Unila dan Kampus Merdeka

342 dibaca

teknokra.co: Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim menjelaskan konsep Merdeka Belajar yang diusungnya, “Merdeka belajar adalah kemerdekaan berpikir”. Terutama esensi kemerdekaan berpikir ini harus ada di guru (dosen) dulu. Tanpa terjadi di guru (dosen), tidak mungkin bisa terjadi pada  murid (mahasiswa),” kata Nadiem dalam Diskusi Standard Nasional Pendidikan, di Hotel Century Park, Jakarta Pusat pada Jumat, 13 Desember 2019.

Pembelajaran dalam Kampus Merdeka memberikan tantangan dan kesempatan untuk pengembangan kreativitas, kapasitas, kepribadian, dan kebutuhan mahasiswa, serta mengembangkan kemandirian dalam mencari dan menemukan pengetahuan melaluikenyataan dan dinamika lapangan seperti persyaratan kemampuan, permasalahan riil,

interaksi sosial, kolaborasi, manajemen diri, tuntutan kinerja, target dan pencapaiannya.

Sudah Siapkah Unila ?

Setiap perubahan kebijakan baru sudah dapat dipastikan  akan membawa konsekuensi-konsekuensi baik mengenai  infrastruktur pendukung maupun mindset para pelaksananya. Dari sisi kurikulum, Perguruan Tinggi  perlu menyesuaikan dan beradaptasi dengan melakukan harmonisasi kurikulum berjalan dengan Merdeka Balajar.

Kurikulum yang selama ini didesain untuk perkuliahan di program studi dan belum  sepenuhnya mengakomodasi berbagai kegiatan mahasiswa luar kampus sebagai kegiatan pembelajaran kurikuler perlu segera menyesuaikan. Ada baiknya, dengan Merdeka Belajar program studi yang selama ini tidak melaksanakan kegiatan kurikuler di luar kampus dengan alasan ada mata kuliah magang/praktik industri, dan lain-lain. Program studi itu, bisa memasukkan mata kuliah tersebut ke dalam kurikulum tanpa menghilangkan kegiatan magang dari kurikulum.

Perlu diingat, Merdeka Belajar mengamanatkan kepada pihak kampus agar menyediakan kegiatan luar kampus sekitar 40 SKS. Perlu diperhatikan, learning outcome kurikulum tetap berorientasi kepada pencapaian kompetensi berpikir tinggi (high order thinking skills) menghadapi era transformasi digital.

Konsekuensi logis dari perubahan dan adaptasi ini, sangat mungkin akan terjadi pengurangan mata kuliah atau perubahan bentuk pembelajaran dari perkuliahan di kampus menjadi kegiatan luar kampus yang dapat direkognisi. Dalam hal ini, kampus perlu memetakan bidang-bidang apa saja yang yang feasible dilaksanakan sesuai kondisi institusi dan situasi masing-masing.

Hal lain yang perlu dipersiapkan pihak kampus adalah membuat kerjasama dengan berbagai lembaga dan instansi terkait baik pemerintah, non pemerintah dan perusahaan dalam maupun luar negeri. Hal ini adanya suatu sistem dan mekanisme untuk mensinergikan Akademisi, Bisnis, dan Goverment (ABG).  Selain itu, tugas tim penyusun kurikulum  harus memperhitungkan jumlah sks rekognisi untuk setiap kegiatan bersama-sama pihak mitra.

 Mindset Civitas Akademika Perlu diubah.      

Pada umumnya, setiap ada perubahan kebijakan selalu ada resistensi. Terobosan  Mendikbud dengan strategi “Merdeka Belajar” perlu diimbangi dengan gerak cepat para pimpinan Perguruan Tinggi dengan memulai gerakan perubahan mindset seluruh civitas akademika dan stakeholder serta perubahan kultur kampus yang merdeka untuk melakukan eksperimen out of the box dalam pengelolaan pembelajaran dan melaksanakan tri dharma lainnya. Mahasiswa juga perlu diberi pemahaman secara utuh sehingga dapat memanfaatkan “kemerdekaan” ini dalam menata masa depan yang lebih baik sesuai talentanya.


Oleh sebab itu,  kebijakan “Merdeka Belajar” harus dimaknai tidak hanya sebagai kesempatan bagi mahasiswa memiliki bidang sesuai kebutuhannya, melainkan juga merupakan kesempatan yang baik bagi para pengelola Perguruan Tingi untuk berkreasi melakukan berbagai terobosan dan mengundang partisipasi dan pemberdayaan semua pihak melalui kerjasama simbiosis, atau para dosen untuk berinovasi dalam pengelolaan pembelajaran. Sehingga diharapkan akan muncul kampus-kampus bermutu dengan para lulusan yang berpikir analitis, berbicara konsisten dan siap kerja serta siap membuka lapangan kerja. Sudahkah kampus Unila  siap?!  Semoga.

Penulis M.Thoha B. Sampurna Jaya

Catatan redaksi: Tulisan ini juga dimuat di Tabloid Teknokra edisi 161.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

15 − eight =