Kampus  

“Semua Bisa Kena!”: RKUHP Larang Rakyat ‘Hina’ Pejabat

Koalisi Sipil Lampung gelar Aksi tolak RKUHP di Bundaran Gajah Kota Bandar Lampung (5/12). Foto: Teknokra/Arif Sanjaya.
559 dibaca

Teknokra.co: Sidang paripuna DPR RI pada Selasa, 6 Desember esok akan menjadi hari yang kelam bagi demokrasi Indonesia. Pasalnya, DPR berencana mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dalam sidang paripuna tersebut.

Hal tersebut menimbulkan gelombang penolakan dari aktivis dan masyarakat sipil dari sejumlah daerah di Indonesia, termasuk di Lampung. RKUHP dinilai mengandung pasal karet soal penghinaan Presiden dan Pemerintah yang kerap kali menimbulkan kriminalisasi bagi masyarakat yang mengkritik pemerintah.

Selain itu, RKUHP juga mengandung pasal hukum hidup atau aturan sesuai adat yang sangat rentan mengalami intervensi dan bersifat diskriminatif. RKUHP juga mempersulit demonstrasi masyarakat, melanggengkan hukum mati dan mengatur intervensi pemerintah dalam kegiatan “kumpul kebo”.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung, Sumaindra dalam orasinya mengatakan bahwa siapapun rentan menjadi korban RKUHP yang dapat menjadi alat pembungkaman.

“Setiap orang bisa kena dengan adanya RKUHP ini, semua orang bisa dipenjara,” katanya.

Pasal-pasal dalam RKUHP dinilai akan menimbulkan permasalahan yang serupa dengan pasal karet penghinaan/pencemaran nama baik dalam UU ITE. Kelompok aktivis dan jurnalis menjadi sangat rentan ketika melakukan kerja-kerja publik yang mengharuskan mereka mengkritisi kebijakan pemerintah.

Menurut laporan Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), tahun lalu ada 38 orang yang menjadi korban kriminalisasi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

SAFEnet menemukan bahwa warga yang dituntut dengan UU ITE pada 2021 paling banyak berasal dari kalangan aktivis yang menyuarakan isu hak asasi manusia (HAM), yakni mencapai 10 orang atau 26,3% dari total korban.

Sumaindra juga menilai pemerintah terkesan tertutup selama merancang RKUHP, ia menyatakan penolakannya dan mendesak pemerintah untuk mendengar aspirasi publik.

“Pemerintah sangat susah untuk menerima masukan publik,” ujarnya.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung, Dian Wahyu Kusuma juga ikut mengecam rencana pengesahan RKUHP. Menurutnya, dari 19 pasal yang dikritik koalisi sipil, terdapat dua pasal yang sudah direvisi, namun 17 pasal lainnya dirasa masih bermasalah.

“Sebelumnya ada pasal undang-undang ITE yang juga belum direvisi. Kalau kita lihat sebelumnya reformasi dikorupsi, (hari ini) regulasi akan dikorupsi,” kata Dian.

Diantara Ketujuh belas pasal yang dikritik koalisi adalah: Pasal 218, Pasal 219 dan Pasal 220 tentang penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden.

Pasal 240 dan Pasal 241 tentang penghinaan terhadap Pemerintah; Pasal 263 tentang penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong; Pasal 264 yang mengatur tindak pidana kepada setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap; Pasal 440 tentang penghinaan ringan; dan Pasal 437 mengatur tindak pidana pencemaran; serta Pasal 594 dan Pasal 595 tentang tindak pidana penerbitan dan pencetakan.

Exit mobile version