengeruk-ngeruk pasir menggunakan tangannya. Sekitar satu meter kedalaman, telur-telur berukuran sebesar telur bebek mulai terlihat, ia menyiapkan ember dan mengambil satu persatu telur tersebut dengan hati-hati, dimulai dari telur yang paling atas. Tak bisa sembarangan dalam mengambil telur, posisi telur tidak boleh berubah dari semula karena dapat menyebabkan telur tidak dapat menetas dengan kata lain telur rusak.
Sembilan puluh tujuh butir telur ia temukan malam itu, tak lupa setelah telur dimasukkan ke dalam ember, telur ditaburi pasir bagian bawah tempat induk penyu bertelur. Agar kondisinya sama saat dipindahkan di tempat penetasan telur karena pasir mengandung lendir yang dikeluarkan oleh induk penyu.
Muji kemudian membawa telur-telur itu ke tempat penetasan telur, tak jauh dari tempat ia menemukannya. Tempatnya berukuran 6×8 meter dipagari besi. Di sinilah telur-telur itu berubah menjadi penyu kecil atau dikenal dengan tukik. Sama dengan pengambilan telur, Muji menggali lubang dan memasukkan telur dengan posisi yang sama dari sebelumnya dengan hati-hati, tak lupa ia tancapkan tanda identitas di atasnya. Setelah selesai, ia bisa beristirahat dan menjelang pagi ia harus melapor kepada ketua kelompok, Ahyar (65) atas hasil temuannya.
Kelompok Penakaran dan Pelestarian Penyu “Suka Maju” di Muara Tembulih, Ngambur Lampung Barat ini resmi didirikan pada 8 September 2006. Berawal dari kepedulian Ahyar, seorang pensiunan sekolah dasar di daerah tersebut mengenai keberadaan penyu yang semakin langka. Ia khawatir generasi selanjutnya mengenali penyu hanya dari gambar dibalik bingkai. Selain itu, sulitnya tukik menjadi induk, yaitu dari 1000 tukik yang dilepas ke laut hanya satu yang menjadi penyu induk. Hal ini karena banyaknya predator, tak hanya binatang tapi juga manusia. Dengan alasaan ini, Ahyar belajar menakar penyu dari kelompok Kira Lestari di Sumber Agung, Ngambur. Ia mendapat saran dari pihak Kira Lestari untuk mencari sarang telur penyu lalu dilaporkan ke pihak Dewan Kelautan dan Perikanan (DKP).
Ahyar berupaya mengajukan permohonan membuat kelompok penakaran sendiri. Ternyata niatnya tak sia-sia, pihak DKP merespon dengan baik. Telur penyu lekang yang ia dapat dihargai 2.500 per butirnya, sehingga ia mendapatkan upah sebesar 243 ribu dari 97 butir telur. Berbekal itu, telur yang ia peroleh pun bisa mulai diletakkan di penakaran yang ia buat. Awal penakaran, ia dibantu tujuh rekan lainnya membuat pondokan kecil.
Usaha Bapak dari tiga anak ini tak sampai disitu saja, Ahyar terus mengusahakan bantuan dana dari pemerintahan pusat, provinsi serta kabupaten. Tahun 2008, kelompok ini mendapatkan bantuan untuk membangun pondok pemeliharan. Tahun 2009 ia mendapatkan bantuan pembangunan seperti menara, rumah jaga, rumah penginapan, kantor, gardu keamanan dan pintu gerbang. Bangunan ini membuat tempat penakaran Suka Maju mulai berkembang, tahun 2011 bantuan pembuatan paping jalan dan pagar tembok keliling pun datang.
Kini, tempat penakaran ini sering dikunjungi oleh banyak pihak, dari yang sekedar ingin mengetahui cara penakaran penyu hingga melepaskan tukik ke laut lepas. Selain Ahyar dan Muji, saat ini anggota yang aktif yaitu, Ridwan (35) sebagai seksi kebersihan lingkungan dan Madrozi (25)sebagai seksi penerangan.
Sejak enam tahun lalu kelompok Suka Maju melakukan penakaran, diketuai Ahyar mereka mulai mendalami kebiasaan penyu. Seperti kapan penyu mendarat, dan cara penakarannya.
Menurut Ahyar, ada tiga tanda penyu akan mendarat. Awalnya, cuaca langit malam terang dan dipenuhi bintang-bintang. Bintang tersebut berbaris menjadi dua jalur membentang dari arah laut hingga ke pegunungan. Di antara ke dua baris bintang tersebut terdapat cahaya putih. Bila ada tanda itu, maka tiga malam berturut-turut harus benar-benar dijaga hingga bintang tersebut hilang. “Kalau bintang hilang, artinya penyu sudah bertelur”, terang lelaki tua yang senang memakai penutup kepala.
Tanda lainnya, bila buah dari tumbuhan kayu atau yang sering dikenal dengan sebutan udang-udangan telah matang semua. Tumbuhan ini tumbuh di sekitaran pantai, tingginya sekitar 1,5 meter, daun berukuran kecil, buahnya pun kecil berwarna hijau kecoklatan, jika buah ini matang warnanya menjadi merah kehitaman. Warna ini yang menandakan penyu akan mendarat.
