Soroti Pengesahan RKUHAP Baru, Elemen Mahasiswa Lampung Nyatakan Keresahan

Foto : Teknokra/ Annisa Ardelia
26 dibaca

Teknokra.co : Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) Komisariat Universitas Lampung (Unila) bersama Teknokra Unila, Komunitas Berpikir Sosial, Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR) dan Forum Literatur (Forlit) mengadakan diskusi publik bertajuk “Membaca Arah Indonesia: Pengesahan KUHAP Baru untuk Siapa?” di Balai Rektorat Unila pada Senin, (24/11).

Diskusi ini diadakan sebagai respon atas meningkatnya kekhawatiran terhadap pengesahan RUU KUHAP yang dinilai terburu-buru dan berpotensi merugikan masyarakat.Diskusi dihadiri oleh berbagai organisasi mahasiswa seperti LMND, SP Sebay, GMNI, GMKI, Klasika hingga LPM Republika. Banyaknya elemen yang hadir menunjukkan keresahan kolektif terhadap kebijakan yang dianggap tidak pro-rakyat.

Pemantik diskusi dari SMI, Wahyu Eka Saputra (Pendidikan Matematika ’22), menegaskan bahwa muncul banyak pasal dalam RKUHAP yang dinilai melanggar hak fundamental warga negara, terutama terkait kewenangan penyidikan dan penangkapan.

“RKUHAP ini disahkan tergesa-gesa dan tidak menyerap aspirasi rakyat. Banyak pasal yang memberi ruang tindakan sewenang-wenang aparat,” ujarnya.

Wahyu juga menyoroti bahwa negara kembali menghadirkan regulasi yang tidak berpihak pada masyarakat, sama seperti berbagai kebijakan lain yang selama ini dipandang kontroversial.

“Kita selalu ditabrakan dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah yang tidak memihak kepada rakyat, termasuk RKUHAP ini,” tambahnya.

Pemantik lain, Mega Aulia Putri dari Solidaritas Perempuan Sebay Lampung, menyoroti dampak ganda RKUHAP terhadap perempuan. Ia menilai perempuan menjadi kelompok paling rentan terhadap represivitas negara, terutama dalam konflik agraria dan perampasan ruang hidup.

“Perempuan itu berada di garis depan ketika terjadi perampasan lahan. Dengan KUHAP baru, mereka jadi subjek paling lunak untuk mengalami kriminalisasi,” jelasnya.

Mega juga menekankan bahwa KUHAP baru tidak berbeda dengan undang-undang kontroversial sebelumnya yang minim partisipasi publik. Ia mendorong masyarakat untuk memperkuat konsolidasi dan penolakan kolektif.

“Rakyat harus bersatu. Kalau bergerak sendiri-sendiri, akan makin sulit untuk merebut kemenangan,” tegasnya.

Diskusi diakhiri dengan seruan untuk memperluas konsolidasi dan memperkuat gerakan rakyat dalam mengawal kebijakan hukum yang berdampak langsung terhadap ruang gerak demokrasi masyarakat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

3 × two =