Tanda ke dua ini selalu berkaitan dengan yang pertama, misalkan bila bintang-bintang mulai terlihat setengah dan buah ini belum matang sempurna maka kemungkinan penyu belum mendarat. Begitu pula sebaliknya, bila buah ini matang sempurna dan bintang telah membentang sempurna sepanjang laut hingga pegunungan dapat dipastikan penyu akan mendarat. “Percaya tidak percaya, itu yang kami lakukan selama ini dan semuanya terbukti,” terang Ahyar.
Bila laut mulai pasang, berbagai jenis penyu, seperti penyu hijau (Chelonia mydas), penyu lekang (Lepidochelys olivacea) ataupun penyu sisik (Eretmochelys imbricata) akan bertelur di daerah sekitaran 5 s.d 10 meter dari laut pasang, berbeda dengan penyu belimbing yang akan bertelur di sekitar tumbuhan pandan. Tumbuhan pandan itu kecil, tingginya hanya berkisar 50 cm, dengan daun panjang terdapat duri.
Bila tanda ini mulai terlihat, kelompok ini mulai ekstra mengontrol pantai, tak hanya Muji, Ridwan dan Ahyar pun membantu berkeliling.
Penyu telah mendiami bumi ini lebih dari 250 jutaan tahun lalu. Mereka termasuk hewan purba, jutaan penyu telah menjelajahi samudera. Penyu memiliki fungsi ekologis sebagai penyeimbang ekosistem, karena makanan penyu adalah alga yang biasanya tumbuh di terumbu karang, bila penyu punah pertumbuhan alga semakin pesat dan akan memenuhi terumbu karang sehingga menyebabkan terumbu karang tidak sehat, padahal terumbu karang adalah tempat ikan bertelur dan mencari makan. Saat ini, penyu sudah berkurang populasinya, akibat ancaman ekologis dan perburuan penyu dan telurnya oleh manusia.
Selama kelompok Suka Maju ini berdiri ada empat penyu yang pernah mendarat di daerah ini antara lain penyu belimbing (Dermochelys coriacea), penyu hijau (Chelonia mydas), penyu lekang (Lepidochelys olivacea) dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata). Penyu memiliki sifat yang unik, dimana pun penyu itu dilepaskan maka saat ia akan bertelur ia kembali ke tempat dimana dilepaskan.
Dalam hal ini, suhu mempengaruhi telur. Bila suhu rendah tukik yang dihasilkan lebih banyak jantannya, sedangkan bila suhu tinggi tukik yang dihasilkan lebih banyak betinanya.
Setelah telur penyu dipindahkan ke tempat penetasan, Ahyar tinggal menunggu waktu telur menetas. Ahyar akan mulai mengontrol pada hari ke 49 s.d 55 hari. Bila waktunya tiba, telur yang paling bawah akan menetas terlebih dahulu, dengan susah payah tukik-tukik tersebut menuju ke permukaan telur, menunggu semua telur menetas. Tukik-tukik ini tidak akan keluar sebelum semua telur menetas. Setiap harinya 5 sampai 10 telur menetas, penetasan ini dilakukan pada jam-jam tertentu yaitu jam 04.00 sampai 05.30. “Bila lewat dari jam itu, telur yang mau menetas akan berhenti dan pada jam itu lagi telur akan menetas,” terang Ahyar.
Setelah semua telur menetas, tukik-tukik akan mulai bermunculan, tanah mulai retak. Ahyar mengambil bak hitam, ia masuk ke dalam tempat penetasan, mengambil tukik dan memasukkannya ke dalam bak. Selama tiga hari tukik-tukik ini dibiarkan saja tanpa diberi air. Agar lendir-lendir di tubuhnya mengering.
Tiga hari berlalu, saatnya tukik dipindahkan ke dalam kolam pemeliharaan. Dalam ruangan yang berukuran 12×10 meter terdapat 6 kolam besar dengan keramik warna biru, Ahyar mulai membersihkan kolam, mengisi kolam dengan air laut secukupnya. Sebelum tukik-tukik ini dimasukkan ke dalam kolam pemeliharaan, tukik dibersihkan satu-persatu dengan cara menyikat tempurungnya. Setelah setengah bulan, tukik-tukik ini dibagi menjadi dua bagian agar tempat tetap lapang sehingga tukik tetap dapat bergerak bebas.
Penggantian air dilakukan seminggu dua kali, biasanya dilakukan pada hari Rabu dan Minggu. Tukik-tukik ini diberi makan pur ayam sampai usianya satu tahun. Satu tahun setelahnya diberi makan ikan segar yang dipotong-potong kecil. Pemberian makan dilakukan sehari tiga kali, pagi, siang dan malam.
Pelepasan penyu dilakukan setelah usia tukik enam bulan, hal ini yang dianjurkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan. Namun, terkadang ketika baru berusia 1,5 bulan sudah dilepaskan. Hal ini dilakukan oleh Ahyar karena beberapa alasan seperti banyaknya penyu yang mati dipenakaran contohnya penyu belimbing karena sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa makanannya, dan juga permintaan pengunjung ingin ikut melepaskan tukik ke laut lepas.
Laporan : Rukuan Sujuda